20 Maret 2018

AIDS di Batam, 500 PSK Akan Jalani Tes HIV


Oleh: Syaiful W HARAHAP


“Dinkes Batam akan Tes HIV/AIDS 500 Ibu Hamil dan 500 WPS.” Ini judul berita di metrobatam.com (7/3-2018).

Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Batam dari tahun 1992-Juni 2017 mencapai 8.101 yang terdiri atas 5.303 HIV dan 2.100 AIDS dengan 698 kematian (batampos.co.id, 4/12-2017).

Dalam epidemi HIV/AIDS tes HIV adalah langkah penanggulangan di hilir yaitu dilakukan setelah warga tertular HIV. Langkah Dinkes Batam, Kep Riau, ini hanya terbatas untuk menyelamatkan bayi dari risiko tertular HIV dari ibu yang mengandungnya.

Dalam berita disebutkan wanita pekerja seksual (WPS). Ini terminologi yang menyesatkan karena tidak ada perempuan pekerja seks komersial (PSK) yang menjajakan diri dengan menawarkan tubuhnya. Yang mencari-cari PSK untuk layanan seks justru laki-laki, sebagian di antaranya beristri (Baca juga: Pemakaian Katadalam Materi KIE AIDS yang Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia).

Yang perlu diingat adalah tes HIV terhadap PSK adalah survailans tes HIV karena tidak dilakukan tes konfirmasi. Survailans tes HIV adalah cara untuk mengetahui prevalensi (perbandingan antara yang HIV-positif dan HIV-negatif pada kalangan tertentu pada kurun waktu tertentu pula).

Kepala Dinas Kesehatan Batam, Didi Koesmarjadi, mengatakan tes ini dilakukan sebagai bentuk deteksi dini. Namun, deteksi terhadap warga yang sudah mengidap HIV/AIDS. Yang diperlukan adalah program yang menurunkan insiden infeksi HIV baru, khususnya pada laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Disebutkan di Batam ada 500 PSK. Kalau setiap malam seorang PSK melayani seks berisiko, laki-laki tidak memakai kondom, dengan 3-5 laki-laki maka setiap malam ada 1.500 – 2.500 laki-laki yang melakukan seks berisiko tertular HIV. Sebagian dari mereka ini adalah laki-laki beristri (Baca juga: Batam bisa Jadi ”Pintu Masuk” Epidemi HIV/AIDS Nasional).

Yang perlu dipertanyakan adalah: Apakah suami-suami ibu hamil itu juga menjalani tes HIV?
Tes HIV kepada ibu hamil menunjukkan perempuan selalu dijadikan korban dan suami yang tidak menjalani tes HIV akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Disebutkan: Tahun lalu, sedikitnya 624 WPS menjalani tes HIV/AIDS. Dan dari pemeriksaan tersebut tiga di antaranya positif HIV (Baca juga: Kepulauan Riau Menjadi Kawasan Transit HIV/AIDS?)

Tes HIV yang dilakukan terhadap PSK bisa menghasilkan negatif palsu (HIV sudah ada di dalam tubuh tapi tidak terdeteksi) atau positif palsu (HIV tidak ada di dalam tubuh tapi tes reaktif). Ini bisa terjadi kalau saat darah PSK diambil untuk dites berada pada masa jendela yaitu tertular HIV di bawah tiga bulan ketika dilakukan tes HIV.

Perlu juga diperhatikan 500 PSK yang akan dites HIV itu adalah PSK langsung yang bisa dikenali. Selain PSK langsung ada PSK tidak langsung yang melakukan transaksi seks melalui ponsel dan media sosial sehingga tidak terdeteksi.

Hasil tes HIV terhadap PSK yang mendeteksi 3 PSK mengidap HIV/AIDS tidak berarti PSK 621 PSK lain otomatis tidak mengidap HIV/AIDS. Selain itu hasil tes HIV hanya berlaku sampai darah diambil, setelah itu tidak ada jaminan PSK tsb. tidak mengidap HIV/AIDS karena mereka akan melayani laki-laki yang berganti-ganti setelah tes HIV.

Maka, selama Pemkot Batam tidak menjalankan program yang konkret yaitu intervensi terhadap laki-laki agar memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK. Laki-laki yang tertular HIV dari PSK akan jadi mata rantai menyebarkan HIV di masyarakat terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah.

