Ilustrasi
(Sumber: hopkinsmedicine.org)
Oleh: Syaiful W HARAHAP
Dengan menyebut (rancangan) peraturan
daerah (Raperda) pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tentulah ada pasal yang
aplikatif secara konkret untuk mencegah dan menanggulangi epidemi HIV/AIDS.
Sayang,
yang terjadi pada 110 Perda AIDS pada tingkat provinsi, kabuparen dan kota di
Indonesia justru sebaliknya. Judul perda sama sekali tidak tercermin secara
konkret dalam pasal-pasal di perda (Baca juga: Perda AIDS di Indonesia:Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand). Pemprov Banten sendiri
sudah menelurkan Perda AIDS, tapi sama saja dengan perda-perda lain hanya
sebatas peraturan pada tataran moral (Baca juga: Perda AIDS Prov Banten:Menanggulangi AIDS dengan Pasal-pasal Normatif).
Pintu Masuk AIDS
Perda
AIDS Provinsi Riau, misalnya, menyebutkan mencegah penularan HIV/AIDS adalah
dengan ‘meningkatkan iman dan taqwa’.
Yang
jadi masalah adalah: (a) apa alat ukur dan takaran iman dan taqwa yang bisa
mencegah penularan HIV/AIDS, dan (b) siapa yang berhak mengukur dan menakar
iman dan taqwa seseorang agar masuk ketegori tidak tertular HIV (Baca juga: MenyibakPeran Perda AIDS Riau dalam Penanggulangan AIDS Riau).
Begitu
pula dengan Raperda AIDS Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Prov Banten, yang
juga tidak mempunyai pasal yang aplikatif dalam mencegah penularan HIV dan
menanggulangi epidemi HIV/AIDS (Baca juga: Raperda AIDS Tangsel, Apakah KelakAda Pasal-pasal Konkret Pencegahan HIV/AIDS?).
Dari
aspek epidemi HIV/AIDS ada belasan ‘pintu masuk’ HIV ke warga Tangsel (Baca
juga: 17 'Pintu Masuk' HIV/AIDS Luput dari Raperda HIV/AIDSProv Lampung).
Dari belasan ‘pintu masuk’ itu yang potensial al. melalui:
(1).
Laki-laki
dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan perempuan) penduduk Tangsel,
asli atau pendatang, yang tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom,
di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah
Kota Tangsel, Prov Banten, di luar wilayah Provinsi Banten atau di luar negeri.
Jika laki-laki ini beristri, maka dia akan menularkan HIV ke istrinya
(horizontal). Kalau istrinya tertular HIV kelak ada pula risiko penularan ke
bayi yang dikandung istrinya (vertikal). Bisa juga terjadi laki-laki ini punya
istri lebih dari satu, ada pula pasangan seks lain, bisa juga dengan pekerja
seks komersial (PSK).
(2).
Perempuan
dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan laki-laki) penduduk
Tangsel, asli atau pendatang, yang tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa
kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti di
wilayah Kota Tangsel, Prov Banten, di luar wilayah Provinsi Banten atau di luar
negeri. Jika perempuan ini bersuami, maka dia akan menularkan HIV ke suaminya.
Ada pula risiko penularan HIV ke bayi yang dikandungnya. Bisa juga terjadi
laki-laki ini punya istri lebih dari satu, ada pula pasangan seks lain, bisa
juga dengan PSK.
(3).
Laki-laki
dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik kepada perempuan) penduduk Kota
Tangel, asli atau pendatang, yang tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa
kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK
langsung dan PSK tidak langsung, waria, atau perempuan pelaku kawin-cerai di
wilayah Kota Tangsel, Provinsi Banten, di luar wilayah Provinsi Banten atau di
luar negeri. Jika laki-laki ini beristri, maka dia akan menularkan HIV ke
istrinya. Kalau istrinya tertular HIV kelak ada pula risiko penularan ke bayi
yang dikandung istrinya. Bisa juga terjadi laki-laki ini punya istri lebih dari
satu, ada pula pasangan seks lain, bisa juga dengan PSK.
Tipe PSK
Yang perlu
diketahui adalah PSK dikenal dua tipe, yaitu:
(a).
PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau
lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(b).
PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru
sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam
kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau
pemegang kekuasaan), dll.
(4).
