Ilustrasi
(Sumber: impatientoptimists.org)
Oleh: Syaiful W HARAHAP
“Acquired Immuno
Deficieny Syndrome (AIDS), saat ini menjadi momok yang paling menakutkan
masyarakat di berbagai penjuru dunia. Penyakit yang menyerang sistim kekebalan
tubuh manusia ini, diketahui hingga kini belum ditemukan penawarnya.” Ini lead
pada berita “Perda Penanggulangan HIV-AIDS untuk Jaminan Hak Konstitusional Masyarakat”
(tangerangonline.id, 16/1-2018).
Lead berita ini menunjukkan tingkat
pengetahuan wartawan atau redaktur terkait dengan HIV/AIDS sebagai fakta medis.
Pertama, kalau pun
disebut jadi momok bukan AIDS tapi HIV karena HIV adalah virus yang menular
melalui cara-cara yang sangat khas, seperti hubungan seksual di dalam dan di
luar nikah dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom dengan seseorang yang
mengidap HIV/AIDS.
Kedua, AIDS adalah kondisi seseorang
yang tertular HIV setelah 5-15 tahun kemudian yang ditandai dengan berbagai
penyakit yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.
Ketiga, AIDS bukan penyakit atau virus
sehingga tidak bisa menyerang sistem kekebalan manusia. Yang merusak sistem
kekebalan manusia adalah HIV tapi bukan menyerang. Sebagai retrovirus HIV
menggandakan diri pada sel-sel darah putih manusia. Sel-sel darah putih, yang
juga disebut sistem imun manusia, yang dijadikan HIV sebagai ‘pabrik’ rusak.
Virus-virus baru, jumlahnya mancapi miliran copy per hari, juga mengandakan
diri lagi dengan memakai sel darah putih sebagai ‘pabrik’. Begitu seteresnya
sampai pada satu masa, disebut masa AIDS, dengan kondis sistem imnu manusia
jadi sangat rendah.
Keempat, ada obat
HIV/AIDS yaitu obat antiretroviral (ARV) yang menurunkan penggandaan HIV di
darah. Obat ARV bukan menyembuhkan. Penyakit lain, seperti darah tinggi dan
diabetes juga belum ada obat yang menyembukan, tapi ada obat untuk mengatasi
penyakit ini.
Kelima, vaksin HIV juga belum
ditemukan. Kalau kelak vaksin HIV ditemukan, maka banyak orang yang perilakunya
seperti binatang karena tidak takut lagi tertular HIV (Baca juga: AIDS: Obat dan Vaksin Akan Membuat (Perilaku) sebagian Orang SepertiBinatang).
Selain
itu harapan untuk vaksin juga paradoks karena kondom yang juga mencegah penularan
HIV melalui hubungan seksual ditolak banyak kalangan (Baca juga: Ironis: Kondom Ditolak, Vaksin AIDS Ditunggu-tunggu).
Dalam
berita disebutkan Anggota Komisi ll DPRD Kota Tangerang Selatan (Tangsel),
Shinta W Chairuddin, mengatakan bahwa masyarakat harus mengetahui dan mengenali
tanda-tanda penularan penyakit mematikan tersebut agar terhindar AIDS.
Bukan
tanda-tanda tapi cara-cara penularan. Masyarakat termakan mitos (anggapan yang
salah) karena informasi tentang HIV/AIDS selalu bibalut dengan moral dan agama
sehingga fakta medis HIV/AIDS hilang. Misalnya, disebutkan bahwa HIV/AIDS
merupakan penyakit pekerja seks komersial (PSK), laki-laki gay, pelaku seks
menyimpang, dll.
Padahal,
penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (di
luar nikah, zina, melacur, seks anal, dll.), tapi karena kondisi saat terjadi
hubungan seksual (salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki
tidak pakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual).
Ada
juga pernyataan ‘penyakit mematikan’. Ini salah karena belum ada kasus kematian
pengidap HIV/AIDS karena HIV atau AIDS. Kematian pengidap HIV/AIDS terjadi di
masa AIDS karena penyakit infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.
Disebut
juga ‘agar terhindar AIDS’. AIDS tidak menular karena bukan penyakit dan tidak
pula virus.
Disebutkan:
“ .... penularan dan penyebaran HIV/AIDS sangat rentan dan berisiko bagi
sejumlah kelompok seperti LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender),
pemakai Narkoba, dan penjaja seks.” Ini pernyataan Anggota Komisi ll DPRD Kota
Tangerang Selatan (Tangsel), Shinta W Chairuddin.
Kerentanan
dan risiko tertular HIV bukan karena orientasi seksual dan kelompok, dalam hal
ini LGBT, tapi karena perilaku seksual orang per orang. Seorang heteroseksual
bisa rentan dan berisiko tinggi tertular HIV kalau sering melakukan hubungan
seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang
berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti
PSK.
Fakta
menunjukkan kasus HIV/AIDS terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga. Itu artinya
suami mereka melakukan perilaku seksual yang berisiko. Jika dikaitkan dengan
rencana Pemkot Tangel membuat peraturan daerah (Perda) tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV-AIDS: Bagaimana dengan istri yang tertular HIV dari suami? Apakah
ada sanksi hukum bagi suami?
Soalnya,
Shinta berharap program-program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ke depan
dapat mempertimbangkan aspek hukum dan hak asasi manusia dengan tetap
mengedepankan pemberdayaan, kemitraan, dan kesetaraan.
Yang
terjadi sekarang adalah ibu-ibu hamil dianjurkan tes HIV, sementara suami mereka
ada yang menolak tes HIV. Itu artinya suami ibu-ibu hamil yang terdeteksi
mengidap HIV/AIDS akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.
Risiko
penularan HIV pada penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya)
hanya terjadi jika narkoba dipakai dengan cara menyuntik dan alat suntik
dipakai secara bersama-sama dengan bergiliran.
Pemakaian
kata ‘penjaja seks’ tidak tepat karena PSK tidak menjajakan, maaf, vaginanya.
Yang mencari PSK untuk berzina justru laki-laki, bahkan ada yang beristri. Lagi
pula pemakain terminologi itu merendahkan harkat dan martabat manusia (Baca
juga: Pemakaian Kata dalam Materi KIE AIDS yang MerendahkanHarkat dan Martabat Manusia).
Provinsi
Banten sendiri sudah punya Perda AIDS yang diikuti oleh Kab Tangerang. Tapi,
perda-perda itu tidak jalan karena pasal-pasal penanggulangan tidak menukik ke
akar masalah yaitu cara-cara yang realistis dalam mencegah penularan HIV (Baca
juga: Perda AIDS Prov Banten: Menanggulangi AIDS denganPasal-pasal Normatif).
Saat
ini sudah ada 110 perda AIDS mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota di
seluruh Indonsia, tapi semuanya hanya pada ranah moral yang tida bisa
diaplikasikan sebagai bagian yang ril dari pencegahan HIV/AIDS di masyarakat.
Celakanya, perda-perda itu hanya copy-paste sehingga nasib semua perda sama,
termasuk kelak Perda AIDS Tangsel. * [kompasiana.com/infokespro] *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.