12 September 2018

Takut AIDS Muncul akibat Seks dengan Dua Laki-laki Sewaktu di SMK

Ilustrasi (Sumber: abc.net.au)

Tanya Jawab AIDS No 2/Juli 2018

Oleh: Syaiful W. HARAHAP

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Tanya-Jawab AIDS ini dimuat di: "AIDS Watch Indonesia" (http://www.aidsindonesia.com) dan kompasiana.com/infokespro. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap,melalui: (1) Telepon (021) 8566755, (2) e-mail: aidsindonesia@gmail.com, (3) SMS 08129092017, dan (4) WhatsApp:  0811974977. Redaksi.
*****
Tanya: Selamat sore saya wanita sekarang berumur 30 tahun. Dulu waktu saya duduk di bangku SMK kelas 3 pernah berhubungan seksual tanpa kondom dengan 2 laki-laki yang berbeda. Tapi, sperma tidak dikeluarkan di dalam vagina.Sekarang saya tinggalin kedua laki-laki itu dan saya menikah dengan laki-laki lain. Yang saya takutkan usia pernikahan kami sekarang sudah berjalan 10 tahun. Saya tidak pernah ganti-ganti pasangan seks. Kalau bisa seumur hidup saya. Pertanyaan saya: Apakah bisa timbul penyakit (maksunya HIV/AIDS-pengasuh) karena seks ketika SMK dulu? Mohon pencerahannya.
Via SMS (10/3-2018)
Jawab: Ganti-ganti pasangan seks, di dalam dan di luar nikah, adalah perilaku yang berisiko tertular HIV karena bisa saja salah satu dari pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS. Risiko kian tinggi kalau hubungan seksual dilakukan dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom.
Risiko penularan bukan hanya melalui air mani [yang dikeluarkan di luar vagina bukan sperma tapi air mani karena sperma tidak bisa berpisah dengan air mani ibarat air (air mani) dengan ikan (sperma)], tapi juga melalui luka-luka mikroskopis pada penis dan vagina selama terjadi hubungan seksual.
Risikomu tertular HIV tergantung dari status HIV dua laki-laki yang lakukan hubungan seksual ketika di SMK dan suamimu.
Dengan rentang waktu 10 tahun setelah hubungan seksual jika tidak ada penyakit dengan gejala terkait AIDS itu artinya ada kemungkinan tidak terjadi penularan HIV ketika seks waktu di SMK. Rentang waktu dari tertular HIV ke masa AIDS secara statistik antara 5-15 tahun.
Salah satu gejala yang khas adalah kalau kena penyakit biasa, seperti diare dan batuk, akan sulit sembuh jika dibandingkan dengan yang tidak mengidap HIV/AIDS penyakit itu mudah disembuhkan.
Salah satu gejala yang khas adalah kalau kena penyakit biasa, seperti diare dan batuk, akan sulit sembuh jika dibandingkan dengan yang tidak mengidap HIV/AIDS penyakit itu mudah disembuhkan.
Kalau ada keluhan penyakit yang sulit disembuhkan, segera ke konseling ke Klinik VCT di Puskesmas atau rumah sakit di daerahmu. Kalau dua laki-laki yang seks denganmu ketika di SMK tidak mengidap HIV/AIDS, maka tidak akan timbul HIV/AIDS sebagai akibat seks tsb. * [kompasiana.com/infokespro] *
Dok Pribadi
Dok Pribadi

Takut Tertular HIV/AIDS karena Isap Payudara PSK

Ilustrasi (Sumber: momjunction.com)

