Oleh: Syaiful W. Harahap
[Pemerhati berita HIV/AIDS di media massa melalui LSM (media watch) “InfoKespro”, Jakarta]
Bulan Agustus 2008 ada tiga berita tentang HIV/AIDS di harian ”Pontianak Post”, yaitu (1) Laju AIDS Diatur Perda (12/8), (2) HIV/AIDS, Kalbar Urutan Tiga Nasional (14/8), dan (3) HIV/AIDS, Kalbar Bisa No. 1 (15/8). Pernyataan yang muncul di tiga berita ini menunjukkan pemahaman yang tidak komprehensif terhadap HIV/AIDS di banyak kalangan sehingga upaya penanggulangan pun tidak menyentuh akar persoalan. DPRD Kalbar menggagas Perda Penanggulangan HIV/AIDS. Sudah banyak kabupaten, kota, dan provinsi yang menelurkan Perda Penanggulangan HIV/AIDS tapi hasilnya nol besar.
Mengapa Perda-perda AIDS tidak bisa bekerja? Ide pembuatan perda bertolak dari cerita sukses Thailand menekan laju infeksi HIV baru di kalangan dewasa melalui ’Program Wajib Kondom 100 Persen’. Perda pertama dihasilkan Pemkab Merauke, Papua (2003) yang disusul beberapa kabupaten, kota dan provinsi di seluruh Indonesia. Program ini jelas tidak bisa diterapkan di Indonesia karena: (a) di Indonesia tidak ada lokaliasi pelacuran dan rumah bordir yang ’resmi’, dan (b) sosialisasi kondom sebagai alat untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seks tidak diterima banyak kalangan.
Selain itu perda-perda yang dihasilkan di Indonesia tidak melihat program penanggulangan AIDS di Thailand secara utuh. ’Program Wajib Kondom 100 Persen’ itu bagian terakhir dari serangkaian program yang dijalankan Thailand dalam menanggulangi HIV/AIDS.
Fakta Medis
Akibanya, perda-perda penanggulangan AIDS yang diterbitkan di Indonesia tidak menyentuh akar persoalan utama dalam epidemi HIV. Semua perda mengedepankan norma, moral, dan agama sebagai ’alat’ untuk menanggulangi epidemi HIV. Perda AIDS Prov Riau, misalnya, menyebutkan cara mencegah penularan HIV adalah dengan meningkatkan iman dan taqwa. Bagaimana mengukur iman dan taqwa yang bisa mencegah HIV? Cara ini tidak akan berhasil karena tidak ada kaitan langsung antara norma, moral, dan agama dengan penularan HIV.
HIV/AIDS adalah fakta medis yaitu bisa diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran sehingga pencegahannya pun dapat dilakukan secara medis. HIV adalah virus yang tergolong retrovirus yaitu virus yang bisa menggandakan diri di dalam sel-sel darah putih manusia. Dalam jumlah yang dapat ditularkan HIV terdapat dalam (a) cairan darah (laki-laki dan perempuan), (b) air mani (laki-laki, dalam sperma tidak ada HIV), (c) cairan vagina (perempuan), dan (d) air susu ibu/ASI (perempuan).
Penularan HIV melalui darah bisa terjadi kalau darah yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui transfusi darah, jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, alat-alat kesehatan dan cangkok organ tubuh.
Penularan HIV melalui air mani dan cairan vagina bisa terjadi jika air mani dan cairan vagina yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah. Maka, tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan ’hubungan bebas di luar nikah’ dan ’seks bebas’. Penularan HIV melalui hubungan seks (bisa) terjadi karena kondisi hubungan seks (salah satu atau kedua-duanya HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom) bukan karena sifat hubungan seks (sebelum menikah, di luar nikah, jajan, seks bebas, dll.).
Penularan HIV melalui ASI bisa terjadi kalau ASI yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui proses menyusui.
Jika perda dibuat untuk menanggulangi penyebaran HIV maka yang diatur adalah pencegahan melalui cara-cara di atas. Tapi, yang diatur dalam perda-perda AIDS yang sudah ada justru sama sekali tidak menyentuh cara-cara penularan. Tentu saja perda itu tidak bisa bekerja dan laju penyebaran HIV terus terjadi.
