Ilustrasi. (Sumber: miamitimesonline.com).
Laporan Kemenkes RI, 29 Mei 2020, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Jakarta 77.761 menempatkan Jakarta peringkat kedua epidemi HIV/AIDS nasional
Oleh: Syaiful W. HARAHAP
Jakarta – Berdasarkan data kasus
HIV/AIDS dalam laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 29 Mei 2020, jumlah
kumulatif kasus HIV/AIDS di Jakarta dari tahun 1987 sd. Maret 2020 sebanyak
77.761 yang terdiri atas 67.137 HIV dan 10.624 AIDS.
Jumlah kasus itu (77.761) menempatkan DKI Jakarta pada
peringkat ke-2 dalam jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS secara nasional. Secara
nasional jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sebanyak 511.955 yang terdiri atas
388.724 HIV dan 123.231 AIDS.
10 provinsi dengan kasus kumulatif HIV/AIDS terbanyak secara
nasional. (Tagar/Syaiful W. Harahap).
Secara de jure tidak ada lagi lokasi atau
lokalisasi pelacuran di Jakarta setelah Kramat Tunggak, Jakarta Utara, ditutup
tahun 1999 dan lokasi Kalijodo diratakan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tahun 2017.
Tapi, secara de facto tidak bisa diingkari terjadi transaksi
seks dalam berbagai bentuk, bahkan dengan memanfaatkan media sosial yang
dikenal sebagai prostitusi online.
Cewek-cewek yang terlibat dalam prostitusi online juga
merupakan pekerja seks komersial (PSK), mereka disebut sebagai PSK tidak
langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata. Tapi, secara faktual mereka sama saja
dengan PSK langsung yang kasat mata di tempat-tempat pelacuran terbuka. Mereka
melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti.
Ada kemungkinan salah satu dari laki-laki yang mereka layani
mengidap HIV/AIDS sehingga PSK tidak langsung tsb. berisiko tertular HIV/AIDS.
Sementara itu PSK langsung dan PSK tidak langsung yang tertular HIV/AIDS tidak
bisa dilihat dari fisik mereka karena tidak ada ciri-ciri yang khas AIDS pada
fisik orang-orang yang tertular HIV/AIDS.
“Dinas Kesehatan DKI Jakarta meluncurkan gerakan Jakarta
Memanggil untuk mewujudkan Jakarta bebas HIV/AIDS di tahun 2030.” Ini lead pada
informasi “Dinkes DKI Targetkan Jakarta Bebas HIV/AIDS di Tahun 2030” di
situs dinkes.jakarta.go.id, 12 Februari 2020.
Harapan Dinkes DKI Jakarta itu bagaikan ‘punguk merindukan
bulan’ (mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau mustahil). Pemprov
DKI Jakarta, dalam hal ini Dinkes DKI Jakarta, tidak mempunyai program yang
konkret dalam penanggulangan HIV/AIDS, terutama untuk menurunkan insiden
infeksi HIV baru yang terjadi pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual
dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.
Lagi pula epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena
gunung es yaitu kasus yang dilaporkan (77.761) digambarkan sebagai puncak
gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak
terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah
permukaan air laut.
Kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi jadi mata rantai
penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa
kondom di dalam dan di luar nikah. Ini terjadi karena orang-orang yang tertular
HIV/AIDS tidak menyadari dirinya mengidap HIV/AIDS karena tidak ada
tanda-tanda, ciri-ciri atau gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan
kesehatan mereka.
Akibatnya, penularan terjadi secara diam-diam sebagai
penyebaran yang masif. Mata rantai penyebaran HIV/AIDS terutama laki-laki
heteroseksual pelanggan PSK langsung atau PSK tidak langsung. Mereka jadi
jembatan penyebaran HIV/AIDS dari PSK ke pasangannya, seperti istri atau
pasangan seks lain. Bahkan, ada laki-laki yang beristri lebih dari satu
sehingga jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS kian banyak.
Jumlah pengidap HIV sebanyak 67.137 dan AIDS 10.624 juga jadi
persoalan karena sebelum terdeteksi ada kemungkinan sudah menularkan HIV/AIDS
ke orang lain. Soalnya, dalam kasus HIV/AIDS tidak ada contact tracing. Yang
dianjurkan hanyalah notifikasi kepada pasangan yang sah yaitu istri atau suami
sehingga mengabaikan pasangan seksual di luar nikah.
Penjangkauan dan tes HIV, terutama terhadap ibu-ibu hamil,
adalah langkah di hilir. Yang diperlukan adalah langkah di hulu yaitu
menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki, melalui hubungan
seksual tanpa kondom dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung. Dengan
intervensi untuk memaksa laki-laki memakai kondom insiden infeksi HIV baru bisa
diturunkan.
Intervensi hanya bisa dilakukan jika praktek PSK langsung
dilokalisir. Celakanya, praktek PSK langsung sudah ditutup sehingga tidak
terjangkau lagi dan praktek transaksi seks berisiko tinggi jadi penyebaran
HIV/AIDS. Sedangkan praktek PSK tidak langsung, seperti prostitusi online,
jelas tidak bisa dijangkau dan ini jadi sumber penyebaran HIV/AIDS yang sangat
potensial.
Tanpa langkah-langkah yang konkret, terutama menurunkan
insiden infeksi HIV pada laki-laki dewasa pada hubungan seksual dengan PSK,
adalah hal yang mustahil DKI Jakarta ‘bebas AIDS tahun 2030’. Yang terjadi
kelak justru ‘ledakan AIDS’. [] (Sumber: https://www.tagar.id/jakarta-peringkat-kedua-epidemi-hivaids-nasional). ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.