Tanya Jawab AIDS No 1/Juli 2018

Oleh: Syaiful W. HARAHAP

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. 
Tanya-Jawab AIDS ini dimuat di: "AIDS Watch Indonesia" (http://www.aidsindonesia.com) dan kompasiana.com/infokespro. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap,melalui: (1) Telepon (021) 8566755, (2) e-mail: aidsindonesia@gmail.com, (3) SMS 08129092017, dan (4) WhatsApp:  0811974977. Redaksi.
*****
Tanya: Jika hanya menghisap /menjilat payudara pekerja seks komersial (PSK): (1) Apakah saya beresiko terkena HIV/AIDS? Soalnya, saya sangat ketakutan karena saya merasa seperti ada gejala AIDS, al. nyeri di pangkal paha dan ketiak, radang tenggorokan. Kemarin sempat nyeri di seluruh badan dari atas hingga bawah, dan berat badan saya turun sekitar 5 kg. (2) Apakah saya beresiko? (3) Apakah ini gejala tertuar HIV/AIDS?  
Via SMS (18/2-2918)
Jawab: Salah satu cairan yang jadi tempat HIV adalah air susu ibu (ASI). Nah, kalau PSK itu mengidap HIV/AIDS, maka di ASI-nya ada virus (HIV) yang cukup untuk ditularkan. Ketika Saudara menghisap atau menjilat payudara PSK ada kemungkinan ASI tertelan tanpa disadari.
Semula Badan Kesehatan Sedunia (WHO) menganjurkan agar perempuan pengidap HIV/AIDS tidak menyusui anaknya dengan ASI. Tapi, belakangan WHO memberikan rekomendasi seorang ibu pengidap HIV/AIDS boleh menyusui anaknya dengan ASI jika ibu itu rutin meminum obat antiretroviral (ARV). Seperti diketahui obat ARV menghambat laju replikasi HIV di dalam darah sehingga HIV seakan 'pingsan' dan tidak terdeteksi melalui tes HIV. Itu artinya HIV tidak bisa ditularkan melalui ASI ibu yang meminum obat ARV sesuai dosis yang diberikan dokter.
(1) dan (2). Karena di ASI ada HIV maka ketika ASI tertelan ada risiko tertular HIV. Tidak ada rujukan probabilitas (kemungkinan) tertular HIV melalui ASI.
(3). Tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS. Tapi, jika seseorang melakukan perilaku berisko yaitu kegiatan yang bisa jadi pintu masuk penularan HIV, maka untuk memastikan apakan gejala-gejala itu terkait dengan infeksi HIV hanya bisa diketahui melalui tes HIV sesuai dengan standar prosedur operasi yang baku.
Untuk menghilangkan kekhawatiran Saudara, silakan ikuti konseling di Klinik VCT di Puskesmas atau rumah sakit di daerah Saudara. * [kompasiana.com/infokespro] *
dok.pribadi
dok.pribadi

Pemuda dan Mahasiswa di Cilacap Tes HIV Pasangan Sebelum Seks

Ilustrasi (Sumber: theconscioushealthcentre.com)

