09 Agustus 2017

Blow Job: Risiko AIDS dan Kanker Rongga Mulut

Ilustrasi (Sumber: DHgate.com) 

Oleh: Syaiful W. HARAHAP

Seks oral disebut sebagai ‘blow job’ (BJ) menjadi salah satu ‘gaya’ penyaluran dorongan seksual agar terhindar dari risiko kehamilan bagi pasangan yang tidak menikah dan variasi bagi pasangan yang menikah. Ada juga pasangan yang menjadikannya sebagai ‘pemanasan’ (foreplay) sebelum melakukan hubungan seksual vaginal penetrasi.

Selama ini seks oral hanya dikaitkan dengan risiko penularan HIV (virus yang menyebabkan kondisi AIDS setelah tertular HIV antara 5-15 tahun yaitu penyakit dengan lebir dari 70 indikasi medis). Tapi, kalangan ahli AIDS menyebutkan bahwa risiko penularan HIV melalui seks orang sangat kecil. Belum ada kasus HIV/AIDS dengan faktor risiko seks oral.

Tapi, belakangan ini muncul penyakit di rongga mulut yang justru bisa memicu kematian. Kalangan medis di Indonesia sudah mencatat kematian seorang penderita kanker lidah. Situs berita kompas.com (8/8-2017) menyebutkan kisah seorang laki-laki yang meninggal karena kanker lidah. Memang, kanker lidah tidak otomatis tertular karena seks oral, tapi penyakit-penyakit menular yang ditularkan melalui seks oral seperti kencing nanah (GO), sifilis (raja singa), dll. memicu infeksi yang kemudian mendorong perkembangan sel kanker yang ada pada tubuh.

Yang perlu diingat bahwa seks oral menjadi salah satu pintu masuk human papiloma virus (HPV). National Health Service di Inggris menyebutkan, 90 persen orang yang aktif secara seksual akan terpapar HPV dari berbagai strain. Ada puluhan strain atau jenis HPV yang kini telah diketahui. HPV yang masuk umumnya bisa hilang sendiri dari tubuh dalam kurun waktu 2 tahun. Namun, pada 2-3 persen individu, HPV bisa tetap tinggal di tubuh, menginfeksi sel skuamosa, dan akhirnya memicu mutasi sel yang ujung-ujungnya adalah kanker (kompas.com, 8/8-2017),

Risiko Kanker Melalui "BJ"

Memang, risiko penularan HIV melalui seks oral (dikenal sebagai ‘BJ’ – blow job) kecil, tapi sekarang muncul kasus-kasus kanker mulut, kanker lidah dan kanker tenggorokan yang terjadi karena penularan melalui seks oral. Sudah ada yang mati karena kanker lidah. Ada dua jenis seks oral yaitu:

Fellatio yaitu penis dirangsang melalui mulut dengan bibir dan lidah: risiko terbesar ada pada perempuan dan laki-laki yang mengoral karena kalau air mani laki-laki yang dioral tumpah di rongga mulut ternyata mengandung HIV, sifilis, GO, dll. ada risiko penularan ke perempuan dan laki-laki yang mengoral jika ada luka-luka atau infeksi di rongga mulut, korongkongan, dan gusi. Laki-laki yang dioral juga ada risiko tertular penyakit yang ada di air ludah yang mengoral. Luka-luka yang dimaksud bukan luka terbuka seperti kena pisau, tapi luka-luka mikroskopis. Contohnya, ketika kumur-kumur setelah menyikat gigi gusi tersa perih. Nah, itu artinya sudah ada perlukaan dan itulah pintu masuk virus, bakteri, dll. yang ada dalam air mani yang tumpah di rongga mulut.

Cunnilingus yaitu vagina dirangsang oleh laki-laki dan perempuan dengan mulut memakai bibir dan lidah. HIV ada di cairan vagina, maka ada risiko penularan HIV jika ada luka-luka di bibir dan lidah laki-laki dan permepuan yang melakukan cunnilingus.


 Ilustrasi (Sumber: Spreadshirt)

Pasangan yang melalukan seks oral dan foreplay dengan seks oral bisa saling melakukan yaitu laki-laki atau suami melalukan cunnilingus dan perempuan (istri) melakukan fellatio. Ini dikenal sebagai gaya “69”.

Probabilitas tertular penyakit melalui seks oral kian besar kalau dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti di dalam dan did luar nikah dengan kondisi yang dioral tidak memakai kondom.

Ada baiknya mencari foreplay yang tidak bisa menjadi sumber penularan penyakit. Ini jauh lebih baik karena terhindar dari penularan penyakit yang bisa menyebabkan kematian. * [Disclaimer: yang menular melalui seks oral adalah HIV sebagai virus, disebutkan AIDS hanya untuk memudahkan sebagian pembaca yang lebih akrab dengan istilah AIDS daripada HIV-pen.). * [kompasiana.com/infokespro] *

06 Agustus 2017

Tes HIV Bagi Calon Mempelai Laki-laki Pembuktian Laki-laki Tidak Perjaka

Ilustrasi (Sumber: Shuttersctock) 

Oleh: Syaiful W. HARAHAP

Paradoks: Tes HIV sebelum menikah hanya bagi calon mempelai laki-laki, sebaliknya ada tes keperawanan tapi tidak ada tes keperjakaan ....

Tes HIV kepada calon mempelai laki-laki membuktikan bahwa laki-laki sudah pernah melakukan hubungan seksual kalau ybs. tidak pernah memakai jarum suntik bergantian dalam penyalahgunaan narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) .

