Ilustrasi (Sumber: www.theredpumpproject.org)
Oleh: Syaiful W HARAHAP
Sebuah berita dengan judul “Ibu Rumah Tangga Lebih Rentan Terinfeksi HIV daripada
PSK, Kok Bisa?” (kompas.com,
1/12-2017) jadi antiklimaks dan kontra produktif terhadap penanggulangan HIV/AIDS
di Indonesia. Dari aspek jurnalistik judul itu pun tergolong sebagai bohong (hoax) karena bertolakbelakang dengan
fakta (medis) terkait dengan epidemi HIV/AIDS.
Pelanggan PSK
Seorang ibu rumah tangga pada kurun waktu selama
terikat pernikahan hanya melakukan hubungan seksual dengan suaminya sehingga
risiko tertular HIV pun hanya daria suaminya. Ini bisa terjadi kalau suaminya
melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV, yaitu:
(1) Pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di
dalam dan di luar nikah, dengan kondisi tidak memakai kondom dengan perempuan
yang berganti-ganti, dan
(2) Pernah atau sering melakukan hubungan seksual
dengan kondisi tidaka memakai kondom dengan perempuan yang sering
berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), yakni:
(a)
PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau
lokalisasi pelacuran atau di jalanan,
(b)
PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru
sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam
kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau
pemegang kekuasaan), dll.
(3) Pernah atau sering melakukan hubungan seksual
tanpa kondom melalui seks anal dengan waria.
Kalau seroang ibu rumah tangga melayani seorang suami
tidak setiap malam, tapi seorang PSK tiap malam melayani 3-7 laki-laki. Risiko
tertular HIV sangat tinggi karena dalam satu bulan seorang PSK ‘bekerja’ 20-25
hari. Itu artinya setiap bulan seorang PSK melayani hubungan seksual tanpa
kondom dengan ratusan laki-laki. Jika di antara ratusan laki-laki itu ada yang
mengidap HIV/AIDS, maka PSK tsb. berisiko terular HIV/AIDS.
Selanjutnya setiap malam PSK yang tertular HIV/AIDS
melayani hubungan seksual dengan 3-7 laki-laki tanpa kondom. Di antara
laki-laki itu ada yang beristri sehingga kalau laki-laki tsb. tertular HIV dari
PSK, maka ada pula risiko penularan HIV ke isteri melalui hubungan seksual
dalam ikatan pernikahan yang sah.
Catatan Kemenkes RI sampai akhir tahun 2012 ada 6,7
juta laki-laki Indonesia yang jadi pelanggan 230.000 PSK langsung. Dari jumlah
ini 4,9 juta di antaranya beristri (antarabali.com,
9/4-2014). Sampai
September 2014 dilaporkan ada 6.539 ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap
hIV/AIDS (nasional.republika.co.id, 15/1-2015).
Jumlah ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap
HIV/AIDS diketahui melalui tes HIV pada saat hamil. Sedangkan kasus HIV/AIDS
pada PSK sebagian besar didapat melalui survailans tes HIV yang dilakukan
secara sporadis di tempat-tempat pelacuran terbuka yang melibatkan PSK
langsung. Tidak semua tempat transaksi seks dijangkau untuk menjalankan
survailans tes HIV (survaians tes HIV hanya untuk mengetahui perbandingan
jumlah PSK yang mengidap HIV/AIDS dan yang tidak mengidap HIV/AIDS saat
tertentu).
Kesimpulan yang menyatakan ibu rumah tangga lebih
berisiko tertular HIV daripada PSK bertolak dari jumlah kasus HIV/AIDS pada ibu
rumah tangga dibandingkan dengan jumlah kasus HIV/AIDS pada PSK. Ini membuat
kesimpulan dengan jalan pikiran sendiri bukan dengan analisis data. Coba lihat
Gambar. Puluhan bahkan ratusan laki-laki melakukan hubungan seksual tanpa
kondom dengan 1 PSK. Maka, biar pun ratusan laki-laki yang ngeseks itu mengidap
HIV/AIDS yang tertular hanya 1 PSK. Sebaliknya, 1 PSK yang mengidap HIV/AIDS
melayani hubungan seksual tanpa kondom dengan ratusan laki-laki yang sebagian
di antaranya beristri. Nah, kalau separuh saja dari laki-laki itu yang tertular
HIV tentulah jumlah ibu rumah tangga yang tertular HIV akan jauh lebih banyak
dari PSK.