Oleh: Syaiful W. HARAHAP

Marak seks bebas, pemuda di Cilacap pakai reagent HIV buat tes pasangan. Ini judul berita di merdeka.com (26/7-2018).
Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Kabupaten Cilcaap sampai Maret 2018 dilaporkan 1.124 orang di Kabupaten Cilacap dengan faktor risiko 95 persen hubungan seksual.
Cara yang dilakukan pemuda dan mahasiswa di Cilacap itu, menurut Manajer Kasus di Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), Kabupaten Cilacap, Rubino Sriadji, yaitu penyalahgunaan alat tes HIV bermula dari pengakuan sejumlah pemuda dan mahasiswa yang berkonsultasi dan mengaku cemas terinfeksi HIV. Mereka bercerita bahwa banyak diantara kawan sebayanya membeli alat tes HIV secara online.
Berdasarkan pengakuan pemuda dan mahasiswa itu, Rubino yang juga Konselor VCT "Cahaya Pita" di RSUD Cilacap, mengatakan: "Dari temuan sejumlah konsultasi, ditengarai hal ini menjadi tren anak muda dan mahasiswa di Cilacap. Tujuannya agar bisa mengetahui sedini mungkin pasangan seksualnya terinfeksi HIV atau tidak." Jika hasil tes HIV yang mereka lakukan negatif, mereka tidak lagi memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual.
Cara yang dilakukan pemuda dan mahasiswa di Cilacap, Jawa Tengah, itu benar-benar perbuatan orang dungu (KBBI: sangat tumpul otaknya; tidak cerdas; bebal; bodoh) dan diskrimanatif karena:
Pertama, cara yang dilakukan pemuda tsb. tidak sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yaitu dilakukan minimal tiga bulan setelah hubungan seksual berisiko dan penyalahguna narkoba dengan jarum suntik bergantian yang terakhir.
Bagaimana seorang pemuda yang akan ngeseks dengan seorang cewek mengetahui dengan pasti bahwa pasangannya yang akan dia tes HIV sudah melewati tiga bulan dari perilaku berisiko. Tentu saja tidak bisa!
Kedua, reagent mereka beli secara online. Ini tidak ada jaminan akurasi karena tidak direkomendasi oleh Kemenkes RI. Sedangkan Badan Kesehatan Sedua (WHO) merekomendsi reagent untuk tes HIV adalah ELISA.
Ketiga, setiap hasil tes HIV dengan ELISA harus dikonfirmasi dengan tes lain, seperti tes Western Blot atau dengan ELISA tiga kali tapi dengan cara yang berbeda dan reagent ELISA yang berbeda pula.
Nah, apakah pemuda Cilacap menjalankan standar ini? Jika standar ini tidak diterapkan itu artinya tes HIV tidak akurat.
Dok Pribadi
Dok Pribadi
Keempat, pada infeksi HIV dikenal masa jendela yaitu sejak HIV masuk ke tubuh sampai tubuh membentuk antibody HIV. Ini memakan waktu minimal tiga bulan. Nah, kalau tes HIV dilakukan pemuda Cilacap pada masa jendela hasilnya tidak akurat.
Kelima, tes HIV bukan mencari (virus) HIV di dalam darah, tapi mendeteksi antibody HIV.Maka, kalau tes HIV dilakukan di masa jendela itu artinya hasil tes bisa negatif palsu atau positif palsu.
Negatif palsu adalah hasil tes HIV tidak reaktif (negatif) karena belum ada antibody HIV, padahal sudah ada HIV di dalam darah.
Positif palsu adalah hasil tes reaktif (positif) karena reagent mendeteksi sesuatu tapi bukan antibody HIV padahal tidak ada HIV di dalam darah.
Risiko besar bagi pemuda Cilacap yang melakukan tes HIV ke pasangan sebelum seks jika tes HIV pada masa jendela karena hasil tes HIV adalah negatif palsu. Risiko tertular HIV sangat tinggi karena mereka tidak lagi memakai kondom, padahal hasil tes itu negatif palsu. Artinya, status HIV pasangan tidak diketahui dengan pasti.
Cara yang dilakukan pemuda di Cilacap itu pun diskriminatif karena pemuda itu sendiri tidak melakukan tes HIV. Ini merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM).
Jika cara-cara yang dilakukan pemuda dan mahasiswa itu ditiru oleh laki-laki beristri, maka penyebaran HIV di Cilacap akan terus-menerus terjadi sebagai 'bom waktu' yang kelak berakhir pada 'ledakan AIDS'. * [kompasiana.com/infokespro] *

