Ilustrasi (Sumber: theteenagertoday.com)
Pemberitaan tentang HIV/AIDS yang dikait-kaitkan dengan LSL menggiring opini publik yang menyesatkan karena terkesan HIV/AIDS disebarkan LSL
Oleh: Syaiful W. Harahap
Data Kemenkes RI tentang jumlah kasus AIDS menunjukkan kasus
terbanyak ada pada kalangan dengan faktor risiko (media penularan)
heteroseksual (orientasi seksual dengan ketertarikan secara seksual kepada lawan
jenis).
Dalam laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 27 Agustus 2019,
jumlah kasus AIDS secara nasional mulai 1987 sampai Juni 2019 menurut faktor
risiko heteroseksual tercatat 70,2 persen. Bandingkan dengan homseksual (gay) 7
persen, dan biseksual 0,8 persen.
Mata Rantai Penyebaran HIV
Tapi, pemberitaan tentang HIV/AIDS selalu dikaitkan dengan LSL
(Lelaki Suka Seks Lelaki). Berita LSL pun di-blow up. Ini
akan mendorong homofobia yang sama sekali tidak ada manfaatnya dalam
penanggulangan HIV/AIDS.
Mata rantai penyebaran HIV justru dilakukan oleh laki-laki
heteroseksual. Dari 117.064 kasus AIDS di Indonesia ada 16.854 kasus AIDS pada ibu
rumah tangga atau 14,4 persen. Angka ini tinggi. Juga menggambarkan jumlah
suami (baca: laki-laki heteroseksual) yang mengidap AIDS.
Tapi, belakangan karena banyak kasus terdeteksi pada kalangan
LSL ada kecemasan yang tidak masuk akal tentang epidemi HIV, tapi lebih pada
homofobia (ketakutan yang berlebihan terhadap gay). Kalangan yang terkait
dengan HIV/AIDS, seperti instansi (dinas kesehatan), Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA), praktisi, pakar, LSM, kelompok dampingan, dan aktivis
selalu mem-blow
up LSL melalui pemberitaan di media massa (media cetak, media
elektronik terutama TV, dan media sosial).
Lihat saja judul berita di beberapa media online ini:
"Ngeri, Jumlah Gay Penderita HIV Aids Di Purwakarta Meningkat." HIV/AIDS
pada gay ada di terminal terakhir karena mereka tidak punya istri sehingga
penyebaran sangat terbatas di komunitasnya. Bandingan dengan seorang suami yang
mengidap HIV/AIDS. Ada risiko dia menularkan HIV ke istrinya, jika istrinya
tertular maka ada pula risiko penularan secara vertikal ke bayi yang
dikandungnya kelak. Jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV kian banyak
jika seorang laki-laki mempunyai istri lebih dari satu. Sumber berita dan
wartawan yang menulis berita itu jelas tidak memahami epidemi HIV/AIDS di
masyarakat sehingga mereka lebih menonjolkan sensasi yaitu ‘gay’. Yang mengerikan
justru laki-laki heteroseksual yang mengidap HIV/AIDS karena jadi mata rantai
penyebaran HIV secara horizontal, terutama melalui hubungan seksual tanpa
kondom di dalam dan di luar nikah.
Ada lagi judul berita "‘Lelaki Suka Seks Lelaki’ Dominasi
Penderita HIV/AIDS di Gorontalo." Tentulah kabar baik kalau
kasus HIV/AIDS paling banyak pada kalangan LSL sehingga penyebaran HIV ke
perempuan (istri) dan bayi jadi bekurang. Namun, apakah ada cara-cara yang
sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS di kalangan laki-laki beristri? Kalau
tidak ada, maka pernyataan HIV/AIDS lebih banyak pada LSL tidak akurat.
Insiden HIV Baru
LSL Enggan Periksa Kesehatan, Diskes Sulit Deteksi Gay Pengidap
HIV/AIDS di Pekanbaru. Judul berita ini menunjukan
pemahaman terkait dengan epidemi HIV yang sangat rendah. Untuk apa mengurus
LSL, kecuali biseksual, karena mereka (gay) tidak punya istri. Yang jadi persoalan
besar adalah kalau pengidap HIV/AIDS seorang suami. Ada risiko penularan HIV
secara horizonal ke istrinya atau pasangan seksual lain. Apalai istrinya lebih
dari satu akibatnya jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV pun kian
banyak.
Ini juga: "Tercatat 94 ODHA di Cianjur, Mayoritas Perilaku LSL."
Kalau ini benar sebagai realitas sosial artinya di masyarakat memang kasus AIDS
mayoritas pada LSL tentulah kasus pada ibu rumah tangga dan bayi akan sedikit.
Persoalannya adalah: Apakah ada sistem untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS pada
laki-laki heteroseksual? Kalau tidak ada, maka pernyataan mayoritas perilaku
LSL tidak akurat karena tidak ada pembanding kasus HIV/AIDS pada laki-laki
heteroseksual. Jika hanya LSL yang diperhatikan, maka penyebaran HIV/AIDS
dengan mata rantai laki-laki heteroseksual akan jadi pemicu ledakan AIDS di
Cianjur.
