Ilustrasi (Sumber: netdoctor.co.uk)
Oleh: Syaiful W HARAHAP
Dinas Kesehatan Sulut (Sulawesi Utara-pen.) mencatat ada
445 Pekerja Seks Komersil (PSK) yang terdata sebagai kelompok rentan menyebar
HIV/AIDS di Sulut. Ini lead pada berita “445 PSK di Sulut
Mengidap HIV/AIDS, Tapi yang Paling Banyak Kelompok Pekerja Ini” (tribunnews.com, 23/2-2018).
Pernyataan pada lead berita yang menyebutkan: “ .... (PSK) yang terdata sebagai kelompok
rentan menyebar HIV/AIDS di Sulut” merupakan stigma (cap buruk) terhadap PSK
dan mengabaikan potensi dan peran laki-laki ‘hidung belang’ sebagai penular ke
PSK dan sebagai jembatan menyebarkan HIV dari PSK ke masyarakat, dalam hal ini
pasangan mereka.
Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 24 Mei 2017,
menyebutkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Sulut sampai dengan tanggal 31
Maret 2017 adalah 4.609 yang terdiri atas 3269 HIV dan 1340 AIDS. Dengan jumlah
ini Sulut ada di peringkat ke-17 jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS secara
nasional.
Data ini sangat menarik jika dibawa ke realitas
sosial. Sayang, wartawan yang menulis berita itu sama sekali tidak mengulas
data itu sebagai bagian dari epidemi HIV/AIDS. Wartawan berkutat pada angka dan
kalangan yang disebut-sebut banyak terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Jika disimak dari aspek kesehatan masyarakat, maka 445
PSK pengidap HIV/AIDS itu merupakan masalah besar karena mereka akan menularkan
HIV kepada ratusan bahkan ribuan laki-laki.
Secara medis seseorang terdeteksi mengidap HIV melalui
tes HIV minimal sudah tertular 3 bulan sebelum tes HIV. Nah, kalau seorang PSK
melayani 3-5 laki-laki setiap malam, maka sebelum tes HIV seorang PSK berisiko
menularkan HIV kepada 180 – 300 laki-laki (1 PSK x 3-5 laki-laki x 20 hari x 3
bulan).
Nah, catatan Dinkes menyebut ada 445 PSK yang mengidap
HIV/AIDS di Sulut. Maka, jumlah laki-laki warga Sulut yang berisiko tertular
HIV dari PSK pada rentang waktu sebelum tes HIV adalah: 80.100 – 133.500
laki-laki (445 PSK x 180 – 300 laki-laki).
Kalau ada di antara PSK itu yang tertular HIV lebih dari
3 bulan sebelum tes HIV itu artinya jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV
lebih banyak lagi.
Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki yang melakukan
hubungan seksual dengan PSK itu bisa sebagai remaja, lajang, suami, atau duda.
Bagi yang punya isteri akan menularkan HIV ke isterinya (horizontal). Jika
isterinya terular HIV maka ada pula risiko penularan ke bayi yang dikandungnya
kelak (vertikal).
Sebaliknya, jika 445 PSK itu tertular HIV di Sulut
berarti ada 445 laki-laki yang mengidap HIV di Sulut yang menularkan HIV ke 445
PSK. Laki-laki yang menularkan HIV ke PSK ini dalam kehidupan sehari-hari bisa
sebagai remaja, lajang, suami, atau duda. Bagi yang punya isteri akan
menularkan HIV ke isterinya (horizontal). Jika isterinya terular HIV maka ada
pula risiko penularan ke bayi yang dikandungnya kelak (vertikal).
Seperti disebutkah oleh Daisy Waworuntu, Pengelola Kantor Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) Sulut, 445 PSK itu adalah PSK langsung yang bisa
dijangkau oleh mitra kerja KPA yaitu lembaga swadaya masyarakat (LSM). Padahal,
dalam prakteknya PSK ada dua macam, yaitu;
(1).
PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau
lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(2).
PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru
sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam
kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau
pemegang kekuasaan), cewek online, dll.
Bertolak dari fakta yang disampaikan Daisy, maka jumlah
laki-laki yang berisiko tertular HIV akan lebih banyak lagi dari
hitung-hitungan di atas. Transaksi seks yang terjadi dengan PSK tidak langsung
bisa terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu sehingga tidak bisa
dijangkau.
Maka, yang
harus segera dilakukan oleh Pemprov Sulut, dalam hal ini Dinas Kesehatan dan
KPA, adalah menjalankan program berupa intervensi terhadap laki-laki pelanggan
PSK langsung agar memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan
PSK. Atau sebaliknya, tidak pakai kondom dengan PSK tapi pakai kondom ketika
sanggama dengan isteri.
Tes HIV pada
kalangan berisiko dan ibu rumah tangga yang hamil adalah penanggulangan di
hilir. Yang diperlukan adalah langkah penanggulangan di hulu karena sangat
menentukan penyebaran HIV di Sulut. Sedangkan peraturan daerah (Perda)
penanggulangan AIDS Sulut sama sekali tidak bisa diandalkan (Baca juga: Menguji Peran Perda HIV/AIDS Prov Sulawesi Utara*).
Jika langkan penanggulangan di hulu tidak segera
dilakukan, maka penyebaran HIV di masyarakat Sulut merupakan ‘bom waktu’ menuju
‘ledakan AIDS’. * [kompasiana.com/infokespro] *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.