Ilustrasi (Sumber: solopos.com)
Oleh: Syaiful W HARAHAP
“Panti Pijat Dirazia Satpol
PP, Satu Terapis Positif HIV/AIDS” Ini judul berita tentang razia panti pijat
di sebuah permukiman di Surabaya oleh Satpol PP Surabaya (detiknews, 12/10-2017), Berita ini sama sekali tidak menukik ke
realitas sosial terkait dengan epidemi HIV/AIDS.
Jumlah
kumulatif kasus HIV/AIDS di Kota Surabaya, Jawa Timur, dilaporkan 8.300 per
September 2016 (surabaya.tribunnews.com,
9/2-2017). Sedangkan laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI tanggal 24 Mei 2017
menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Jatim 33.043 yang terdiri atas
17.014 HIV dan 50.057 AIDS.
Pertama, dalam berita tidak
dijelaskan tes HIV yang dilakukan terhadap terapis yang dirazia dari panti
pijat tsb. Soalnya, yang biasa dilakukan jika ada razia adalah survailans tes
HIV yaitu melakukan tes HIV kepada kelompok atau kalangan tertentu untuk
mengetahui prevalasi yaitu perbandingan antara yang positif HIV dan negatif
HIV. Tes HIV ini tidak akurat karena panduan WHO menyebutkan tes HIV selalu
harus dikonfirmasi dengan reagent dan teknik yang berbeda dengan tes pertama.
Kedua, orang-orang yang
terdeteksi positif pada tes survailans dianjurkan tes HIV lagi dengan prosedur
baku, al. konseling sebelum dan sesudah tes, anonim, dll. Tapi, hasil
survailans bisa jadi patokan risiko penyebaran HIV karena perilaku terapis itu
sangat berisiko tinggi tertular HIV yaitu mereka melalukan hubungan seksual
tanpa kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti. Bisa saja terjadi salah satu
dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga terapis pun berisiko tertular
HIV.
Ketiga, bisa saja terjadi
11 terapis yang disebut negatif melalui pemeriksaan kesehatan pada razia Satpol
PP tsb. berada pada masa jendela yaitu mereka sudah tertular HIV tapi belum
mencapai tiga bulan sehingga hasil tes bisa negatif palsu (HIV sudah ada di
darah tapi tidak terdeteksi karena belum ada antibody HIV) atau positif palsu
(HIV tidak ada di darah tapi tes reaktif karena reagent mendeteksi virus lain).
Keempat, yang jadi masalah
besar bukan terapis yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu, tapi ada laki-laki
dewasa yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang sumai, yang
menularkan HIV kepada terapis yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS di panti pijat
yang dirazia itu. Bisa saja penularan ke terapis terjadi sebelum terapis
bekerja di panti pijat tadi, atau penularan terjadi di panti pijat tsb. jika di
panti pijat itu ada transaksi seks. Itu artinya laki-laki tadi jadi mata rantai
penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom, di
dalam dan di luar nikah, al. kepada istrinya, pasangan lain, terapis lain atau
pekerja seks komersial (PSK).
Kelima, jika ada laki-laki
yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan terapis yang terdeteksi
mengidap HIV/AIDS pun kemudian berisiko tertular HIV/AIDS. Laki-laki yang
ngeseks dengan terapis pengidap HIV/AIDS tadi pun berisiko tertular HIV. Dalam
kehidupan sehari-hari laki-laki tsb. bisa jadi seorang suami yang pada
gilirannya menularkan HIV ke istrinya. Bisa juga ke pasangan seks lain, terapis
lain atau PSK.
Terkait
dengan penyebaran HIV/AIDS persoalan bukan pada terapis pengidap HIV/AIDS tsb.,
persoalan besar justru ada pada laki-laki yang pernah atau sering melakukan
hubungan seksual tanpa kondom dengan terapis itu. Inilah yang tidak muncul
dalam berita.
Jika
mengacu ke epidemi HIV/AIDS berita yang komprehensif adalah menjelaskan mata
rantai di atas sehingga laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan
seksual tanpa kondom dengan terapis di panti pijat yang dirazia ada pada posisi
berisiko tinggi tertular HIV.
Maka,
bagi laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom
dengan terapis di panjit pijat yang dirazia Satpol PP Surabaya itu dianjurkan segara
melakukan tes HIV di klinik-klinik VCT yang disediakan pemerintah, seperti di
puskesmas atau rumah sakit daerah.
Hanya
dengan mengetahui status HIV seseorang bisa menghentikan penyebaran HIV/AIDS di
masyarakat. * [kompasiana.com/infokespro] *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.