Data Kemensos menunjukkan lokalisasi pelacuran terbanyak di Indonesia ada di wilayah Kaltim, termasuk di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara
Oleh: Syaiful W. Harahap dan Santi Florensia
Sitorus
Jakarta – Lokasi Ibu Kota Baru sudah
diputuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan dibangun di dua kabupaten di Provinsi Kalimantan
Timur (Kaltim), yaitu Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara (Kukar). Selain
180.000 aparatur sipil negara (ASN) dengan keluarga yang akan pindah ke ibu
kota baru itu, arus pendatang dengan berbagai latar belakang pekerjaan pun akan
menyerbu ke sana.
Salah satu aspek kehidupan yang akan ramai adalah
hiburan malam dengan berbagai sektor pendukung, seperti karaoke, panti pijat,
bar, diskotek, dan cewek penghibur termasuk pekerja seks komersial (PSK).
Lokalisasi
Terbanyak
Kehadiran hiburan malam yang terkait dengan
transaksi seks terkait langsung dengan epidemi penyakit atau infeksi yang
ditularkan melalui hubungan seksual, seperti sifilis (raja singa), kencing
nanah (GO), dan HIV/AIDS.
Seperti dilaporkan “Antara” (3 Agustus 2019)
sepanjang tahun 2019 ada tiga warga Kabupaten Penajam Paser Utara yang
meninggal terkait dengan HIV/AIDS. Dinas Kesehatan Penajam
Paser Utara menangani 74 kasus HIV/AIDS. Sedangkan di Kukar catatan di Dinkes
setempat menunjukkan sampai akhir tahun 2018 terdeteksi 200 kasus HIV/AIDS.
Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di
Kaltim sampai 31 Maret 2019 dilaporkan 8.228 yang terdiri atas 6.624 HIV dan
1.604 AIDS (Laporan Triwulan I/2019 - Ditjen P2P, Kemenkes RI, 11 Mei 2019).
Angka HIV/AIDS yang dilaporkan Penajam dan Kukar
memang kecil, tapi jika dikaitkan dengan epidemi HIV yang erat kaitannya dengan
fenomena gunung es,
maka angka itu hanya sebagian kecil dari kasus HIV/AIDS di Penajam dan Kukar.
Kasus yang terdeteksi (74) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke
atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat
digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
Salah satu mata rantai penyebaran HIV/AIDS adalah
perilaku laki-laki dewasa yang tidak memakai kondom jika melakukan hubungan
seksual dengan PSK, al. di lokalisasi pelacuran. Data Kemensos menunjukkan di
Indonesia ada 168 lokalisasi pelacuran. “Tahun ini target kita semua sudah
harus ditutup,” kata Alfian, sata Biro Humas Kemensos RI. Penutupan lokalisasi
juga didukung oleh pemerintah daerah setempat. Tapi, ada juga yang tutup sendiri. PSK
pulang pulang sendiri.
Lokalisasi terbanyak di Indonesia ada
di wilayah Kaltim yang tersebar di 31 lokasi. Diperkirakan ada 4.000 PSK yang
melayani laki-laki ‘hidung belang’ di semua lokasi pelacuran itu. Menurut Erna
Lesmana, Direktorat Rehabilitas Sosial Tuna Sosial dan KPO Subdit RSTS,
Kemensos RI, di wilayah Kabupaten Kukar terdapat 10 lokalisasi pelacuran dengan
jumlah PSK sebanyak 459. Lokalisasi pelacuran ada di Kelurahan Km 24, Muara
Kembang, Pasiran, Purwa Jaya, Kacangan, Gunung Pasir, Simpang Kitadin, Lebak
Cilong, Km 16, dan Badak.
Bermuara di
Masyarakat
Karena lokasi pelacuran di Kaltim, khususnya Kukar,
ditutup Kemensos bisa jadi transaksi seks akan terjadi di sembarang tempat dan
sembarang waktu dengan berbagai modus, seperti ponsel (online) dan media sosial.
Memang, dalam penutupan lokalisasi pelacuran
Kemensos memberikan uang bantuan
untuk membuka usaha sebesar Rp 6 juta. “Dana untuk buka usaha kemadirian di
daerah masing-masing agar mereka tidak kembali lagi jadi PSK,” ujar Erna kepada
"Tagar.id" di Kemensos, Jakarta, 28 Agustus 2019.
Persoalan yang terjadi adalah dengan menutup
lokalisasi pelacuran dan memulangkan PSK ke kampung asalnya dianggap tidak ada
lagi (praktek) pelacuran. Ini anggapan yang salah. Secara de jure pelacuran
dilarang, tapi secara de facto transaksi seks terus terjadi.
Transaksi seks melibatkan PSK langsung (PSK yang
mangkal di tempat-tempat tertentu, seperti lokalisasi pelacuran) dan PSK tidak
langsung (seperti cewek pemijat plus-plus, cewek penghibur, cewek diskotek,
pemandu lagu, dll.). Laki-laki dewasa, termasuk yang beristri jadi pembeli seks
pada PSK langsung dan PSK tidak langsung.
Transaksi seks tsb. tidak bisa diintervensi
sehingga risiko penularan penyakit, seperti GO dan sifilis serta HIV/AIDS
terhadap laki-laki yang membeli seks tidak bisa dikontrol. Laki-laki yang
tertular jadi mata rantai
penyebaran GO, sifilis dan HIV/AIDS di masyarakat melalui hubungan seksual
tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.