Ilustrasi (Sumber: precheck.com)
Ketika Thailand berhasil menurunkan insiden infeksi
HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial
(PSK) dengan program ‘wajib kondom 100 persen’, Indonesia pun ‘mencangkok’
program tsb. yang diwujudkan dalam bentuk peraturan daerah (Perda). Sampai Juli
2019 sudah ada 120-an
Perda AIDS di Indonesia.
Celakanya, Perda-perda AIDS yang bertebaran di
Nusantara tidak sejalan dengan program Thailand terutama terkait dengan sanksi.
Program kondom Thailand menghukum germo atau mucikari jika ada PSK anak asuhnya
terdeteksi mengidap IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom, seperti kencing nanah/GO,
raja singa/sifilis, klamidia, virus hepatitis B, dll.).
[Baca juga: Program Penanggulangan AIDS di Indonesia Mengekor ke Ekor ProgramThailand dan Perda AIDS diIndonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand]
Sedangkan di Indonesia yang dihukum di penjara
adalah PSK. Ini tidak mengatasi masalah tapi membuat masalah baru yaitu
menambah beban lembaga pemasyarakatan (Lapas). Selain itu satu PSK dibui,
ratusan PSK baru akan menggantikan tempat PSK yang dipenjarakan. Jika germo
yang diberikan sanksi tentulah germo akan memaksa anak asuhnya menolak
laki-laki kalau tidak pakai kondom.
Infeksi
HIV Baru
Dengan langkah yang diterapkan melalui Perda AIDS
insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK
akan tetap dan terus terjadi karena tidak ada kontrol yang ketat terkait dengan
pemakaian kondom pada kegiatan seks di pelacuran.
Yang bisa dilakukan melalui Perda AIDS hanyalah
sebatas menurunkan insiden infeksi HIV/AIDS baru melalui laki-laki yang
melakukan hubungan seksual dengan PSK. Tapi, langkah ini hanya bisa dilakukan
secara efektif jika praktek PSK dilokalisir. Sedangkan di Indonesia sejak
reformasi praktek PSK tidak lagi dilokalisir.
Maka, amatlah tidak masuk akal kalau kemudian Peraturan
Daerah Kabupaten Tegal,
Provinsi Jawa Tengah, Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS), ditetapkan di Slawi pada tanggal 28 Agustus 2018, menyebutukan
di Pasal 4 ayat (b) bahwa tujuan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS
adalah menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru.
Adalah hal yang mustahil ‘meniadakan infeksi HIV
baru’ karena hubungan seksual berisiko tertular HIV terjadi setiap saat tanpa
bisa diintervensi, yaitu:
(1). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis), bisa sebagai suami atau lajang, warga Kab Tegal yang
pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom di dalam nikah
dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kab Tegal, di luar wilayah Kab
Tegal atau di luar negeri karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb.
mengidap HIV/AIDS;
(2). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis) bisa sebagai istri atau lajang, warga Kab Tegal yang
pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom di dalam nikah
dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kab Tegal, di luar wilayah Kab
Tegal atau di luar negeri karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb.
mengidap HIV/AIDS;
(3). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis) warga Kab Tegal, bisa sebagai suami atau lajang,
yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan
perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti PSK, di wilayah Kab Tegal,
di luar wilayah Kab Tegal atau di luar negeri, karena bisa saja salah satu dari
perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,
PSK dikenal ada dua jenis, yaitu:
(a). PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata,
seperti yang mangkal di tempat pelacuran atau mejeng di tempat-tempat umum, dan
(b). PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat
mata. Mereka ini ‘menyamar’ sebagai anak sekolah, mahasiswi, cewek pemijat,
cewek pemandu lagu, ibu-ibu, dll. Dalam prakteknya mereka ini sama dengan PSK
langsung sehingga berisiko tertular HIV/AIDS.
(4). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis), warga Kab Tegal, bisa sebagai suami atau lajang,
yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan
waria di wilayah Kab Tegal, di luar wilayah Kab Tegal atau di luar negeri,.
Sebuah studi di Surabaya awal tahun 1990-an menunjukkan laki-laki pelanggan
waria umumnya laki-laki beristri. Ketika seks dengan waria mereka justru jadi
‘perempuan’ (dalam bahasa waria ditempong atau di anal) dan waria jadi
‘laki-laki’ (dalam bahasa waria menempong atau menganal).
Deteksi
Dini
(5). Laki-laki dewasa biseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis dan sejenis), warga Kab Tegal, bisa sebagai suami, yang pernah atau sering
melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di wilayah Kab Tegal, di luar
wilayah Kab Tegal atau di luar negeri, dengan perempuan dan laki-laki yang
berganti-ganti.
(6). Perempuan dewasa biseksual (secara seksual
tertarik dengan lawan jenis dan sejenis), bisa sebagai istri, yang pernah atau
sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di wilayah Kab Tegal,
di luar wilayah Kab Tegal atau di luar negeri, dengan perempuan dan laki-laki
yang berganti-ganti.
Apakah Perda AIDS Kab Tegal bisa melakukan
intervensi terhadap perilaku berisiko nomor 1 – 6? Tentu saja tidak bisa. Itu
artinya insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. Laki-laki dan perempuan
yang tertular HIV akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama
melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Yang beristri
atau bersuami menularkan ke istri atau suaminya.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kab Tegal mencatat sampai
Mei 2019 terdeteksi 933 kasus baru HIV/AIDS, sedangkan tahun lalu tercatat 872
kasus HIV/AIDS (jateng.tribunnews.com, 3/7-2019).
Salah satu langkah yang ditawarkan dalam Perda AIDS
adalah deteksi dini. Di Pasal 17 ayat (1)
diseburtkan pemeriksaan deteksi dini HIV-AIDS dilakukan untuk mencegah sedini
mungkin terjadinya penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV-AIDS.
Deteksi dini yang menemukan warga Kab Tegal yang
mengidap HIV/AIDS adalah langkah di hilir, yang diperlukan adalah langkah di
hulu yaitu program yang mencegah ada (lagi) warga Kab Tegal yang tertular HIV.
Sebelum warga Kab Tegal yang mengidap HIV/AIDS terdeteksi,
mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS sehingga mereka sudah menularkan
HIV ke warga lain terutama melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar
nikah.
Maka, ketika insiden infeksi HIV baru terus terjadi
dan warga yang tertular jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS tanpa mereka
sadari karena tidak ada ciri-ciri khas pada fisik dan keluhan kesehatan warga
yang mengidap HIV/AIDS. Itu artinya penyebaran HIV/AIDS di Kab Tegal jadi ‘bom
waktu’ yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. * [kompasiana.com/infokespro] *
Thank you for sharing in this article I can a lot and could also be a reference I hope to read the next your article update
BalasHapuswww.obatpembesarpenispermanen.com