Oleh: Syaiful W HARAHAP
“Dinkes Batam akan Tes HIV/AIDS 500 Ibu Hamil dan 500
WPS.” Ini judul berita di metrobatam.com (7/3-2018).
Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Batam dari tahun
1992-Juni 2017 mencapai 8.101 yang terdiri atas 5.303 HIV dan 2.100 AIDS dengan
698 kematian (batampos.co.id,
4/12-2017).
Dalam epidemi HIV/AIDS tes HIV adalah langkah
penanggulangan di hilir yaitu dilakukan setelah warga tertular HIV. Langkah
Dinkes Batam, Kep Riau, ini hanya terbatas untuk menyelamatkan bayi dari risiko
tertular HIV dari ibu yang mengandungnya.
Dalam berita disebutkan wanita
pekerja seksual (WPS). Ini terminologi yang menyesatkan karena tidak ada
perempuan pekerja seks komersial (PSK) yang menjajakan diri dengan menawarkan
tubuhnya. Yang mencari-cari PSK untuk layanan seks justru laki-laki, sebagian
di antaranya beristri (Baca juga: Pemakaian Katadalam Materi KIE AIDS yang Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia).
Yang perlu diingat adalah tes HIV terhadap PSK adalah
survailans tes HIV karena tidak dilakukan tes konfirmasi. Survailans tes HIV
adalah cara untuk mengetahui prevalensi (perbandingan antara yang HIV-positif
dan HIV-negatif pada kalangan tertentu pada kurun waktu tertentu pula).
Kepala Dinas Kesehatan Batam, Didi Koesmarjadi, mengatakan tes ini
dilakukan sebagai bentuk deteksi dini. Namun, deteksi terhadap warga yang sudah
mengidap HIV/AIDS. Yang diperlukan adalah program yang menurunkan insiden
infeksi HIV baru, khususnya pada laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan
PSK.
Disebutkan di Batam ada 500 PSK. Kalau setiap malam seorang PSK melayani
seks berisiko, laki-laki tidak memakai kondom, dengan 3-5 laki-laki maka setiap
malam ada 1.500 – 2.500 laki-laki yang melakukan seks berisiko tertular HIV.
Sebagian dari mereka ini adalah laki-laki beristri (Baca juga: Batam bisa Jadi ”Pintu Masuk” Epidemi HIV/AIDS Nasional).
Yang perlu dipertanyakan adalah: Apakah suami-suami ibu hamil itu juga
menjalani tes HIV?
Tes HIV kepada ibu hamil menunjukkan perempuan selalu dijadikan korban
dan suami yang tidak menjalani tes HIV akan jadi mata rantai penyebaran HIV di
masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar
nikah.
Disebutkan: Tahun lalu, sedikitnya 624 WPS menjalani tes
HIV/AIDS. Dan dari pemeriksaan tersebut tiga di antaranya positif HIV (Baca
juga: Kepulauan Riau Menjadi Kawasan Transit HIV/AIDS?)
Tes
HIV yang dilakukan terhadap PSK bisa menghasilkan negatif palsu (HIV sudah ada
di dalam tubuh tapi tidak terdeteksi) atau positif palsu (HIV tidak ada di
dalam tubuh tapi tes reaktif). Ini bisa terjadi kalau saat darah PSK diambil
untuk dites berada pada masa jendela yaitu tertular HIV di bawah tiga bulan
ketika dilakukan tes HIV.
Perlu
juga diperhatikan 500 PSK yang akan dites HIV itu adalah PSK langsung yang bisa
dikenali. Selain PSK langsung ada PSK tidak langsung yang melakukan transaksi
seks melalui ponsel dan media sosial sehingga tidak terdeteksi.
Hasil
tes HIV terhadap PSK yang mendeteksi 3 PSK mengidap HIV/AIDS tidak berarti PSK
621 PSK lain otomatis tidak mengidap HIV/AIDS. Selain itu hasil tes HIV hanya
berlaku sampai darah diambil, setelah itu tidak ada jaminan PSK tsb. tidak
mengidap HIV/AIDS karena mereka akan melayani laki-laki yang berganti-ganti
setelah tes HIV.
Maka,
selama Pemkot Batam tidak menjalankan program yang konkret yaitu intervensi
terhadap laki-laki agar memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual
dengan PSK. Laki-laki yang tertular HIV dari PSK akan jadi mata rantai
menyebarkan HIV di masyarakat terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di
luar nikah.
Penularan
HIV terjadi secara diam-diam sebagai ‘bom waktu’ yang kelak bermuara pada
‘ledakan AIDS’. * [kompasiana.com/infokespro] *