Ilustrasi
(Sumber: homeandhealthcaremanagement.com)
Oleh: Syaiful W. HARAHAP
*Heteroseksual justru penyumbang terbesar
kasus AIDS
“Belum
lagi berbagai komunitas publik yang terbentuk. Hubungan laki-laki antar
laki-laki, perempuan dengan perempuan atau yang dikenal dengan LGBT juga
menjadi penyumbang terbesar meningkatnya HIV/AIDS di Indonesia.” Ini
pernyataan dalam berita “Dokter Dewi Ungkap Indonesia Darurat HIV/AIDS Karena Alasan Ini” di bangka.tribunnews.com, 2/5-2018. Tidak
jelas apakah ini pernyataan dr Dewi Inong Irana, SpKK, FINSDV, FAADV atau
kesimpulan wartawan yang menulis berita ini.
Yang
jelas berpijak pada laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 24 Mei 2017
tentang jumlah kasus AIDS yang dilaporkan menurut faktor risiko tahun 2010-2017
menunjukkan jumlah kasus AIDS dengan faktor risiko homoseksual (gay dan waria)
4,23 persen dan biseksual 0.58 persen. Bandingkan dengan kasus AIDS melalui
faktor risiko heteroseksual yang mencapai 67,8 persen. Semua secara nasional.
Lalu,
kok bisa dizebutkan “....LGBT juga menjadi penyumbang terbesar meningkatnya
HIV/AIDS di Indonesia” Ini menyesatkan dan mendorong stigma (cap buruk)
serta diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS).
Selain
itu belum ada laporan kasus penularan HIV di dunia dengan faktor risiko
lesbian. Entah dari mana orang-orang yang menyebut LGBT penyumpang kasus
HIV/AIDS mendapat data tentang kasus penularan HIV dengan faktor risiko
lesbian.
Yang bisa dijadikan tolok ukur adalah kasus AIDS karena sudah menjalani
tes HIV dengan konfirmasi sesuai dengan standar prosedur tes HIV yang baku
Badan Kesehatan Dunua (WHO). Sedangkan kasus HIV tidak semua menjalani tes
konfirmasi, seperti laporan kasus dari PMI yang hanya berdasarkan uji saring
darah donor.
Kasus
kumulatif HIV/AIDS di Provinsi Bangka Belitung (Babel) per 31 Maret 2017 sesuai
dengan laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 24 Mei 2017 berjumlah 1.323
yang terdiri atas 873 HIV dan 450 AIDS. Jumlah ini menempatkan Babel pada
peringkat 25 secara nasional.
Disebutkan
dalam berita meningkatnya penyakit HIV/AIDS ini ada beberapa faktor. Tapi
faktor utamanya disebabkan karena pergaulan bebas dan melakukan hubungan seks
yang tidak aman.
Tidak
jelas apa yang dimaksud dengan pergaulan bebas. Ini terminologi bermuatan moral
yang tidak eksplisit artinya. Lagi pula kalaulah yang dimaksud dengan
‘pergaulan bebas’ adalah hubungan seksual di luar nikah, maka itu hanya
perilaku berisiko yang tidak otomatis terjadi penularan HIV.
Soalnya,
penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar
pernikahan jika salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki
tidak memakai kondom. Ini fakta medis.
“
.... hubungan seks yang tidak aman” juga bukan penyebab penularan HIV karena
kalau kedua pasangan itu tidak mengidap HIV, maka biar pun melakukan hubugan
seksual yang tidak aman yaitu laki-laki tidak memakai kondom, tapi dua-duanya
HIV-negatif maka tidak ada (risiko) penularan HIV.
Epidemi
HIV/AIDS di Indonesia sudah ada sejak tahun 1987, tapi informasi tentang
HIV/AIDS tetap saja tidak akurat karena dibalut dengan norma, moral dan agama
sehingga lebih kental sebagai mitos (anggapan yang salah).
Maka,
langkah-langkah atau cara-cara pencegahan pun selalu dibalut dengan moral
seperti pernyataan dr Dewi ini: “Cara mencegahnya mulai sekarang harus bergaul
sehat, artinya jangan seks bebas. Di luar negeripun sudah mulai bergaul sehat.
Di Indonesia, adanya internet anak-anak banyak yang melihat informasinya, tapi
informasi yang mereka terima tidak lengkah atau bahkan salah. Akibatnya mereka
melakukan pergaulan bebas diusia dini hingga akhirnya terkena HIV.”
Bergaul
sehat pun yaitu melakukan hubungan seksual sesuai dengan norma, moral, agama
dan hukum kalau salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki
tidak pakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual tetap ada risiko
penularan HIV (Baca juga: GuruAgama Ini Kebingungan Anak Keduanya Lahir dengan AIDS).
‘Seks
bebas’ juga adalah terminologi yang ngawur karena tidak jelas artinya. Istilah
ini terjemahan bebas dari free sex yang justru tidak dikenal dalam kosa kata
Bahasa Inggris. Silakan lihat kamus-kamus Bahasa Inggris. Tidak ada entry atau
lema free sex.
Kalau ‘seks bebas’ adalah zina, maka zina bukan penyebab penularan HIV.
Penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual
(seks bebas, zina, melacur, dll.), tapi karena kondisi ketika terjadi hubungan
seksual yaitu salah satu atau dua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak
memakai kondom.
Selama informasi HIV/AIDS hanya sebatas mitos, maka selama itu pula
insiden infeksi HIV baru akan terjadi yang pada gilirannya terjadi penyebaran
HIV di masyarakat yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. *
Mungkin untuk artikel kedepannya bisa ditambahkan bahwa untuk dapat menularkan hiv masih ada syarat yg harus dipenuhi tidak serta merta salah satu pasangan mengidap hiv dan seks dilakukan tanpa kondom.
BalasHapusOdha dgn VL undetectable sudah tidak menularkan secara sexual walaupun hubungan seks tanpa kondom (harus memenuhi syarat VL undetectable, patuh ARV dan bebas IMS)...silahkan dicheck diberbagai web international terkait campaign U=U (yang saya sendiri gk tau kenapa gk pernah sampai ke Indonesia infonya)