Khayalan, Jakarta Zero AIDS Tahun 2030

rand.org

Oleh: Syaiful W. HARAHAP

Jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan program fast track untuk membasmi total AIDS di ibu kota. Ditargetkan pada 2030 Jakarta terbebas dari HIV/AIDS. Ini lead pada berita Jakarta Canangkan Zero AIDS 2030 (jpnn.com, 25/7-2018).
Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 24 Mei 2017 menyebutkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di DKI Jakarta priode 1987 -- 31 Maret 2017 mencapai 55.527 yang terdiri atas 46.758 HIV dan 8.769 AIDS. Jumlah ini menempatkan Jakarta pada peringkat pertama jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS secara nasional.
Pemprov DKI Jakarta sendiri sudah menelurkan peraturan daerah (Perda) No  5 Tahun 2008 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS, tapi perda ini tidak jalan karena tidak menyentuh akar persoalan (Baca jugaMenakar Keampuhan Perda AIDS Jakarta).
Pernyataan pada judul dan lead berita ini adalah khayalan karena adalah hal yang mustahil menghentikan penyebaran HIV/AIDS, terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah, karena tidak mungkin mengawasi perilaku seksual berisiko tertular HIV semua warga DKI Jakarta, khususnya laki-laki dan perempuan dewasa, di wilayah DKI Jakarta, di luar wilayah DKI Jakarta dan di luar negeri, yaitu:
(1).  Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah dengan perempuan yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,
(2). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada perempuan dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS,
(3). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di luar nikah dengan perempuan yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,
(4). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada perempuan dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di luar nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS,
(5). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), karena bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS.
PSK sendiri dikenal ada dua tipe, yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(2), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.
Adalah hal yang mustahil Pemprov DKI Jakarta bisa mengawasi perilaku seksual berisiko tertular HIV nomor 1-4 karena kondisi tersebut terjadi di ranah privat (pribadi). Tidak ada langkah yang bisa dilakukan untuk mengawasi perilaku berisiko nomor 1-4.
Sedangkan para perilaku seksual berisiko tertular HIV nomor 5 (a) hanya bisa dilakukan jika praktek transaksi seks dilokalisir sehingga bisa dilakukan intervensi berupa pemaksaan terhadap laki-laki memakaki kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung.
Tapi pada perilaku seksual berisiko tertular HIV nomor 5 (b) tidak bisa dilakukan intervensi karena transaksi terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai macam cara (modus), bahkan melalui ponsel dan media sosial.
***
Pencanangan "Zero AIDS 2030" kian mustahil karena langkah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, seperti dikatakan oleh Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Arifin mengatakan, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jakarta Selatan yang bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat akan bahaya AIDS dan bagaimana menghindarinya.
Edukasi tentang bahaya AIDS sudah dilakukan sejak awal epedemi, yang diakui pemerintah adalah Aprtil 1987 sedangkan epidemi HIV/AIDS di dunia sudah terjadi sejak 1981 [Baca juga: Menyoal (Kapan) 'Kasus AIDS Pertama' di Indonesia]. Sedangkan penanggulangan HIV/AIDS di Jakarta juga tidak efektif (Baca juga: Menyoal Pencegahan dan Penanggulangan AIDS di Jakarta).
Dok Pribadi
Dok Pribadi
Selain ada rentang waktu antara pemberian edukasi sampai dengan kondisi perubahan perilaku, juga materi edukasi selalu dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah). Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV dengan zina, selingkuh, melacur, dll.
Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual (salah ada kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom), bukan karena sifat hubungan seksual (zina, melacur, selingkuh, homoseksual, dll.).
Selama rentang waktu antara pemberian edukasi sampai terjadi perubahan perilaku bisa saja sudah terjadi penularan HIV (Lihat Gambar).
Dok Pribadi
Dok Pribadi
Langkah penanggulangan kian tidak mendukung "Zero AIDS 2030" karena seperti disebutkan dalam berita, yaitu: Sehingga upaya pencegahan yang dilakukan Pemprov DKI diantaranya melalui aksi door to door melayani dan mendatangi langsung para penderita HIV/AIDS. Dalam aksinya, lokja-pokja yang tersebar di Jakarta rutin menggelar sosialisasi serta pembekalan kepada pengidap HIV/AIDS. Dan yang ini: "Semisal, di Puskesmas petugas memberikan layanan dengan orang HIV/AIDS (ODHA). Kita ingin mereka melakukan pemeriksaan VCT diambil sample darahnya apakah positif atau negatif menderita HIV."
Langkah-langkah tsb. jelas dilakukan di hilir yaitu pada warga DKI yang sudah tertular HIV. Sebelum mereka terdeteksi ada kemungkinan mereka sudah menularkan HIV ke orang lain, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, karena mereka tidak menyadari sudah tertular HIV. Ini terjadi karena tidak tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan mereka.
Selain itu langkah di atas hanya terhadap pengidap HIV/AIDS (bukan penderita HIV/AIDS karena orang-orang yang tertular HIV tidak otomatis menderita) yang terdeteksi. Padahal, epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomana gunung es yaitu: jumlah kasus yang terdeteksi (46.758) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
Dok Pribadi
Dok Pribadi
Kasus-kasus HIV/AIDS pada warga DKI yang tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Penyebaran HIV terjadi dalam bentuk silent epidemic sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS". * [kompasiana.com/infokespro] *
*Jakal Km 5.6 Yogyakarta, 25/7-2018 ....

