20 Mei 2017

4 PSK Tretes Idap HIV/AIDS: Yang “Mengerikan” Laki-laki yang Tularkan HIV dan yang Tertular HIV



Oleh: Syaiful W. HARAHAP

“Awas, Jangan ‘Jajan’ Sembarangan di Tretes, Pasuruan, Empat Wanita Derita Penyakit Mengerikan” Ini judul berita di suryamalang.tribunnews.com (17/5-2017). Judul ini menunjukkan tingkat pemahaman sebagian wartawan dan redaktur terkait dengan HIV/AIDS sebagai fakta medis. Tretes adalah tempat rekreasi berhawa sejuk yang terkenal terletak di lereng Gunung Welirang di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Pertama, tidak ada tanda-tanda, ciri-ciri atau gejala-gejala penyakit (yang mengerikan) pada fisik orang-orang yang mengidap HIV/AIDS. Bahkan, sampai pada masa AIDS pun (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV) tidak otomatis ada gejala penyakit, disebut infeksi oportunistik, yang mengerikan pada fisik Odha (Orang dengan HIV/AIDS). Kalaupun kemudian ada infeksi oportunistik itu adalah penyakit yang umum, seperti diare, TB, dll. Bukan khas penyakit AIDS.

Kedua, dengan temuan 4 PSK idap HIV/AIDS berarti ada 4 laki-laki, bisa saja penduduk Tretes, yang idap HIV/AIDS juga yaitu yang menularkan HIV ke PSK. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki tsb. bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, lajang, duda, pelajar, dll. Dengan status HIV-positif di masyarakat mereka jadi mata rantai penular HIV, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Ketiga, bisa jadi sudah ratusan bahkan bisa ribuan laki-laki yang lakukan seks tanpa kondom dengan 4 PSK pengidap HIV/AIDS. Ketika HIV terdeteksi pada PSK itu artinya mereka sudah tertular HIV minimal 3 bulan. Bisa jadi mereka sudah tertular HIV jauh sebelum tertangkap Satpol PP. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki tsb. bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, lajang, duda, pelajar, dll. Dengan status HIV-positif di masyarakat mereka jadi mata rantai penular HIV, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Keempat, peringatan yang sampaikan suryamalang.tribunnews.com itu terlambat sudah karena sudah banyak laki-laki yang ‘jajan’ tanpa pakai kondom ke 4 PSK pengidap HIV/AIDS itu. Yang perlu diingatkan adalah laki-laki yang pernah lakukan seks tanpa kondom dengan PSK di Tretes sebelum razia. Mereka dianjurkan lakukan tes HIV di Klinik-klinik VCT yang tersebar di puskesmas dan rumah sakit umum daerah.

Namun, perlu diingatkan bahwa tes HIV dengan reagent ELISA hasilnya akurat jika dilakukan setelah tiga bulan lebih seks yang terakhir tanpa kondom dengan PSK atau perempuan lain.

Kelima, ada lima media yang memberitakan temuan PSK pengidap HIV/AIDS di Tretes, yaitu: (1) detikNews: Empat PSK Tretes Kembali Ditemukan Positif HIV/AIDS; (2) sindonews.com: 4 PSK Tretes Positif Mengidap HIV/AIDS; (3) beritajatim.com: Razia di Tretes, 4 PSK Dinyatakan HIV/AIDS; (4) sigap88.com: 12 PSK TRETES Diamankan,4 PSK Dinyatakan Positif HIV; dan (5) suryamalang.tribunnews.com: Awas, Jangan ‘Jajan’ Sembarangan di Tretes, Pasuruan, Empat Wanita Derita Penyakit Mengerikan. Celakanya, tak satupun dari lima media ini yang menggambarkan realitas sosial terkait dengan penemuan 4 PSK pengidap HIV/AIDS di Tretes itu.

Salah satu sudut Tretes di lereng G Welirang (Sumber: kaskus.co.id)

Realitas sosial yang dimaksud adalah kaitan temuan 4 PSK pengidap HIV/AIDS tsb. dengan penyebaran HIV di masyarakat (Lihat Gambar). Laki-laki yang menularkan HIV ke PSK dan laki-laki yang kemudian tertular HIV dari PSK akan jadi mata rantai penular HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu hamil menjadi bukti ada laki-laki pengidap HIV yaitu yang tularkan HIV ke PSK di Tretes dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK Tretes. Peraturan Daerah (Perda) tentang penanggulangan AIDS Kabupaten Pasuruan pun tidak memberikan langkah-langkah yang konkret dalam menanggulangi (penyebaran) HIV/AIDS (Perda AIDS Kab Pasuruan).

Terkait dengan pelacuran selalu saja ada penolakan dan penyangkalan tentang daerah asal PSK. Seperti yang disampaikan oleh Kasatpol PP Kabupaten Pasuruan, Yudha Tri Widya Sasongko ini: "Para PSK ini berasal dari luar Pasuruan, yaitu seperti Probolinggo, Malang, Surabaya, Lumajang, Cilacap, dan Bandung." (beritajatim.com). Secara sosiologis praktek PSK berpindah-pindah al. dengan bantuan germo atau mucikari agar tetap jadi ‘barang baru’ di tempat praktek baru.

