14 September 2019

Angka HIV AIDS Meningkat, Pemerintah Diminta Tangani Pria yang Suka Jajan

Ditulis oleh: Syaiful W Harahap, AIDS Watch Indonesia

Selasa, 1 Maret 2016

TRIBUNNERS - Jumlah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di Indonesia terus bertambah.
Laporan Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, tanggal 26 Februari 2016 menunjukkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS dari tahun 1987-Desember 2015 mencapai 268.185.

Angka tersebut terdiri dari 191.073 kasus infeksi HIV, dan 77.112 kasus AIDS, dengan 13.319 kematian.

"Yang perlu diingat adalah angka yang dilaporkan Kemenkes itu tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat," kata Syaiful W Harahap, aktivis di AIDS Watch Indonesia (AWI). Soalnya, penyebaran HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es yaitu kasus yang dilaporkan (268.185) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut," ujarnya.

Kasus-kasus HIV/AIDS di masyarakat yang tidak terdeteksi, menurut Syaiful, akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat secara horizontal melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

"Untuk memutus mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi harus ditemukan," ujar Syaiful.

Dalam kaitan itu, menurut Syaiful, pemerintah didorong untuk membuat regulasi agar ada cara-cara yang sistematis untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat melalui ara-cara yang tidak melawan hukum dan tidak melanggar hak asasi manusia (HAM).

Dalam satu perbincangan dengan Prof Dr Zubairi Djoerban, pakar AIDS di FK UI, disebutkan bahwa di Amerika Serikat (AS) semua pasien rumah sakit pemerintah diwajikan menjalani tes HIV tanpa melihat jenis penyakit.

Ini tidak melawan hukum dan tidak pula melanggar HAM karena ada pilihan yaitu berobat ke rumah sakit non-pemerintah.

Selain mewajibkan pasien yang berobat ke rumah sakit pemerintah untuk menjalani tes HIV, bisa juga dibuat regulasi yang mewajibkan pasangan suami-istri menjalani konseling tes HIV ketika si istri sedang hamil.

Jika perilaku seks suami berisiko tertular HIV maka suami wajib tes HIV.

Langkah ini akan menyelematkan bayi yang dikandung si ibu dari risiko terular HIV, karena kalau si ibu terdeteksi mengidap HIV/AIDS maka akan dijalankan program pencegahan dari ibu ke bayi yang dikandungnya.

Dengan jumlah kasus yang mendekati angka 300.000 sudah saatnya pemerintah menjalankan program penanggulangan yang konkret, terutama di hulu.

Yaitu pada laki-laki yang menjadi pelanggan Pekerja Seks Komersial (PSK) yaitu melalui program wajib memakai kondom bagi laki-laki setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK.

"Persoalannya adalah praktik PSK di Indonesia tidak dilokalisir melalui regulasi,” kata Syaiful.

"Itu artinya praktik PSK kian tidak bisa dijangkau sehingga program wajib memakai kondom pun tidak bisa dijalankan," lanjutnya.

Karena tidak ada program yang bisa dijalankan di hulu agar jumlah kasus penularan HIV baru bisa diturunkan, ia mengkhawatirkan penyebaran HIV/AIDS yang tidak terkendali.
"Maka akan sampai pada ledakan kasus AIDS,” kata Syaiful. 

[Sumber: https://www.tribunnews.com/tribunners/2016/03/01/angka-hiv-aids-meningkat-pemerintah-diminta-tangani-pria-yang-suka-jajan?page=all]


Laporan Kasus HIV/AIDS dan PIMS Triwulan II Tahun 2019


Laporan perkembangan kasus HIV/AIDS dan PIMS yg dikeluarkan oleh Ditjen P2P, Kemenkes RI, pada triwulan II/2019 hanya terbatas pada jumlah kasus HIV dan AIDS yg dilaporkan. Tidak ada lagi rincian jumlah kasus per provinsi dan keterangan lain.

Situasi Masalah HIV/AIDS dan PIMS (Penyakit Infeksi Menular Seksual) Triwulan II (April-Juni) Tahun 2019:

HIV: Dari bulan April sampai dengan Juni jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 11.519

AIDS: Dari bulan April sampai dengan Juni 2019 jumlah AIDS yang dilaporkan sebanyak 1.463

PIMS: Dari bulan April sampai dengan Juni 2019 jumlah seluruh kasus PIMS dengan penegakan diagnosa berdasarkan pendekatan sindrom dan pemeriksaan laboratorium menurut kelompok risiko tertinggi adalah Pasangan Risiko Tinggi (4.741); Wanita Pekerja Seks (3.660); LSL (3.600); Pelanggan Pekerja Seks (1.274); Waria (399); pengguna napza suntik (84); dan Pria Pekerja Seks (41).

Situasi Masalah HIV/AIDS dan PIMS (Penyakit Infeksi Menular Seksual) Tahun 1987  dengan Juni 2019:

HIV:
a. Jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2019 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2019 sebanyak 349.882 (60,7% dari estimasi odha tahun 2016 sebanyak 640.443)
b. Terdapat 5 provinsi dengan jumlah kasus HIV tertinggi adalah DKI Jakarta (62.108), 
Jawa Timur (51.990), Jawa Barat (36.853), Papua (34.473), dan Jawa Tengah (30.257).

AIDS:
a. Jumlah AIDS yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2019 relatif stabil setiap tahunnya. Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Juni 2019 sebanyak 117.064  
d. Jumlah AIDS tertinggi menurut pekerjaan/status adalah tenaga non profesional (karyawan) (17.887), ibu rumah tangga (16.854), wiraswasta/usaha sendiri (15.236), petani/peternak/nelayan (5.789), dan buruh kasar (5.417).
e. Terdapat 5 provinsi dengan jumlah AIDS terbanyak adalah Papua (22.554), Jawa Timur (20.412), Jawa Tengah (10.858), DKI Jakarta (10.242), dan Bali (8.147)

PIMS:
a. Jumlah seluruh kasus PIMS dengan penegakan diagnosa berdasarkan pendekatan sindrom dan pemeriksaan laboratorium menurut kelompok risiko tahun 2016 sampai dengan Juni 2019 tertinggi adalah Wanita Pekerja Seks (102.084); Pasangan Risiko Tinggi (94.890); LSL (71.203); Pelanggan Pekerja Seks (19.322)

(Sumber: Laporan Perkembangan HIV/AIDS dan  Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS)Triwulan II   Tahun 2019, Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 27 Agustus 2019)