AIDS di Bengkulu, Insiden Infeksi HIV Baru pada Rentang Waktu Sosialisasi



Ilustrasi (Sumber: personalhealthnews.ca)

Oleh: Syaiful W. HARAHAP


Guna menekan angka penyebaran virus Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), anggota Komite III DPD RI Riri Damayanti John Latief meminta agar dinas terkait untuk terus melakukan sosialisasi tentang bahaya HIV diberbagai tempat. Ini lead pada berita Cegah Virus HIV/AIDS(pedomanbengkulu.com, 12/7-2018).
Sejak awal epidemi HIV/AIDS di Indonesia, diakui pemerintah sejak April 1987, sosialiasi tentang HIV/AIDS sudah dilakukan oleh berbagai kalangan mulai dari instansi sampai institusi dan LSM [Baca juga: Menyoal (Kapan) 'Kasus AIDS Pertama' di Indonesia].
Apa yang terjadi? Perilaku seksual berisiko sebagian warga tetap tidak berubah. Maka, insiden infeksi HIV baru pun terus terjadi. Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia per 31 Maret 2017, seperti dilaporkan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 24 Mei 2017 mencapai 242.699 yang terdiri atas 330.152 HIV dan  87.453 AIDS dengan 14.754 kematian.
Sedangkan di Provinsi Bengkulu dilaporkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sebanyak 865 yang terdiri atas 547 HIV dan 318 AIDS. Jumlah ini menempatkan Bengkulu pada peringkat ke-29 secara nasional.
Dok Pribadi
Dok Pribadi
Ada rentang waktu antara menerima sosialisasi HIV/AIDS dengan perubahan perilaku. Pada rentang waktu ini bisa saja seseorang tertular HIV karena perilaku seksualnya belum berubah sehingga ybs. melalukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV.
Perilaku berisiko tertular HIV melalui hubungan seksual, al.: Laki-laki heteroseksual (secara seksual tertarik kepada perempuan) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, seperti dengan pekerja seks komersial (PSK), kaena bisa saja ada di antara PSK itu yang mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko tertular HIV/AIDS.
PSK dikenal ada dua tipe, yaitu:
(1) PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(2) PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat plus-plus, 'artis', 'spg', cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, ibu-ibu rumah tangga, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.
Yang jadi persoalan dikesankan di Bengkulu dan daerah lain di Indonesia tidak ada lagi pelacuran karena tidak ada lokalisasi pelacuran yang dibina oleh dinas terkait, seperti dinas sosial. Tapi, tidak bisa dipungkiri transaksi seks yang sama saja dengan pelacuran yang melibatkan PSK tidak langsung tetap terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Celakanya, praktek transaksi seks yang melibatkan PSK tidak langsung tidak dilokalisir sehingga tidak bisa dilakukan intervensi untuk memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK tidak langsung. Itu artinya insiden infeksi HIV baru terus terjadi. Sedangkan praktek PSK langsung pun sudah ditutup.
Laki-laki yang tertular HIV jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah. Ini bisa terjadi karena orang-orang yang tertular HIV tidak menyadari diri mereka sudah mengidap HIV/AIDS karena tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.
Maka, yang diperlukan adalah langkah konkret berupa intervensi kepada laki-laki agar selalu memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.
Disebutkan oleh Riri: "Kampanyekan terus perilaku seksual yang sehat. Bagi yang sudah terinveksi, berikan pengayoman konsumsi obat secara teratur dan sesuai aturan. Cegah penularan ibu hamil positif mengidap HIV kepada anak."
Pernyataan Riri ini adalah bentuk sosialisasi moralistis yang tidak membumi, khususnya tentang 'perilkau seksual yang sehat'. Setiap hubungan seksual adalah sehat sehingga yang diperlukan untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual adalah hubungan seksual yang aman yaitu: (a). Tidak dilakukan dengan pengidap HIV/AIDS, dan (b). Pakai kondom ketika melakukan hubungan seksual yang berisiko.
Selama Pemprov Bengkulu tidak menjalankan program riil untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru, khusunya pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung, maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi. Kondisi ini adalah 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. * [kompasiana.com/infokespro] *