Yang perlu diingat yang jadi soal besar bukan asal-usul PSK karena biar pun PSK-nya dari planet lain yang jelas PSK pengidap HIV/AIDS sudah menularkan HIV ke laki-laki yang lakukan seks tanpa kondom. * [kompasiana.com/infokespro] *

15 Mei 2017

Razia Satpol PP Pasuruan: PSK Pengidap HIV/AIDS Tertangkap, Laki-laki Penular dan yang Tertular Lolos

                               PSK yang ditangkap Satpol PP Pasurusan (Sumber: detikNews)

Penyebaran virus HIV/AIDS di kalangan pekerja seks komesial (PSK) yang beroperasi di sejumlah tempat di Kabupaten Pasuruan mengkhawatirkan. Setiap razia yang dilakukan aparat penegak Perda, selalu ditemukan PSK yang positif mengidap virus mematikan tersebut.” Ini lead dalam berita “Penyebaran HIV/AIDS Mengkhawatirkan, Satpol PP Pasuruan (Jatim-pen.) Gencar Razia.” (detikNews, 13/5-2017).

Pertama, ketika razia dilakukan sudah terjadi hubungan seksual antara laki-laki dengan PSK yang bisa saja juga terjadi penularan IMS (infeksi menular seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus Hapatitis B, klamidia, virus kanker serviks, jengger ayam, dll.) atau HIV/AIDS. Bisa juga terjadi dua-duanya sekaligus. Maka, yang diperlukan bukan razia tapi mencegah agar tidak terjadi penularan IMS atau HIV/AIDS antara laki-laki dan PSK atau sebaliknya.

Kedua, yang perlu diperhatikan adalah bahwa PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS bisa saja tertular dari laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK tsb. Itu artinya ada laki-laki yang lakukan seks dengan PSK sebagai pengidap HIV/AIDS. Di masyarakat laki-laki ini jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS tanpa mereka sadari karena sebelum masa AIDS (secara statistik antatra 5-15 tahun sejak tertular HIV) tidak ada ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik orang-orang yang sudah tertular HIV. Yang beristri menularkan HIV ke istrinya, ke perempuan lain atau ke PSK.

Ketiga, ketika Satpol PP Pasuruan menemukan PSK yang mengidap HIV/AIDS itu artinya PSK itu sudah tertular HIV menimal tiga bulan karena tes HIV dengan reagent ELISA akurat jika tertular lebih dari tiga bulan. Nah, apakah Satpol PP memikirkan selama belum terjaring razia berapa jumlah laki-laki yang pernah seks dengan PSK pengidap HIV/AIDS tsb.?

Agaknya, Satpol PP hanya memikirkan bisa menangkap PSK melalui razia moral sesuai amanat Perda sehingga tidak ada langkah-langkah yang konkret terkait dengan upaya memutus penyebaran HIV/AIDS melalui laki-laki penulara HIV ke PSK dan yang tertular HIV dari PSK.

Apa pun yang dilakukan terhadap PSK-PSK yang terjaring razia Satpol PP Pasuruan itu penyebaran HIV/AIDS di Pasuran tetap dan akan terus terjadi karena sudah banyak laki-laki yang seks tanpa kondom dengan PSK-PSK yang terjaring razia dengan status HIV-positif.

Mari kita hitung jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV melalui seorang PSK: 1 malam x 3 laki-laki x 20 hari x 3 bulan = 180 laki-laki. Andaikan 10 persen saja yang tertular itu artinya ada 18 laki-laki yang jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Pasuruan.

Indikator terjadi penyebaran HIV/AIDS dengan mata rantai laki-laki adalah kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu hamil. Ini bukti bahwa ibu-ibu itu tertular HIV dari pasangannya, dalam hal ini suami. Jika ibu-ibu yang tertular HIV tidak terdeteksi pada masa kehamilan, maka ada risiko penularan pada bayi yang dikandungnya (vertikal). Bisa ketika di kandungan, saat persalinan atau ketika menyusui dengan air susu ibu (ASI),

Segencar apa pun razia hasilnya tidak berarti banyak dalam konteks penanggulangan HIV/AIDS karena sudah ada laki-laki yang tertular yang jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Lagi pula yang (bisa) dirazia Satpol PP hanya PSK yang kasat mata, disebut PSK langsung, seperti yang mengkal di berbagai tempat. Sedangkan PSK yang tidak kasat mata, disebut PSK tidak langsung, tentu saja tidak bisa dirazia karena mereka memakai kurir, ponsel dan media sosial sebagai ajang transaksi seks. Kegiatan seks pun dilakukan di tempat-tempat yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pelacuran, seperti hotel berbintang, apartemen, dll.

Dalam penanggulangan HIV/AIDS yang diperlukan adalah program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa yaitu melakukan intervensi terhadap laki-laki untuk memakai kondom setiap kali lakukan seks dengan PSK. * [kompasiana.com/infokespro] *