Tes HIV calon pengantin itu menunjukkan bias gender dan tidak konsekuen jika dikatikan dengan tes keperawanan.  Dalam beberapa aturan perempuan diwajibkan menjalani tes keperawanan, sedangkan laki-laki tidak wajib menjalani tes keperjakaan [Tes Keperawanan adalah Diskriminasi dan (Tes) Keperawanan Vs Tanpa (Tes)Keperjakaan: Diskriminasi terhadap Perempuan].

Dalam katan pernikahan di satu sisi calon mempelai perempuan dianggap tidak bernah melakukan hubungan seksual, tapi ketika tes keperawanan ada dugaan perempuan sudah pernah melakukan hubungan seksual. Padahal, penularan HIV tidak hanya melalui hubungan seksual penetrai secara vaginal karena bisa saja terjadi hubungan seksual penetrasi secara anal dan oral. Soalnya, ada kecenderungan pasangan yang belum menikah menghindari kehamilan dengan seks oral dan seks anal.

Laki-laki yang terdeteksi negatif pada tes sebelum menikah tidak jaminan sebagai suami dia akan bebas HIV/AIDS sampai mati karena bisa saja dalam ikatan pernikahan yang sah suami melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV (Tes HIV Sebelum Menikah Dikesankan Sebagai"Vaksin AIDS", Kesalahan Terbesar dalam Penanggulangan HIV/AIDS). Perilaku tsb. adalah:

(1) Melakukan hubungan seksual dengan kondisi tidak pakai kondom dengan perempuan yang berganti-ganti di dalam nikah (kawin-cerai, kawin kontrak, dll.) dan di luar nikah,

(2) Melakukan hubungan seksual dengan kondisi tidak pakai kondom dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan yaitu pekerja seks komersial (PSK), PSK sendiri dikenal ada dua jenis, yakni:

-PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

-PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.

Maka, tes HIV bagi calon mempelai laki-laki bisa jadi bumerang ketika suatu waktu istri terdeteksi mengidap HIV dengan menuduh istri selingkuh atau menyeleweng. Ini bikin runyam karena tidak bisa dibuktian secara medis siapa yang duluan tertular HIV, apalagi suami punya surat keterangan ‘Bebas HIV/AIDS” ketika hendak menikah (Tes HIV sebelum MenikahBisa Jadi Bumerang).

Adalah lebih arif dan bijaksana jika sebelum tes HIV dilakukan konseling yang komprehensif sehingga kedua calon mempelai mengetahui perilaku masing-masing sehingga kelak tidak ada saling tuding siapa yang jadi penular HIV dalam keluarga.

Lagi pula tes HIV ketika masa jendela, tertular di bawah tiga bulan, bisa menghasilkan:

(a) negatif palsu yaitu HIV sudah ada di darah tapi belum bisa dideteksi reagent karena antibody HIV belum terbentuk

(b) positif palsu yaitu HIV tidak ada di darah tapi reagent bereaksi reaktif. Ini bisa terjadi karena virus lain pun bisa dideteksi reagent pada masa jendela.

Jika yang terjadi kondisi (a), maka itu artinya bencana bagi istri dan anak-anaknya kelak karena ada risiko penularan dari suami ke istri. Jika istri tertular HIV dari suami ada pula risiko penularan HIV secara vertikal dari ibu-ke-janin yang dikandungnya, terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Ketika yang terjadi kondisi (b), maka ‘tamatlah’ riwayat calon mempelai laki-laki karena bisa jadi pernikahan batal. Tapi, bisa juga pernikahan dilanlunjutkan dengan bimbingan dokter agar tidak terjadi penularan dari suami ke istri.

Perilaku banyak suami yang menjadi pelanggan 230.000 PSK langsung menjadi pintu masuk HIV terhadap   isteri dan perempuan lain yang jadi pasangan. Catatan Kemenkes sampai Desember 2012 ada 6,7 juta laki-laki di Indonesia yang menjadi pelanggan PSK langsung. Dari jumlah ini 4,9 juta beristri (antarabali.com, 9/4-2013).  Jumlah itu belum termasuk laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan PSK tidak langsung, laki-laki pelaku kawin-cerai, kawin-kontrak, dll.

Ketika penanggulangan HIV/AIDS dibumbui dengan norma, moral dan agama langkah-langkah yang konkret pun tidak bisa lagi dijalankan karena penolakan yang sangat kuat terhadap kondom. Tapi, ironis karena di satu sisi kondom ditolak sebagai alat untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual di sisi lain semua orang berharap vaksin AIDS (baca: HIV) segera diproduksi (Ironis: Kondom Ditolak, Vaksin AIDS Ditunggu-tunggu).

Dengan pelacuran terbuka estimasi UNAIDS (Badan Khusus PBB untuk HIV/AIDS) jumlah kasus HIV di Thailand pada tahun 2015 sebanyak 440.000 [terendah 400.000 - tertinggi 490.000], bandingkan dengan Indonesia yang sudah menutup ratusan lokasi dan lokalisasi pelacuran estimasi kasus HIV tahun 2015 sebanyak  690.000 [terendah 600.000 – tertinggi 790.000]. Tanpa penanggulangan yang konkret penyebaran HIV di Indonesia akan sampai pada ‘ledakan AIDS’ yang bisa seperti di Afrika. * [kompasiana.com/infokespro] *