Oleh: Syaiful W. Harahap*
KPAD Sumut
abaikan faktor-faktor risiko penularan HIV/AIDS yang potensial sehingga
epidemi HIV/AIDS di Sumut bak ‘bom waktu’ ledakan AIDS
“21 Ribu Warga Sumut Kena HIV/AIDS, Muncul Usul
Wajib Tes Sebelum Nikah” Ini judul berita di sebuah mediaonline Ibu Kota, 6
Juli 2021.
Berdasarkan laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI,
tanggal 25 Mei 2021, sampai 31 Maret 2021 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di
Sumatera Utara (Sumut) sebanyak 26.524 yang terdiri atas 22.025 HIV dan 4.499
AIDS. Jumlah ini menempatkan Sumut di peringkat ke-7 secara nasional
berdasarkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS.
Sedangkan jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan
pada periode Januari – Maret 2021 sebanyak 695 yang terdiri atas 479 HIV dan
216 AIDS. Dengan jumlah ini Sumut ada di peringkat 5 berdasarkan jumlah kasus
yang dilaporkan Januari – Maret 2021 secara nasional.
Dalam berita tidak ada penjelasan tentang jumlah
kasus penularan HIV/AIDS melalui suami ke istri dalam ikatan pernikahan, tapi Ketua
KPAD Sumut, Ikrimah Hamidy, mengatakan pihaknya mengusulkan Rancangan
Peraturan Daerah (Ranperda) ke DPRD Sumut. Salah satu isi dari Ranperda itu
mewajibkan calon pengantin untuk menjalani tes HIV/AIDS (yang benar tes
HIV-pen.).
1. Masa Berlaku Hasil Tes HIV
Disebutkan oleh Ikrimah, "Kita di sini
menyusun beberapa hal dalam Ranperda. Targetnya beberapa titik tekannya itu,
ada pencegahan dini melalui tes HIV/AIDS bagi calon pengantin."
Pertanyaan yang sangat mendasar adalah apakah ada
jaminan kalau calon suami dan istri HIV-negatif akan terus negatif selama
mereka hidup dalam ikatan pernikahan?
Tidak ada!
Soalnya, hasil tes HIV hanya berlaku sampai ketika
tes HIV dilakukan. Misalnya, tes HIV dilakukan tanggal 2 Agustus 2021 pukul
10.00 WIB, maka hasil tes HIV-negatif hanya berlaku sampai tanggal 2 Agustus
2021 pukul 10.00 WIB.
Setelah tanggal 2 Agustus 2021 pukul 10.00 WIB bisa
saja salah seorang dari calon pasangan suami istri itu melakukan perilaku
berisiko tertular HIV, yaitu:
-
Melakukan hubungan seksual, di
dalam dan di luar nikah, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom dengan
pasangan yang berganti-ganti karena ada kemungkinan salah satu dari pasangan
tersebut mengidap HIV/AIDS, atau
-
Melakukan hubungan seksual dengan
kondisi laki-laki tidak memakai kondom dengan pasangan seseorang yang sering
berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) karena ada
kemungkinan PSK tersebut mengidap HIV/AIDS karena perilaku seksual PSK adalah
perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.
Yang perlu diingat adalah PSK dikenal ada dua tipe,
yaitu:
(a). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu
PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(b). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat
mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek
disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk
rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK
online, dan lain-lain.
2. Tes HIV Bukan Vaksin
Di bagian lain Ikrimah mengatakan: "Tujuannya
agar jangan sampai yang orang sudah terpapar HIV/AIDS itu menikah tanpa
didahului tes, memaparkan kepada pasangannya. Sudah pernah kejadian soalnya,
laki-laki positif, nikah, beberapa tahun kemudian istrinya positif, anaknya
lahir juga positif. Ini yang kita antisipasi."
Baca juga: Program Penanggulangan HIV/AIDS SumateraUtara Tak Membumi
Lagi pula kalau dibawa ke realitas sosial: berapa
orang yang menikah setiap hari dan berapa orang laki-laki dan perempuan yang
melakukan perilaku berisiko dalam waktu 24 jam.
Lagi pula Ikrimah menepis fakta lain yaitu suami yang tertular HIV/AIDS dalam rentang pernikahan biar pun ketika menikah status HIV-nya negarif sehingga menularkan HIV/AIDS ke istrinya.
Gambar: Risiko tertular HIV/AIDS setelah melakukan
tes HIV sebelum menikah (Foto: Tagar/Syaiful W. Harahap)
Tes HIV bukan vaksin sehingga biar pun satu pasangan HIV-negatif ketika menikah bisa saja suami tertular HIV/AIDS jika perilaku seksualnya berisiko tertular HIV/AIDS. Perilaku seksual berisiko juga bisa terjadi di dalam ikatan pernikahan jika dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti karena ada kemungkinan mereka juga punya pasangan seks yang lain sebelum menikah.
3. Umbar Mimpi Penanggulangan HIV/AIDS
Langkah KPAD Sumut ini jelas tidak komprehensif
dalam penanggulangan epidemi HIV/AIDS karena mengabaikan perilaku seksual yang
potensial sebagai faktor risiko penularan HIV/AIDS yaitu:
(1). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis) yang melakukan hubungan seksual tanpa memakai
kondom, di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja
salah satu dari perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko
terjadi penularan HIV/AIDS;
(2). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis) yang melakukan hubungan seksual tanpa memakai
kondom, di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti karena bisa saja
salah satu dari laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko
terjadi penularan HIV/AIDS;
(3). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis) yang melakukan hubungan seksual tanpa memakai
kondom, di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti (seperti
perselingkuhan, perzinaan, dan lain-lain) karena bisa saja salah satu dari
perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan
HIV/AIDS;
(4). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis) yang melakukan
hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, di luar nikah,
dengan laki-laki yang berganti-ganti (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.)
karena bisa saja salah satu dari laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga
ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;
(5). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis) yang melakukan hubungan seksual dengan gigolo,
dengan kondisi gigilo tidak memakai kondom, karena bisa saja gigolo itu
mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;
(6). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis) yang melakukan hubungan seksual tanpa memakai
kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja
seks komersial (PSK), karena bisa saja salah satu dari PSK tersebut mengidap
HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.
Yang jadi persoalan besar adalah poin 1, 2, 3, 4
dan 5 ada di ranah privat (pribadi) sehingga tidak bisa dilakukan intervensi
karena transaksi seks dilakukan di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan
modus melalui media sosial.
Baca juga: Lokalisasi Pelacuran dari Jalanan keMedia Sosial
Yang bisa dilakukan intervensi adalah poin 6 dengan
syarat praktek PSK dilokalisir, tapi sejak reformasi semua lokasi dan
lokalisasi pelacuran ditutup sehingga praktek PSK terjadi di sembarang tempat
dan sembarang waktu.
KPAD Sumut hanya mengumbar mimpi bisa menanggulangi
HIV/AIDS dengan hanya mengandalkan tes HIV sebelum menikah. [] (Sumber: https://www.tagar.id/penanggulangan-hivaids-di-sumut-abaikan-penularan-yang-potensial).
*Syaiful W. Harahap, redaktur tagar.id