Ilustrasi (Sumber: kitodiaries.com)
Oleh: Syaiful W HARAHAP
Hiruk-pikuk
pembicaraan, talkshow di televisi,
wawancara di radio, perdebatan, diskusi, dll. tentang LGBT (lesbian, gay,
biseksual dan transgender) melebar ke sana ke mari. Yang muncul kemudian adalah
bentuk-bentuk penolakan yang mengarah ke fobia berupa rasa takut berlebihan.
Padahal, persoalan ‘kan hanya kekhawatiran LGBT jadi sah
melalui organisasi sehingga punya kekuatan hukum untuk menggolkan kepeintingan
mereka, al. perkawinan sejenis. Soalnya, selain di Eropa dan Amerika di Asia
pun sudah ada negara yang melegalkan perkawinan sejenis.
Ada usulan agar hubungan seksual yang dilakukan LGBT masuk
ranah pidana. Cuma, ada soal di sini. Biseksual juga melakukan hubungan seks
vaginal dengan lawan jenis. Sedangkan lesbian tidak melakukan seks penetrasi
sehingga tidak memenuhi unsur kejahatan seksual.
Waria pun sebenarnya menyalurkan dorongan seksual dengan
lawan jenis, tapi yang melakukan seks anal dan seks oral kepada mereka justru
laki-laki heteroseksual. Sebuah studi di Surbaya di awal tahun 1990-an
menunjukkan laki-laki beristri justru jadi ‘perempuan’ ketika melakukan seks
anal dengan waria. Dalam bahasa waria laki-laki beristri itu ditempong (dianal)
dan waria sebagai penempong (penganal).
Salah satu alasan suami-suami yang melakukan seks anal dengan
waria adalah mereka tidak mengingkari cinta karena tidak memakai penisnya
ketika berzina (Baca juga: Lebih Tuntas denganWaria).
LGBT adalah orientasi seksual yaitu kecenderungan seseorang
tertarik secara seksual. Ada heteroseksual (laki-laki tertarik ke perempuan dan
sebaliknya), homoseksual (laki-laki tertari kepada laki-laki disebut gay dan
perempuan tertarik kepada perempuan disebut lesbian), serta biseksual
(laki-laki tertarik ke perempuan dan laki-laki dan sebaliknya).
Orientasi seksual ada di alam pikiran. Adalah naif
memidanakan alam pikiran karena tidak kasat mata. Kalau ada wacana ‘basmi’
LGBT, maka korban hanya yang kasat mata yaitu waria (transgender). Apa salah
waria sebagai manusia? LGBT bisa dijerat dengan hukum jika ketertarikan seksual
mereka lakukan dengan sesama jenis (Baca juga: Orientasi Seksual Ada di AlamPikiran).
Keribuatan yang jadi kegaduhan tentang LGBT terjadi karena
tidak jelas apa yang ditakutkan. Tapi, belakangan mulai ada pemikiran yang
jernih sehingga jelas tujuannya yaitu melarang perkawinan sejenis dengan
implikasi hubungan seksual sesama jenis jadi perbuatan yang melawan hukum. Ini
baru masuk akal.
Dalam sebuah tulisan di detiknews
(Kolom: Kriminalisasi LGBT, 24/1-2018) disebutkan:
“Alasan lain yaitu LGBT menjadi salah satu kelompok yang rentan terkena
HIV/AIDS.” Ini jelas tidak akurat karena risiko penularan HIV melalui hubungan
seksual bukan karena orientasi seksual dan sifat hubungan seksual (zina, di
luar nikah, pra nikah, melacur, selingkuh, dll.), tapi karena kondisi (saat
terjadi) hubungan seksual (salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan
laki-laki tidak pakai kondom setiap kali hubungan seksual.
Hubungan sesama jenis merupakan perbuatan yang melawan hukum
karena ada larangan perkawinan sejenis. Hubungan seksual, seks vaginal, oral
dan anal ‘kan ada penetrasi. Bagaimana dengan hubungan seksual pada lesbian
yang tidak ada penetrasi?
Yang kacau lagi adalah ketidakpahaman banyak kalangan, bahkan
polisi dan aktivis juga wartawan dan redaktur tentang perbedaan gay dan waria
serta seks anal dan sodomi.
Harian "Radar Bogor" (18/12-2017)
Padahal, sodomi adalah istilah yang terkait dengan hukum yang
mengacu ke hubungan seksual yang dilakukan ke bagian-bagian tubuh yang bukan
alat reproduksi, seperti anus, mulut, dll.
Sepeti pernyataan Kapolresta Tangerang Komisaris Besar Sabilul Alif
ini:”Anak-anak itu kemudian meminta ajian semar mesem kepada tersangka. Atas
permintaan itu, tersangka bersedia memberikan ajian semar mesem asalkan ada
mahar (semacam kompensasi) uang. Namun, untuk mahar uang, anak-anak mengaku
tidak memilikinya. Tersangka kemudian mengatakan, mahar uang bisa diganti
asalkan anak-anak bersedia disodomi.” (Kekerasan Seksual, Polresta Tangerang
Ungkap Kasus Paedofilia dengan Korban 25 Anak, Harian “KOMPAS”, 4/1-2018).
Dari kasus itu tersangka yaitu WS alias Babeh adalah pelaku paedofilia yaitu
laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seksual dengan anak-anak umur 7-12
tahun tanpa kekerasan, sehingga penyebutan ‘ .... bersedia disosomi’ ....
bertolak belakang dengan fakta. Kalau sodomi dilakukan dengan paksaan atau
dalam bentuk pelacuran anak, sedangkan paedofilia melakukan seks anal atau seks
vaginal dengan cara-cara yang bukan kekerasan, memberikan hadiah, memberikan
uang, menjanjikan sesuatu, menjadikan sebagai anak angkat, anak asuh bahkan
sebagai pasangan hidup.
Yang jadi persoalan bukan hanya soal seks anal dalam hubungan
sejenis, tapi tidak sedikit pacar dan istri yang dipaksa melakukan seks anal
dan seks oral bahkan posisi “69” (Baca juga: Perkosaan dalam Perkawinan danBiseksual Jauh Lebih Serius daripada Zina dan Homoseks). Ada yang menyebutkan ini ranah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
tapi tidak pas karena di sini ada relasi kekuasaan yang tidak seimbang dalam
ikatan pernikahan. Istri berada pada posisi powerless dan voiceless sedangkan
suami pegang kendali dengan powerfull dan voicefull (Baca juga: "NakedPower" Alat untuk Lakukan Pelecehan dan Kekerasan Seksual terhadapPerempuan).
Ketika hiruk-pikuk soal LGBT, yang pada intinya tengan ‘seks
sejenis’, ada kesan seks oral (cunnilingus lida ke vagina dan fellatio mulut ke
penis), seks anal dan posisi “69” pada pasangan suami-istri tidak jadi masalah.
Masalahnya adalah ada istri yang tidak siap melakukan posisi-posisi itu dengan
hati terbuka. Jangankan menikmati mendengar istilah-istilah itu saja banyak
perempuan yang mual-mual.
Jika bicara dari aspek hukum positif, maka seks oral dan seks
anal serta posisi “69” adalah perbuatan yang melawan hukum, tapi celakanya
hanya ditujukan kepada LGBT. Sedangkan istri-istri yang dipaksa suami melakukan
seks oral, seks anal dan posisi “69” hanya bisa pasrah melakoni sesuatu yang
membuat mereka mual. * [kompasiana.com/infokeespro[ *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.