Dalam berita disebutkan: Dikutip
dari Kompas.com, Selasa (10/11/2017), Mareno selaku Koordinator
D-KAP Riau, organisasi pemerhati HIV/AIDS Riau berkata bahwa PSK justru lebih
bersiap untuk mencegah HIV dengan memakai kondom.
Sudut Pandang Laki-laki
Fakta
menunjukkan PSK tidak pernah memakai kondom karena di Indonesia tidak ada
penjualan kondom perempuan. Pernyataan organisas pemerhati HIV/AIDS Riau itu
ngawur. Yang dilakukan di Indonesia adalah PSK meminta agar laki-laki memakai
kondom ketika melakukan hubungan seksual. Program ini tidak efektif karena
banyak faktor, misalnya, larangan sosialisasi kondom, tidak ada sanksi bagi
laki-laki yang menolak memakai kondom, dll.
Biar
pun di lokalisasi pelacuran diberlakukan ‘wajib kondom 100 persen’ bagi
laki-laki yang akan ngeseks dengan PSK tetap saja tidak berguna karena ada saja
PSK yang melayani pacar atau suaminya tanpa kondom. Padahal, pacar dan suami
itu juga ngeseks di tempat lain. Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian di
satu lokalisasi pelacuran yang menerapkan program ‘wajib kondom 100 persen’,
tapi tetap saja ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS (infeksi menular seksual,
seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepatitis B, virus kanker
serviks, jengger ayam, klamidia, herpes genitalis, dll.), bahkan HIV/AIDS.
Berita
ini pun menghakimi ibu-ibu rumah tangga melalui pernyataan: Masalah ini
diperkeruh dengan keengganan ibu rumah tangga untuk mencegah penyebaran dan
penularan HIV.
Pernyataan
itu benar-benar tidak masuk akal sehat karena ibu-ibu rumah tangga adalan objek
yang jadi korban. Bagaimana mungkin
seorang istri bertanya kepada sumai tentang perilaku seks suami di luar rumah
atau meminta suami memakai kondom ketika sanggama. Bisa terjadi kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) karena banyak laki-laki yang memakai pola patriarkat dengan
menempatkan istri sebagai sub-ordinat laki-laki (baca: suami).
Ada lagi pernyataan: “Adapun ibu rumah tangga lebih
banyak ditularkan oleh suaminya yang berperilaku menyimpang di luar rumah,”
.... Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan
seksual, dalam hal ini menyimpang, tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan
seksual yaitu salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.
Ini fakta. Kalau sepasang laki-laki dan perempuan tidak mengidap HIV/AIDS apa
pun bentuk, sifat, gaya, dll. hubungan seksual yang mereka lakukan tidak ada
pernah terjadi penyularan HIV/AIDS.
Disebutkan: Artikel Hellosehat yang
ditulis oleh Fauzan Budi Prasetya dan datanya ditelaah oleh dr Tania Savitri
mengungkapkan bahwa masih banyak ibu rumah tangga yang menolak menjalani tes
HIV.
Itu
artinya artikel tsb. ditulis dengan sudut pandang laki-laki sehingga memojokkan
perempuan. Mengapa bukan suami yang menjalani tes HIV ketika istrinya hamil?
Selama penanggulagan HIV/AIDS tidak menukik ke fakta
medis tentang penularan dan pencegahan, maka selama itu pula penyebaran HIV
terus terjadi yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. * [kompasiana.com/infokesprohttps://www.kompasiana.com/infokespro/5a3749385e137317921b0376/hoax-ibu-rumah-tangga-lebih-rentan-terinfeksi-hiv-daripada-psk] *