Relawan China ikut serta dalam acara untuk memperingati Hari AIDS Sedunia di Chongqing. (Foto: scmp.com/AFP).
Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia tembus angka 500.000 yaitu 511.955, Jawa Timur terbanyak disusul DKI Jakarta, Papua, Jabar dan Jateng
Oleh: Syaiful W. HARAHAP
Jakarta – Perhatian masyarakat Indonesia
tertuju kepada pandemi atau wabah virus corona baru (Coronavirus Disease
2019/Covid-2019) yang menerpa dunia. Tapi, ada virus lain yang sejak tahun 1987
jadi masalah besar di Indonesia yaitu HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immune Deficiency Syndrome).
Sejak Covid-19 jadi pandemi dunia HIV/AIDS pun seakan
tenggelam padahal penyebarannya tetap terjadi, terutama melalui hubungan
seksual di dalam dan di luar nikah dengan pengidap HIV/AIDS dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom. Selain itu faktor risiko lain adalah transfusi
darah yang tidak diskrining HIV, jarum suntik yang dipakai bergiliran seperti
pada penyalahguna narkoba (narkotika
dan bahan-bahan berbahaya), serta melalui air susu ibu (ASI) perempuan yang
mengidap HIV/AIDS.
Estimasi jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 640.443,
tapi yang bisa dideteksi sejak tahun 1987 sd. 31 Maret 2020 hanya 511.955 atau
79,94 persen. Itu artinya ada 128.499 Odha (Orang dengan HIV/AIDS) yang tidak
terdeteksi. Odha yang tidak terdeteksi ini jadi mata rantai penularan HIV/AIDS
di masyarakat karena mereka tidak menyadari dirinya mengidap HIV/AIDS. Ini
terjadi karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas pada fisik Odha
dan tidak ada pula keluhan kesehatan yang khas HIV/AIDS.
Fenomena gunung es pada epidemi HIV/AIDS. (Tagar/Syaiful W. Harahap)
1. Epidemi HIV/AIDS Erat Kaitannya dengan Fenomena Gunung Es
Yang perlu diingat kasus HIV/AIDS yang dilaporkan, dalam hal
ini 511.955, tidak menggambarkan jumlah Odha yang sebenarnya di masyarakat
karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus yang dilaporkan (511.955) digambarkan sebagai puncak
gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang
tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah
permukaan air laut.
Kasus yang tidak terdeteksi jadi masalah besar karena tanpa
mereka sadari mereka jadi mata rantai penularan HIV/AIDS di masyarakat,
terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
10 provinsi dengan kasus HIV positif terbanyak. (Tagar/Syaiful W. Harahap)
2. 10 Provinsi dengan Jumlah Kasus HIV Positif Terbanyak
Pada tahap awal orang-orang yang tertular HIV yang terdeteksi
melalui tes HIV, misalnya dengan reagen ELISA, berada pada masa HIV-positif.
Orang-orang dalam kondisi HIV-positif tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas
AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.
Tapi, biarpun tidak ada gejala pengidap HIV (HIV-positif)
sudah bisa menularkan HIV ke orang lain, terutama melalui hubungan seksual
tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Pada laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 29 Mei 2020, tentang
Perkembangan HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Triwulan I
Tahun 2020 jumlah kasus HIV secara nasional sebanyak 388.724. Ada 10 provinsi
dengan jumlah kasus HIV-positif terbanyak (Lihat Tabel I).
10 provinsi dengan jumlah kasus AIDS terbanyak. (Tagar/Syaiful W. Harahap).
3. 10 Provinsi dengan Jumlah Kasus AIDS Terbanyak
AIDS bukan penyakit tapi kondisi seseorang yang HIV-positif
yang secara statistik terjadi pada rentang waktu antara 5-15 tahun setelah
tertular HIV. Pada masa AIDS kondisi kekebalan tubuh pengidap HIV/AIDS sangat
rendah sehingga mudah tertular atau terinfeksi berbagai macam penyakit.
Ketika HIV masuk ke dalam tubuh virus itu akan menggandakan
diri (replikasi) di sel-sel darah putih manusia. Sel darah putih dijadikan
sebagai ‘pabrik’ sehingga rusak. Virus yang baru diproduksi mencari sel darah
putih yang lain untuk menggandakan diri. Begitu seterusnya sehingga banyak sel
darah putih yang rusak.
Replikasi HIV setiap hari bisa mencapai miliaran sehingga
jumlah sel darah putih yang rusak pun miliaran setiap hari. Ketika banyak sel
darah putih yang rusak itulah yang disebut masa AIDS. Secara nasional ada 10
provinsi dengan kasus AIDS terbanyak (Lihat Tabel II).
