Oleh: Syaiful W. HARAHAP
Provi
Ilustrasi. (Sumber: womenshealth.go).
Jakarta – Berdasarkan
laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 17 Februari 2020, pada triwulan keempat tahun
2019 dalam jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS dengan skala nasional Provinsi Jawa
Timur ada di puncak epidemi HIV/AIDS nasional dengan jumlah kasus 77.963 yang
terdiri atas 57.176 HIV dan 20.787 AIDS.
Sedangkan pada triwulan pertama
tahun 2020 juga Jawa Timur pula yang ada di puncak
epidemi HIV/AIDS berdasarkan laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 29 Mei 2020,
dengan jumlah kasus HIV/AIDS sebanyak 79.577 yang terdiri atas 58.673 HIV dan
20.904 AIDS.
Dari data kasus HIV/AIDS
di Jawa Timur dalam waktu tiga bulan yaitu Januari – Maret 2020 ada penambahan
kasus baru HIV sebanyak 1.497 dan AIDS sebanyak 117. Dengan tambahan kasus HIV
ini berarti terjadi insiden infeksi HIV baru di masyarakat.
Provisi Jawa TImur di puncak epidemi HIV/AIDS secara nasional, ini 10 provinsi dengan kasus kumulatif HIV/AIDS terbanyak. (Tagar/Syaiful W. Harahap).
Salah satu sumber insiden infeksi
HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, adalah melalui hubungan seksual tanpa
kondom dengan pekerja seks komersial (PSK). Pemprov Jatim dan pemerintah
kabupaten dan kota di Jatim boleh saja menepuk dada dengan mengatakan: Di
daerah kami tidak ada pelacuran!
Secara de jure itu
benar karena sejak reformasi ada gerakan masif mengatasnamakan moral untuk
menutup lokasi dan lokalisasi serta lokres (lokalisasi dan resosialisasi)
pelacuran. Jawa Timur dikabarkan paling banyak menutup tempat pelacuran.
Tapi, secara de facto praktek
pelacuran dalam bentuk transaksi seks secara langsung dan melalui jaringan
terus terjadi. Polda Jatim sudah beberapa kali membongkar jaringan prostitusi
online yang disebut-sebut melibatkan ‘artis’ dan foto model.
PSK dikenal dua jenis yaitu: (1).
PSK langsung yakni PSK yang kasat mata yang mangkal di lokasi dan lokalisasi
serta lokres atau jalanan, dan (2). PSK tidak langsung yaitu yang terlibat
dalam prostitusi online, cewek pijat plus-plus, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’,
cewek gratifikasi seks, dll.
Dalam prakteknya PSK langsung dan
PSK tidak langsung sama-sama berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV/AIDS
karena mereka melayani hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang
berganti-ganti. Bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS
sehingga PSK langsung atau PSK tidak langsung berisiko tertular HIV/AIDS.
PSK langsung dan PSK tidak
langsung yang tertular HIV/AIDS tidak menunjukkan gejala-gejala dan keluhan
kesehatan yang khas HIV/AIDS sehingga banyak laki-laki yang berisiko tertular
HIV/AIDS melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK langsung atau PSK
tidak langsung.
Belakangan langkah penanggulangan
hanya sebatas tes HIV. Ini merupakan langkah di hilir yaitu warga dibiarkan
tertular HIV kemudian dianjurkan untuk tes HIV, terutama bagi ibu hamil.
Yang diperlukan adalah
penanggulangan di hulu yaitu intervensi terhadap laki-laki dengan memaksa
mereka memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK. Tanpa
program ini penyebaran HIV/AIDS di masyarakat akan terus terjadi yang merupakan
‘bom waktu’ yang bermuara pada ‘ledakan AIDS’. [] (Sumber: https://www.tagar.id/jawa-timur-di-puncak-epidemi-hivaids-nasional). ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.