Di masa pandemi Covid-19 insiden infeksi HIV baru juga terus terjadi, ada 10 provinsi dengan jumlah kasus baru terbanyak April-Juni 2021
Oleh: Syaiful W. Harahap
Pandemi virus corona (Covid-19)
mengalihkan perhatian dari epidemi HIV/AIDS, tapi biar pun luput dari perhatian
justru insiden infeksi (penularan) baru HIV terus terjadi. Seperti yang
dilaporkan oleh Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 30 September 2021, menunjukkan
ada 10 provinsi yang melaporkan kasus baru HIV/AIDS terbanyak.
Secara nasional jumlah kasus
infeksi baru HIV/AIDS April – Juni 2021 sebanyak 9.817 yang terdiri atas 8.412
HIV dan 1.405 AIDS. Sedangkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sejak tahun 1987,
kasus pertama yang diakui pemerintah, sampai 30 Juni 2021 sebanyak 569.903 yang terdiri
atas 436.948 HIV dan 132.955 AIDS dengan 64.990 kematian.
10 provinsi yang paling banyak
kasus baru HIV/AIDS pada triwulan II/2021 atau dari bulan April – Juni 2021
adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Bali, Papua, Sumatera
Utara, Banten, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan (Lihat tabel).
Tabel: 10 provinsi dengan kasus
baru HIV/AIDS terbanyak pada triwulan II/2021 yaitu priode April – Juni 2021
(Foto: Tagar/Syaiful W. Harahap)
Secara nasional faktor risiko
penularan HIV pada periode April – Juni 2021yaitu homoseksual 25,9% (24,8% LSL
dan 1,1% waria), heteroseksual 13,6%, pasien TB 12,1%, ibu hamil 9,6%, pekerja
seks 3,1%, warga binaan di Lapas 0,8%, pasien IMS 0,8% dan penasun 0,6%.
Yang jadi perhatian adalah pasien
TB yang mencapai 12,1% layak diperhatikan oleh pemerintah daerah. Pada pasien
TB tertular HIV lebih mudah daripada non-TB ketika mereka melakukan perilaku
berisiko.
Kasus HIV/AIDS pada LSL merupakan
terminal terakhir karena mereka tidak mempunyai istri sehingga penyebaran tidak
ke masyarakat tapi hanya di komunitas. Yang jadi persoalan kemungkinan ada
laki-laki biseksual yang masuk ke komunitas LSL sehingga jadi jembatan
penyebaran HIV ke masyarakat, terutama ke istri atau pasangan seks mereka yang
lain.
Sedangkan kasus pada HIV/AIDS
pada waria bisa jadi masalah karena pelanggan seks waria justru laki-laki
heteroseksual yang beristri. Itu artinya laki-laki heteroseksual pelanggan
waria jadi jembatan penyebaran HIV ke masyarakat, terutama kepada istri atau
pasangan seks mereka yang lain.
Kasus HIV/AIDS pada kalangan
heteroseksual jadi masalah besar karena mereka jadi mata rantai penularan HIV
ke istri. Jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV kian banyak jika
laki-laki pengidap HIV/AIDS punya istri lebih dari satu. Besaran HIV/AIDS pada
kalangan heteroseksual (13,6%) berdampak pada ibu hamil yang mencpai 9,6%.
Ibu-ibu hamil tertular HIV dari suami.
Sementara itu kasus HIV/AIDS pada
pekerja seks juga jadi masalah besar. Biar pun cuma 3,1%, tapi seorang pekerja
seks meladeni 3 sampai 5 laki-laki setiap malam sehingga jumlah laki-laki yang
berisiko tertular HIV/AIDS sangat banyak. Terbukti dari besaran kasus yaitu
13,6%.
Pada epidemi HIV/AIDS dikenal
fenomena gunung es yaitu kasus yang dilaporkan digambarkan sebagai puncak
gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak
terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
Yang jadi persoalan besar bukan
kasus yang terdeteksi, tapi kasus yang tidak terdeteksi. Warga yang sudah
terdeteksi HIV-positif sudah berjanji akan menghentikan penularan HIV. Ini jadi
ikrar ketika konseling sebelum dan sesudah tes HIV. Selain itu mereka juga
menjalani pengobatan obat antiretroviral (ARV) sehingga menurunkan risiko
penularan HIV.
Warga yang HIV-positif tapi tidak
terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui
hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah. Mereka tidak
menyadari sudah tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda atau gejala-gejala
yang khas IHV/AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.
Untuk itulah pemerintah daerah
diharapkan merancang program yang bisa menjangkau warga yang HIV-positif yang
belum terdeteksi. Misalnya, dengan merancang peraturan daerah (Perda) yang
mewajibkan suami dari perempuan hamil jalani tes HIV, pasien TB dan IMS juga
wajib jalani tes HIV. Supaya tidak melawan hukum dan melanggar hak asasi
manusia (HAM) kewajiban hanya bagi warga yang memakai fasilitas kesehatan
pemerintah.
Namun, langkah yang arif dan
bijaksana dalam penanggulangan HIV/AIDS adalah menurunkan, sekali lagi hanya
bisa menurunkan, jumlah insiden penularan (infeksi) HIV baru pada laki-laki
dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks. Caranya adalah dengan
memaksa laki-laki memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual dengan
pekerja seks.
Hanya dengan langkah-langkah yang
realistis HIV/AIDS bisa dicegah di hulu sehingga penularan HIV tidak jadi ‘bom
waktu’ agar tidak terjadi ‘ledakan AIDS’ (tagar.id, 2 November 2021). *