Laki-laki
dewasa biseksual (secara seksual tertarik dengan perempuan dan laki-laki)
penduduk Tangsel, asli atau pendatang, yang tertular HIV melalui hubungan
seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki dan
perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kota Tangsel, Prov Banten, di luar
wilayah Provinsi Banten atau di luar negeri. Jika laki-laki ini beristri, maka
dia akan menularkan HIV ke istrinya (horizontal). Kalau istrinya tertular HIV
kelak ada pula risiko penularan ke bayi yang dikandung istrinya. Bisa juga terjadi
laki-laki ini punya istri lebih dari satu, ada pula pasangan seks lain, bisa
juga dengan pekerja seks komersial (PSK).
(5).
Laki-laki dan perempuan yang tertular HIV melalui penyalahguna narkoba
(narkotika dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik yang dipakai secara
bersama-sama dengan bergiliran di wilayah Kota Tangsel, Prov Banten, di luar wilayah Provinsi Banten atau
di luar negeri. Jika punya pasangan (istri atau suami), maka dia akan
menularkan HIV ke pasangannya. Kalau istrinya tertular HIV kelak ada pula
risiko penularan ke bayi yang dikandung istrinya. Bisa juga terjadi laki-laki
ini punya istri lebih dari satu, ada pula pasangan seks lain, bisa juga dengan
pekerja seks komersial (PSK).
Lalu, dalam
Raperda AIDS Tangsel itu apa langkah-langkan konkret untuk memutus mata rantai
penyebaran HIV/AIDS, al. melalui lima ‘pintu masuk’ di atas?
Pencegahan
diatur di Pasal 16 ayat (2) Pencegahan penularan melalui hubungan seksual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui upaya:
a.
tidak melakukan hubungan seksual bagi orang yang belum menikah;
b.
setia kepada satu pasangan seksual;
Langkah
huruf a sama sekali tidak bersinggungan langsung dengan salah satu atau kelima
‘pintu masuk’ HIV/AIDS di atas. Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual
bukan karena sifat hubungan seksual (belum menikah, di luar nikah, zina,
melacur, selingkuh, dll.), tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual
yaitu salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan suami atau laki-laki
tidak pakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual.
Sedangkan
langkah pada huruf b juga tidak tepat karena bisa saja setia pada kurun waktu
tertentu kemudian pisah, selanjutnya setia dengan pasangan lain, pisah lagi,
dst. Artinya, kesetiaan terjadi di antara orang-orang yang sering
berganti-ganti pasangan di dalam nikah.
Transaksi Seks
Kasus
HIV/AIDS pada keluarga guru agama di Kota Medan, Sumut, awal tahun 2000-an ini
menunjukkan kesetiaan yang juga rentan. Ketika anak guru agama itu lahir
terdeteksi mengidap HIV/AIDS yang tertular dari ibunya. Guru agama tadi tes
HIV, hasilnya positif. Istri pertamanya juga positif HIV dan anak yang
dilahirkan istri pertama yang berjarak dekat dengan kelahiran anak dari istri
kedua juga positif HIV. Sedangkan anak pertama dari istri pertama HIV-negatif
yang lahir sebelum guru agama itu menikahi istri kedua. Nah, guru agama ini
tertular dari istri kedua, yang kemudian guru agama ini menularkan HIV ke istri
pertama. Istri kedua guru agama ini tertular HIV dari suaminya.
Pasal
16 ayat (1) disebutkan: Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a (pencegahan penularan HIV melalui
hubungan seksual) merupakan upaya untuk mencegah seseorang yang terinfeksi HIV
dan/atau penyakit IMS menularkan melalui hubungan seksual. Ayat (2)
menyebutkan: Pencegahan penularan
melalui hubungan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
upaya: f. peningkatan penggunaan kondom 100% (seratus persen) pada setiap
hubungan seks berisiko
Pasal
itu benar-benar lelucon karena program tsb. hanya bisa dilakukan terhadap PSK
langsung di lokalisasi pelacuran. Di Banten sendiri penulis selalu diingatkan
agar hati-hati bicara jika menyebut kondom. Sejak reformasi ada euforia menutup
lokalisasi pelacuran yang akhirnya menyebarkan transaksi seks ke berbagai
penjuru dan berbagai macam tempat serta sembarang waktu.
Tak
satu pun pasal yang menukik langsing ke empat ‘pintu masuk’ HIV/AIDS di atas. Hanya
pintu masuk nomor 5 yang diatur dalam Raperda AIDS Tangsel yaitu di Pasal 16. Itu
artinya penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat di Kota Tangerang
Selatan akan terus terjadi melalui 4 pintu sebagai ‘bon waktu’ yang kelak
bermuara pada ‘ledakan AIDS’. * [kompasiana.com/infokespro] *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.