Salah satu yang diatur dalam perda adalah larangan menularkan HIV kepada orang lain. Ini naif karena fakta menunjukkan penularan HIV justru terjadi tanpa disadari karena banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda, gejala, atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisiknya sebelum mencapai masa AIDS (antara 5-10 tahun setelah tertular HIV).
Ada salah kaprah tentang epidemi terkonsentrasi. Karena survailans tes HIV hanya dilakukan di kalangan pekerja seks tentu saja hasilnya tinggi karena tidak ada pembanding, misalnya, laki-laki pelanggan pekerja seks. Celakanya, konsentrasi HIV yang tinggi di kalangan pekerja seks tidak disikapi dengan arif.
Fakta itu dapat disimak dari dua aspek.
Pertama, pekerja seks yang terdeteksi HIV-positif di Kalbar tertular HIV dari laki-laki sebagai penduduk lokal atau pendatang. Kalau ini yang terjadi maka konsentrasi HIV di masyarakat, terutama laki-laki dewasa yang sering melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan pekerja seks dan istrinya, juga tinggi. Laki-laki yang menularkan HIV kepada pekerja seks itulah yang justru menjadi mata rantai penyebaran HIV antar penduduk. Laki-laki ini dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai suami, pacar, duda, lajang, perjaka, remaja yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, sopir, pedagang, petani, nelayan, mahasiswa, pelajar, perampok, dll.
Perilaku Berisiko
Kedua, pekerja seks yang terdeteksi HIV-positif sudah mengidap HIV ketika mulai ’praktek’ di Kalbar. Kalau ini yang terjadi maka laki-laki penduduk lokal atau pendatang berisiko tinggi tertular HIV jika mereka tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seks dengan pekerja seks. Laki-laki yang kelak tertular HIV dari pekerja seks akan menjadi mata rantai penyebaran HIV antar penduduk.
Jika perda dibuat untuk menahan laju penyebaran HIV maka yang perlu diatur adalah perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV dan menyebarakan HIV antar penduduk. Sayang, pada semua perda yang sudah ada tidak ada pasal yang mengatur hal ini.
Perilaku berisiko tertular HIV adalah (a) melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti, dan (b) melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan.
Perilaku inilah yang perlu diatur agar penyebaran HIV bisa ditekan. Dalam perda harus ada pasal yang mengatur hal ini yang berbunyi: “Setiap orang yang melakukan hubungan seks di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering bergangi-ganti pasangan diwajibkan memakai kondom.” Selanjutnya disebutkan pula: “Setiap orang yang pernah melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering bergangi-ganti pasangan diwajibkan melakukan tes HIV.”
Sedangkan menekan laju penyebaran HIV melalui jarum suntik pada pemakai narkoba dapat dilakukan dengan program pertukaran jarum suntik dan penggantian narkoba suntik dengan narkoba sintetis, dikenal sebagai metadhon. Perda melarang pengguna narkoba dengan jarum suntik memakai jarum secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian. Mereka diwajibkan memakai jarum yang steril. Bisa pula mereka diarahkan untuk mengganti narkoba suntikan dengan metadhon sehingga mereka tidak lagi memakai jarum suntik.
Menekan penularan HIV secara vertikal dari seorang ibu yang HIV-positif kepada bayi yang dikandungnya dapat dilakukan dengan survailans tes HIV terhadap perempuan hamil. Untuk itu perda mengatur agar perempuan yang hamil menjalani tes HIV secara sukarela. Jika mereka terdeteksi HIV-positif maka dapat ditangani secara medis sehingga risiko penularan diturukan dari 30 persen menjadi 8 persen. Cara ini sudah lama dilakukan oleh Malaysia sehingga menurukan angka bayi yang tertular HIV.
Kepanikan di banyak kalangan juga terjadi karena kasus HIV/AIDS kian banyak. Kalau saja fakta ini disikapi dengan arif maka penemuan kasus terjadi karena kegiatan survailans dan tes. Selain itu kasus pun kian banyak terdeteksi pada penduduk yang sudah mencapai masa AIDS ketika berobat karena mereka sudah menderita berbagai penyakit.
Semakin banyak kasus HIV/AIDS yang terdeteksi maka kian banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang diputus. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.