10 provinsi dengan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS terbanyak. (Tagar/Syaiful W. Harahap)
4. 10 Provinsi dengan Jumlah Kumulatif Kasus HIV/AIDS
Terbanyak
Jika kasus HIV-positif dan AIDS dijumlahkan, maka muncul
jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS. Ada 10 provinsi dengan jumlah kasus kumulatif
HIV/AIDS terbanyak.
Biasanya provinsi dengan kasus HIV/AIDS terbanyak adalah DKI
Jakarta atau Papua. Tapi, pada triwulan keempat tahun 2019 yang ada di posisi
puncak adalah Provinsi Jawa Timur. Begitu juga dengan kondisi pada triwulan
pertama tahun 2020 ternyata Provinsi Jawa Timur tetap di puncak peringkat kasus
HIV/AIDS terbanyak secara nasional (Lihat Tabel III).
Padahal, Provinsi Jawa Timur merupakan daerah yang paling
getol menutup tempat pelacuran, termasuk Dolly di Kota Surabaya. Belakangan
polisi sering menangkap pelaku prostitusi online di Surabaya, bahkan
disebut-sebut melibatkan ‘artis’ dan ‘foto model’ terkenal.
Prostitusi online. (Foto: zula.sg)
5. Mitos Hubungan Seksual dengan Bukan PSK Tidak Berisiko
Tertular HIV/AIDS
Ada anggapan bahwa risiko tertular HIV/AIDS hanya melalui
hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokasi atau lokalisasi
pelacuran. Padahal, cewek pada prostitusi online juga termasuk PSK yaitu PSK
tidak langsung.
Sedangkan PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran disebut PSK
langsung yaitu PSK yang kasat mata. Sedangkan PSK tidak langsung yang jadi
cewek di prostitusi online dalam prakteknya juga sama dengan PSK langsung
sebagai perempuan dengan perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS yaitu
melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti.
PSK tidak langsung yaitu cewek prostitusi online, ‘anak
sekolah’, ‘ayam kampus’, pemijat plus-plus, cewek gratifikasi seks, dll.
Obat ARV. (Foto: iac.or.id).
6. Obat Antiretroviral (ARV) untuk Menghambat Replikasi HIV
Memang, belum ada vaksin untuk HIV tapi sudah ada obat yang
bisa menghambat laju penggandaan (replikasi) HIV di dalam tubuh yaitu obat
antiretroviral (ARV). Pada mulanya obat ini baru diberikan kepada Odha jika
hasil tes CD4 di bawah 350.
Tapi, sekarang begitu seseorang terdeteksi mengidap HIV/AIDS
langsung diberikan obat ARV. Dengan menghambat replikasi HIV jumlah virus
sedikit bahkan bisa tidak terdeteksi. Kondisi ini mencegah penularan HIV/AIDS.
Obat ARV diberikan gratis melalui fasilitas kesehatan yang ditunjuk
pemerintah yang juga jadi tempat tes HIV. Sistem tes HIV di Indonesia adalah
VCT (Voluntary Counseling and Testing) yaitu tes HIV sukarela dengan konseling
sebelum dan sesudah tes. Dianjurkan tes di fasilitas kesehatan yang ditunjuk
pemerintah agar tes HIV dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasi tes
HIV yang baku dan jika hasilnya positif langsung minum obat ARV.
Celakanya, jumlah Odha yang minum obat ARV sesuai dengan resep
dokter hanya 133.358 dari 511.955 Odha yang terdeteksi. Ini sangat kecil yaitu
26,05%.
Ilustrasi (Foto: scmp.com/Imaginechina).
7. Kematian Odha Bukan Karena HIV atau AIDS
Stigma (cap buruk) yang berujung pada diskriminasi (perlakuan
berbeda) terhadap Odha masih saja terjadi. Pemberitaan sebagian media massa dan
media online juga tidak akurat terkait dengan HIV/AIDS.
Misalnya, tentang cara-cara penularan yang selalu dikaitkan
dengan zina, pelacuran, homoseksual, dll. Padahal, penularan HIV melalui
hubungan seksual terjadi karena kondisi hubungan seksual (salah satu atau
dua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom) bukan karena
sifat hubungan seksual (zina, pelacuran, homoseksual, dll.).
Selain itu ada pula anggapan kematian Odha karena HIV/AIDS.
Ini salah karena kematian pada Odha di masa AIDS terjadi karena penyakit lain,
seperti diare, TBC, dll. Jumlah kematian terkait AIDS di Indonesia mencapai
17.210. [] (Sumber: https://www.tagar.id/kasus-kumulatif-hivaids-di-indonesia-tembus-500.000).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.