30 Oktober 2017

Perlindungan Hukum dan HAM bagi Odha

Dari: Syaiful W. Harahap
Katogori: Advokasi
Date: 14 Feb 1999
Time: 04:25:07
Remote Name: 202.158.28.59

Artikel

Mitos (anggapan yang keliru) seputar HIV/AIDS menyuburkan stigmatitasi terhadap Odha. Akibatnya, Odha sering mengalami pelanggaran etika, hukum dan hak asasi manusia (HAM). Perlakuan yang diskriminatif dan pelanggaran HAM yang sering dialami Odha antara lain pengucilan, PHK, penolakan klaim asuransi, pemulangan pekerja seks ke daerah asalnya, pelacakan pekerja seks yang positif HIV, dan pemaksaan tes HIV tanpa prosedur standar operasi, serta skrining terhadap calon karyawan dan karyawati secara terselubung. Puncak pelanggaran HAM terjadi ketika RS Medistra menolak seorang pasien dr. Sjamsurizal Djauzi, DSPD, yang positif HIV (Agustus 1996).

Cici (bukan nama sebenarnya), 25, seorang Odha di Kab. Karawang, Jabar, yang dipulangkan dari Riau (1993), misalnya. Dia digiring oleh aparat keamanan ke puskesmas karena sebelumnya ia menolak diambil darahnya untuk tes HIV. Rupanya, Cici hanya mau dites di RSCM, tapi tim dari dinas kesehatan setempat tetap memaksanya agar darahnya diambil di puskesmas itu.

Begitu pula dengan Cece, juga bukan nama sebenarnya, 23. Dia juga penduduk Kab. Karawang yang dipulangkan bersama Cici. Status HIVnya diketahui penduduk karena dibeberkan aparat desa dan wartawan pun datang bersama aparat ke rumahnya. Akibatnya, penduduk mengucilkan keluarga Cece. Keluarga ini pun terpaksa pindah dari satu desa ke desa lain.

Aparat di sebuah desa di Kab. Sumedang, Jabar, juga tidak lagi melihat perkawinan sebagai hak asasi Onah (bukan nama sebenarnya), 24, seorang Odha di sana. Mereka mau memberikan izin hanya karena menganggap Onah tinggal menunggu ajal. Onah pun dikucilkan. Ada petugas puskesmas yang mengatakan ‘penyakit’ Onah bisa menular melalui udara. Bahkan, status HIV Onah pun belum dikonfirmasi dengan Western Blot karena tes yang dilakukan dalam sebuah serosurvei baru tes Elisa. Tapi, jajaran pemda dan instansi terkait di sana sudah memvonis Onah sebagai Odha. Akibatnya, semua gejala (penyakit) yang dialaminya langsung dikaitkan penduduk dengan AIDS dan kematian.
Pasangan Odha di Ujungpandang, Sulsel, juga harus berpindah-pindah karena diusir pemilik rumah ketika mereka dikenali sebagai ‘pasangan Odha’. Anik, bukan nama sebenarnya, 22, salah satu dari pasangan itu sudah tiga kali pindah rumah karena pemilik rumah yang dikontraknya mengenalinya sebagai Odha. Rupanya, pemilik rumah mengingat-ingat wajah Anik sebagai pasangan Odha. Soalnya, ketika Anik menikah media massa memberitakannya lengkap dengan foto pernikahannya. Sekarang pun Anik was-was karena ia takut ada yang mengenalinya, sehingga ia pun tidak bisa lagi mencari nafkah sebagai penata rambut.

Ironis, memang. Yang melecehkan HAM Odha justru yang melek hukum, tapi di sisi lain banyak pula Odha, seperti Cici, Cece, Onah, Anik, dan lain-lain yang tidak memahami hak-hak mereka sebagai warga negara. Seharusnya, jajaran pemda dan instansi-instansi pemerintah lebih memahami terhadap hak dan perlindungan hukum bagi Odha karena mereka ikut serta dalam KPAD (Komisi Penanggulangan AIDS Daerah). Dalam Strategi Nasional Penanggulangan AIDS di Indonesia (Keputusan Menko Kesra No. KEP/MENKO/KESRA/VI/1994) disebutkan: Setiap kebijakan, program, pelayanan dan kegiatan harus tetap menghormati harkat dan martabat dari pada pengidap HIV/penderita AIDS dan keluarganya. Selain itu disebutkan pula: Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV/AIDS harus didahului dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed consent). Sebelum dan sesudahnya harus diberikan konseling yang memadai dan hasil pemeriksaan wajib dirahasiakan.

Berkaitan dengan pelanggaran hukum dan HAM ini praktisi hukum peduli HIV/AIDS di Bali mengeluarkan Pernyataan Sanur (8/5-1998--lihat HindarAIDS No. 13) yang antara lain menyebutkan: Diperlukan perlindungan hukum atas hak privasi, perlindungan terhadap Odha dan keluarganya sampai Odha meninggal dunia, perlindungan terhadap pemaksaan untuk menjalani tes HIV, perlindungan atas kebebasan dan keamanan Odha, perlindungan atas kebebasan dari perlakuan atau hukum yang tidak manusiawi, serta perlindungan atas hak untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.
Pembaharuan Data: 14 February, 1999 © Copyright YAYASAN PAKTA communications
[Sumber: http://pakta.tripod.com/_paktadisc1/00000019.htm#]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.