Penularan HIV terjadi secara diam-diam sebagai ‘bom waktu’ yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. * [kompasiana.com/infokespro] *

Cewek Ini Seks dengan 9 Laki-laki yang Berbeda, Apakah Ada Risiko AIDS?




Ilustrasi (Sumber: istockphoto.com)

Oleh: Syaiful W HARAHAP

Tanya Jawab AIDS No 4/Marei 2018

Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Tanya-Jawab AIDS ini dimuat di: kompasiana.com/infokespro danAIDS Watch Indonesia” (http://www.aidsindonesia.com). Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap, melalui: (1) Telepon (021) 8566755, (2) e-mail: aidsindonesia@gmail.com, (3) SMS 08129092017, dan (4) WhatsApp:  0811974977. Redaksi.

*****

Tanya: Teman saya, seorang perempuan berumur 17 tahun, pernah berbuat seks dengan 9 orang yang berbeda. (1) Apakah itu sudah kena HIV? (2) Penyakit HIV itu sakitnya apa menyerang semua bagian tubuh? (3) Kalau mau tes HIV di mana?

Via WA (15/1-2018), dari Jawa Tengah

Jawab: (1) Perilaku teman itu jelas termasuk perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV karena bisa saja ada di antara 9 laki-laki itu ada yang mengidap HIV/AIDS sehingga temanmu berisiko tertular HIV. Apakah ada di antara laki-laki yang mengidap HIV/AIDS tidak bisa dilihat dari fisik mereka karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik orang-orang yang mengidap HIV/AIDS.

(2) HIV/AIDS bukan penyakit. HIV adalah virus yang menular dari orang yang mengidap HIV/AIDS malalui: (a) hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, (b) transfusi darah yang tidak diskirining, (c) air susu ibu (ASI) pada proses menyusui. Sedangkan AIDS adalah kondisi orang-orang yang tertular HIV setelah 5 – 15 tahun kemudian yang ditandai dengan mudah kena penyakit, disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.

HIV menggandakan diri di sel darah putih manusia yang jumlahnya mencapai miliaran copy setiap hari. Sel-sel darah putih yang dipakai HIV menggandakan diri rusak sehingga menurunkan sistem kekebalan tubuh dengan risiko mudah kena penyakit. Yang bisa mematikan pengidap HIV/AIDS adalah penyakit-penyakit yang masuk pada masa AIDS bukan karena HIV atau AIDS.

(3) Silakan ke Klinik VCT di Puskesmas atau Rumah Sakit Umum Daerah di tempatmu. Setiap daerah berbeda. Ada yang gratis. Kalau bayar juga sekitar 270.000 rupiah. Hasil tes HIV akan menentukan langkah kehidupan selanjutnya yang akan dibimbing oleh dokter dan tenaga medis serta konselor. * [kompasiana.com/infokespro] *

Menyoal Tren Penularan HIV/AIDS di Kabupaten Bogor

Ilustrasi (Sumber: huffingtonpost.ca)

Oleh: Syaiful W HARAHAP


“Tren penularan HIV/AIDS di Kabupaten Bogor kini lebih disebabkan oleh hubungan sesama jenis atau akrab disebut LGBT.” Ini ada di lead  berita “Tren Penularan HIV/Aids Bergeser ke LGBT” di inilahkoran.com, 7/3-2018.

Ini disebutkan terjadi di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Seperti disebutkan dalam berita dari tahun 2003-2017 kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Bogor yang mempunyai semboyan “Bumi Tegar Beriman” itu mencapai 1.511.

Pernyataan di lead berita ini benar-benar salah nalar. Ada beberapa hal yang ngawur pada lead berita ini, yaitu:

Pertama, penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena hubungan sesama jenis tapi karena salah satu atau kedua-dua pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS dan laki-laki, pada hubungan seksual homoseksual yang menganal, tidak memakai kondom.

Kedua, pernyataan ‘hubungan sesama jenis atau akrab disebut LGBT’ jelas ngawur bin ngaco karena biseksual dan transgender melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis.

Biseksual adalah laki-laki dan perempuan yang secara seksual tertarik ke lawan jenis dan sesama jenis. Sedangkan waria ada yang homoseksual dan ada pula yang heteroseksual (menikah dengan perempuan dan punya anak).

