Peserta Diskusi Pemberitaan Media yang Positif Bagi
ODHA, Medan, Sabtu (22/6/2019).
TRIBUN-MEDAN.com, 22 Juni 2019 - Sejak dilaporkan pertama kali
adanya Orang Dengan HIV/Aids (ODHA) oleh Depkes RI pada tahun 1987 di
Indonesia, berbagai kampanye terhadap HIV/Aids masih menjadi pekerjaan rumah
kita semua. Pasalnya, hingga kini stigma negatif maupun pencegahan terhadap
Odha tak juga bisa dibendung.
ODHA masih dianggap sebagai momok yang menakutkan
bagi lapisan masyarakat yang tak mengenali HIV/Aids. Padahal jika dikaji mana
yang lebih penting, dalih kemanusiaan adalah yang harus diutamakan.
Aktivis HIV/Aids Syaiful W Harahap yang memimpin
diskusi bertema 'Pemberitaan Media yang Positif Bagi ODHA mengatakan kepada
sejumlah komunitas peduli HIV/Aids sebaiknya tak perlu lagi mengungkit perihal
moral manusia yang terinfeksi HIV/Aids, akan tetapi bagaimana membimbing
(konseling) terinfeksi dan membangun stigma yang positif.
"Jangan lagi diungkit soal dari mana ia
tertular, tapi bagaimana membangun motivasi hidupnya dan membangun stigma di
kalangan masyarakat, soal ODHA jangan lagi dikaitkan ke agama. Kita sekarang
cerita soal medis," ujar Syaiful.
Dikatakan Syaiful, faktor risiko terinfeksi
HIV/AIDS selama ini digadang-gadang bersumber dari aktivitas seksual homogen,
atau akrab disapa Lesbian Gay Bisexsual dan Transgender (LGBT), Padahal
kenyataannya penularan HIV/Aids justru banyak terjadi oleh orang-orang
berorientasi heterogen (normal).
Dari data yang dimiliki Kemenkes RI Triwulan
I/2019, Faktor risiko manusia terinfeksi HIV/Aids terbanyak adalah di kalangan
heterogen sebanyak 81.198 Kasus dengan persentase 70,24 Persen, Diikuti
Injecting Drug User (IDU), pengguna narkotika berbasis jarum suntik sebanyak
9.624, persentase 8,33 persen. Sementara di kalangan Homogen (LGBT) 7.853 Kasus
dengan persentase 6,79 persen.
"Artinya kan begini, penyebab seseorang
terinfeksi HIV/Aids bukan karena orientasi seksnya yang berisiko, tetapi ke
perilakunya itu sendiri. Paling banyak terinfeksi HIV/Aids justru suami-suami
ibu rumah tangga dibanding gay dengan gay," sambung Syaiful dalam diskusi
yang berlangsung di IBIS Style Hotel, Sabtu (22/6/2019) pagi.
Syaiful menguraikan penyebab suami terifeksi
HIV/Aids diindikasikan berasal dari perilaku seks suami yang berganti-ganti
pasangan tanpa alat pengaman (kondom). Barangkal dikatakan Syaiful, suami
tersebut melakukan hubungan seks dengan PSK, yang notabene berganti-ganti
pasangan juga.
Maka dari itu Syaiful menganjurkan, ada dua opsi
yang wajib dilakukan untuk mencegah penularan HIV/Aids kepada Istri dan
anak-anak. Memakai kondom saat berhubungan badan dengan istri, atau memakai
kondom saat berhubungan badan dengan PSK.
"Udah cuma itu saja. Kalau suami sadar gak mau
main PSK lagi syukur Alhamdulillah, Kalau pun gak mau terpaksa kedua cara tadi
jalan keluarnya. Kita bukan bermaksud menyetujui, tapi siapa yang bisa menjaga
seorang laki-laki di ruang publik," cetusnya.
Sebagai seorang aktivis yang puluhan tahun
menggeluti bidang HIV/Aids, Lelaki berambut putih itu sontak membandingkan
pengendalian HIV/Aids yang ada di Indonesia dan Thailand.
"Di Thailand, lokalisasi ada dan diawasi
pemerintah. Calo wanitanya diwajibkan menjaga kesehatan PSK dengan kondom,
sementara di Indonesia berbeda, PSK yang ditangkap kalau ada masalah, bukan
Calo (Germo)-nya. Ini kesulitannya," tambah Syaiful.
Kesulitannya, lantaran lokalisasi ditolak di
Indonesia, sehingga pengendalian HIV/Aids sontak tak terkontrol, sebab para PSK
menyebar kemana-mana. Syaiful juga berpesan terhadap para komunitas untuk tidak
menggunakan bahasa-bahasa yang memperparah stigma terhadap ODHA.
"Tolong lagi jangan membahas dari mana dia
(ODHA) terinfeksi. Lakukan saja konseling. Jangan lagi gunakan kata Seks
Menyimpang karena yang benar adalah seks berisiko. Jangan gunakan lagi
penderita HIV/Aids, kata menderita akan menyebabkan mereka terkucilkan. Jangan
anggap narkoba berbahaya, yang berbahaya adalah penyalahgunaannya," ujar
Syaiful.
Ia pun meminta agar pemerintah memiliki konsentrasi
terhadap HIV/Aids, khususnya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang saat ini
bertengger di posisi ketujuh dengan manusia terinveksi HIV/Aids terbanyak di
Indonesia. Sebaiknya pemerintah memiliki Perda yang mengatur dan membina
ODHA. (cr15/tribun-medan.com)
Penulis: Alija Magribi
Editor: Liston Damanik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.