Ilustrasi (Foto: unaids.org)
Dalam berita “Dinkes Pekanbaru Deteksi 176 Kasus Baru HIV/AIDS” di “Tagar.id”, 30 September 2019, ada beberapa pernyataan yang tidak akurat
Oleh: Syaiful W. Harahap
Jakarta - Dalam berita disebutkan “176 penderita”. Ini tidak
akurat karena orang-orang yang terdeteksi HIV/AIDS tidak (otomatis) menderita.
Sebelum ada obat antireroviral (ARV) orang-orang yang tertula HIV akan sampai
pada masa AIDS, secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular, kondisi
yang mudah kena penyakit. Tapi, setelah ada obat ARV orang-orang yang tertular
HIV dan minum obat ARV sesuai dengan anjuran dokter akan tetap hidup seperti
orang-orang yang tidak mengidap HIV/AIDS.
Jumlah kasus kumulatif
HIV/AIDS dari tahun 2000 – Desember 2018 tercatat 3.016 yang terdiri atas 1.561
HIV dan 1.455 AIDS dengan 182 kematian.
Ada lagi pernyataan “menyerang kekebalan tubuh”. Ini juga tidak
akurat karena sebagai virus, HIV tidak menyerang sistem kekebalan tubuh, dalam
hal ini sel-sel darah putih. HIV menjadikan sel darah putih sebagai ‘pabrik’
untuk menggandakan diri (replikasi). Sel darah putih yang dijadikan HIV sebagai
‘pabrik’ rusak dan menghasilkan virus (HIV) baru.
Selanjutnya virus baru mencari sel darah putih untuk
menggandakan diri. Begitu seterusnya sehingga pada suatu saat kondisi yang
mengidap HIV/AIDS sampai ke masa AIDS. Tapi, dengan meminum obat ARV sesuai
dengan resep dokter kerusakan sel darah putih bisa diperkecil.
Dikatakan oleh Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Menular, Dinkes Pekanbaru, Provinsi Riau, Surya Delfiria: …. warga yang berusia
25-49 tahun ke atas merupakan usia dewasa atau usia produktif yang rentan terkena
virus HIV/AIDS karena pada usia tersebut penderita sudah berumah tangga.
Pernyataan di atas tidak benar karena kerentanan tertular HIV,
dalam hal ini melalui hubungan seksual, terjadi karena perilaku seksual orang
per orang bukan karena usia atau status pernikahan.
Disebutkan lagi oleh Surya Delfiria: …. akibat kebiasaan suka
berganti pasangan atau seks bebas maka
ini jadi penyebab utama bisa terjangkit virus HIV/AIDS.
Berganti-ganti pasangan bukan penyebab utama tertular HIV/AIDS tapi
merupakan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS. Penyebab tertular HIV/AIDS
melalui hubungan seksual karena hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di
luar nikah, dilakukan dengan pengidap HIV/AIDS.
Ada lagi pernyataan: "Jadi setiap perempuan atau laki-laki
yang sudah berumah tangga sebaiknya tetap setia pada pasangannya agar tidak terjangkit
virus …. “
Bisa saja terjadi sebelum menikah salah satu atau dua-duanya
mempunyai perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS sehingga ada
kemungkinan juga salah satu atau dua-duanya mengidap HIV/AIDS. Kalau salah satu
mengidap HIV/AIDS biar pun di dalam nikah bisa terjadi penularan HIV/AIDS.
Ini juga ada dalam berita “Untuk menekan bertambahnya korban
kami rutin mengggelar penyuluhan melalui Program Pencegahan HIV/AIDS dari Ibu
ke Anak (PPIA).” Kalau penyuluhan hanya kepada ibu-ibu itu sama saja dengan
‘menggarami laut’ karena perilaku yang berisiko justru suami (laki-laki).
Adalah hal yang mustahil istri meminta suami agar tidak melakukan hubungan
seksual berisiko di luar rumah.
Informasi ini yang juga ada dalam berita menunjukkan risiko
tertular HIV/AIDS pada istri atau ibu rumah tangga datang dari suami. “Tercatat
sampai akhir Desember 2018 sebanyak 303 ibu rumah tangga dinyatakan positif
terkena virus HIV/AIDS dibandingkan para penjaja seks yang hanya mencapai 270
orang.”
Membandingkan kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga dan pekerja
seks komersial (PSK) tidak relevan karena 100 laki-laki pengidap HIV/AIDS
melakukan hubungan seksual dengan 1 PSK, maka hanya 1 PSK yang berisiko tertular
HIV/AIDS. Bandingkan dengan 1 PSK yang mengidap HIV/AIDS seks dengan 100
laki-laki, maka ada 100 laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS. Kalau mereka
punya istri, maka ada 100 istri yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Soal kasus HIV/AIDS lebih banyak pada ibu rumah tangga, menurut
Surya Delfiria: “ … karena banyak para penjaja seks lebih memiliki edukasi mengenai
penyakit HIV/AIDS ini, sehingga mereka lebih berhati-hati dan mengantisipasi
dengan menggunakan kondom saat berhubungan seks.”
Data 270 PSK yang mengidap HIV/AIDS tampaknya tidak masalah bagi
Dinkes Kota Pekanbaru. Padahal, fakta ini jelas merupakan persoalan besar
karena setiap malam ada 3-5 laki-laki yang seks dengan PSK. Itu artinya dalam 1
malam ada 270 – 810 laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS (1 PSK x 3-5
laki-laki).
Berdasarkan uraian di atas, maka alasan Surya Delfiria yang
mengatakan jumlah kasus HIV/AIDS lebih banyak pada ibu rumah tangga daripada
PSK tidak benar karena PSK memiliki edukasi tidak benar. Lagi pula kalau PSK
meminta pelanggan memakai kondom tentu tidak ada ibu rumah tangga yang tertular
HIV dari suaminya karena suami mereka memakai kondom ketika seks dengan PSK.
Tapi, fakta menunjukkan sebaliknya sehingga alasan Surya Delfiria tidak masuk
akal.
Yang diperlukan adalah langkah di hulu yaitu program yang riil
untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui
hubungan seksual dengan PSK. Tanpa program yang riil, maka insiden infeksi HIV
baru akan terus terjadi yang kelak akan sampai pada ‘ledakan AIDS’. [] - Sumber: https://www.tagar.id/kenapa-aids-di-pekanbaru-banyak-pada-ibu-rumah-tangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.