Yang jadi pertanyaan besar adalah identifikasi gay, biseksual dan waria melalui penjangkauan. Ada sumber primer yaitu yang bersangkutan, tapi ada juga sumber sekunder melalui orang lain yang mengtahui seseorang gay, biseksual atau waria. Yang celaka adalah kalau sumber tidak langsung yaitu ‘kata orang’, dll.

Dikatakan oleh Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P3M), Dinkes Kabupaten Bogor, dr Intan Widayati:Trennya sekarang lebih ke LGBT dengan usia produktif dan ibu rumah tangga. Bukan Wanita Tuna Susila (WTS).

Yang menularkan HIV ke ibu rumah tangga siapa? Ya, mereka adalah laki-laki heteroseksual yang jadi suami ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Sangata jelas yang banyak terpapar adalah ibu rumah tangga karena 1 PSK melayani 3-5 laki-laki setiap malam. Kalau ada 100 PSK yang mengidap HIV/AIDS jumlah itu tidak akan bertambah, tapi jumlah ibu rumah tangga yang berisiko tertular HIV terus bertambah seiring dengan jumlah suami-suami yang ngeseks tanpa kondom dengan PSK.

Coba kita bandingkan jumlah gay, biseksual, waria dan laki-laki heteroseksual yang berisiko tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

Gay ada dalam komunitas tersendiri. Biseksual punya istri sehingga jadi jembatan penyebaran HIV dari komunitas LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki) ke masyarakat, dalam hal ini istri dan pasangan seks lain.

Waria berkencan dengan laki-laki heteroseksual yang beristri sehingga laki-laki beristri jadi jembatan penyebaran HIV dari masyarakat ke komunitas waria dan sebaliknya.

Yang paling banyak adalah laki-laki heteroseksual yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK. Seorang PSK rata-rata melayani 3-5 laki-laki setiap malam. Nah, tinggal dikalikan dengan jumlah PSK yang beroperasi di Kab Bogor sudah kelihatan jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV. Ini hanya dari PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata. Sedangkan PSK tidak langsung tidak bisa dilacak karena transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu serta memakai sarana telekomunikasi, seperti ponsel dan media sosial.

Dengan fakta di atas apakah benar penularan HIV bergeser?

Kalangan gay, biseksual dan waria ada program penjangkauan. Sedangkan laki-laki heteroseksual yang melakukan transaksi seks dengan PSK tidak langsung tidak ada penjangkauan. Penjangkauan ke PSK langsung pun tentu sangat terbatas karena mereka tidak dilokalisir.

Dikatakan lagi oleh dr Intan:  "Tahun 2018 ini, kita genjot seluruh puskesmas melakukan tes HIV/AIDS. Karena tidak bisa dipungkiri jika masih banyak masyarakat malu untuk memeriksakan HIV. ....”

Tes HIV adalah penanggulangan di hilir. Artinya, Dinkes Kab Bogor membiarkan warga tertular HIV dulu baru tes HIV. Yang diperlukan adalah penanggulangan di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK.

Tidak semua orang berisiko tertular HIV, maka yang dianjurkan tes HIV secara sukarela bukan masyarakat tapi orang-orang yang sering melakukan perilaku berisiko, al. sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan PSK di wilayah Kab Bogor, di luar wilaya Kab Bogor atau di luar negeri.

Pernyataan Ketua DPC Gerakan Anti Narkoba (Granat) Kabupaten Bogor, Prastyo, ini juga menunjukkan pengetahuan tentang cara-cara penularan HIV yang tidak akurat: Penyebaran HIV/AIDS tidak bisa dilepaskan dari penggunaan narkoba.  peredaran narkoba di Kabupaten Bogor sangat memprihatinka karena semakin banyak pelajar terjerembab dalam dunia narkoba.

Risiko penularan HIV melalui narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) hanya bisa terjadi kalau narkoba dipakai dengan cara disuntikkan dan dilakukan secara bersama-sama dengan pemakaian jarum suntik yang bergantian dengan bergiliran.

Selama Pemkab Bogor, dalam hal ini Dinkes Kab Bogor, tidak menjalankan program penanggulagan di hulu insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi yang selanjutnya terjadi penyebaran HIV di masyarakat yang merupakan ‘bom waktu’ yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS.’. * [kompasiana.com/infokespro] *