"Survey KPA Kab. Sumedang: LSL Terbanyak Mengidap
HIV/AIDS." Di berita ini ada pernyataan: Penularannya pun harus segera
dihentikan. Jika tidak, ancaman penularan HIV/AIDS oleh kelompok LSL itu akan
menjadi bom waktu bagi masyarakat. LSL,
khususnya gay, tidak akan menyebarkan HIV di masyarakat karena komunitas mereka
terbatas. Yang menyebarkan HIV/AIDS di masyarakat adalah laki-laki
heteroseksual karena mereka mempunyai istri dan pasangan seks lain di masyarakat.
Bahkan, ada laki-laki heteroseksual yang istrinya lebih dari satu. Yang perlu
ditangani adalah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan
seksual, terutama dengan pekerja seks komersial (PSK).
Yang jadi masalah besar banyak daerah yang menepuk dada dan
mengatakan di daerahnya tidak ada PSK atau pelacuran hanya karena tidak ada
lokalisasi pelacuran. Ini salah besar karena transaksi seks dalam bentuk
pelacuran terjadi setiap saat dengan berbagai modus bahkan memakai telepon dan
media sosial.
Ini juga judul berita: "LSL Wajah Baru Penyumbang HIV-AIDS
Di Kota Ambon." Kasus HIV/AIDS pada LSL,
khususnya gay, sudah ada sejak awal epidemi. Belakangan banyak kasus yang
terdeteksi pada LSL karena penjangkauan dan kelompok dampingan. Apakah ada
jaminan di Kota Ambon tidak banyak laki-laki heteroseksual, terutama yang
beristri, yang melakukan hubungan seksual berisiko, khususnya dengan PSK? Lagi
pula HIV/AIDS pada LSL, khususnya gay, ada di terminal terakhir karena mereka
tidak punya istri. Penyebaran HIV/AIDS terbatas pada komunitas gay saja.
Laki-laki Heteroseksual
"Terdapat 1.500 tempat mangkal LSL di Jabar."
Celakanya, tidak ada perbandingan dengan jumlah tempat transaksi seks, baik
yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak langsung. Tempat transaksi seks
dalam bentuk pelacuran bisa terjadi di kamar-kamar kos-kosan, penginapan,
losmen, hotel melati, hotel berbintang dan apartemen. Ini yang potensial meningkatkan
jumlah kasus HIV/AIDS. Lagi pula tempat mangkal LSL hanya didatangi gay dan
biseksual, sedangkan di tempat transkasi seks ada laki-laki heteroseksual yang
sebagian beristri melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV.
"Kasus Baru HIV/AIDS Terbanyak dari Kalangan LSL atau
Homoseksual." Ini di Bali. Ini kabar bagus karena risiko
perempuan tertular HIV dan bayi yang akan lahir dengan HIV jadi kecil atau
sedikit. Sayang tidak ada perbandingan jumlah kasus HIV/AIDS pada LSL dan
laki-laki heteroseksual, terutama yang beristri.
"Penyebaran HIV dan AIDS Akibat LSL di Kota Cilegon Meningkat Tajam." Ini
jelas tidak akurat karena LSL, khususnya gay, tidak punya istri sehingga mereka
tidak bisa menyebarkan HIV/AIDS di masyarakat. Penyebaran HIV melalui LSL hanya
akan terjadi di komunitas LSL saja. Hanya melalui laki-laki heteroseksual
penyebaran HIV/AIDS yang efektif karena mereka punya istri dan pasangan seks
lain. Bahkan, tidak sedikit laki-laki yang punya istri dan selingkuhan lebih
dari satu. Dalam berita tidak ada perbandingan jumlah kasus pada LSL dan
laki-laki heteroseksual. Selain itu perlu juga ada penjelasan tentang cara
pendeteksian HIV pada LSL dan laki-laki heteroseksual. Ini akan menggambarkan
mengapa kasus HIV/AIDS lebih banyak terdeteksi pada LSL daripada laki-laki
heteroseksual.
"Dua Bulan Disurvey, Lelaki Suka Lelaki di Kota Tegal Ada 235 Orang." Jika
dikaitkan dengan epidemi HIV/AIDS perlu pembanding yaitu laki-laki
heteroseksual yang perilaku seksualnya berisiko tertular HIV/AIDS. Selain itu
perlu juga survei tentang jumlah PSK dan laki-laki pelanggannya. Dengan
pembanding ini bisa dilihat gambaran penyebaran HIV/AIDS di Kota Tegal.
"Matahati Catat Ada 383 Gay dan LSL di Pangandaran, 32 Diantaranya Tertular
HIV." Ini di Jabar. Sayang, tidak ada pembanding tentang jumlah laki-laki
heteroseksual yang beristri yang perilaku seksualnya berisiko tertular HIV.
Tidak ada pula penjelasan tentang jumlah PSK dan jumlah pelanggannya tiap
malam. Dengan pembanding ini akan bisa dilihat secara riil penyebaran HIV/AIDS
di Pangandaran.
Dari beberapa judul berita di atas bisa dilihat upaya banyak
pihak untuk memojokkan LSL, tapi mengabaikan penyebaran HIV/AIDS melalui laki-laki
heteroseksual. Ini menyesatkan karena bisa jadi bumerang yang bermuara pada
‘ledakan AIDS’ yang disebarkan oleh laki-laki heteroseskual. [] - Sumber: https://www.tagar.id/lsl-dikaitkan-dengan-aids-bisa-suburkan-homofobia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.