20 September 2017

Tidak Semua Orang Berisiko Tertular HIV

Oleh: Syaiful W. Harahap

"Dusulkan Screening Acak Pantau AIDS" (Harian “Radar Kudus”, 15 Mei 2009). Langkah yang akan dilakukan DKK Kudus ini merupakan tanggapan panik terhadap epidemi HIV. Ini terjadi karena selama ini banyak daerah yang meremehkan HIV/AIDS.

Satu hal yang luput dari perhatian DKK Kudus adalah risiko tertular HIV yang bisa terjadi setiap saat terhadap orang-orang, laki-laki dan perempuan, yang melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV. Yaitu yang melakukan hubungan seks tanpa kondom, di dalam atau di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan.

Karena risiko tertular HIV bisa terjadi setiap saat, lalu, apakah DKK akan melakukan tes setiap saat pula?

Lagi pula sasaran screening acak, apalagi screening massal, ini akan menyuburkan mitos dan mendorong stigmatisasi (pemberian cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS). Screening massal merupakan tindakan yang gegabah, bahkan merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap HAM, karena menyamaratakan perilaku semua orang.

Dalam berita disebutkan “ .... para lelaki yang bekerja di luar kota“ sebagai sasaran screening acak. Ini menyesatkan dan menyuburkan stigma karena tidak semua laki-laki yang bekerja di luar kota atau di luar negeri perilakunya berisiko tertular HIV. Laki-laki yang tidak pernah ke luar kota sekalipun bisa berisiko tertular HIV kalau perilakunya berisiko dan dilakukannya di Kudus.

Yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk adalah laki-laki. yang menularkan HIV kepada pekerja seks adalah laki-laki yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, remaja atau duda yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, mahasiswa, pelajar, sopir, nelayan, petani, perampok, dll. Tapi, karena selama ini HIV/AIDS dikaitkan dengan norma, moral, dan agama maka masyarakat tidak memahami HIV/AIDS sebagai fakta medis yang pencegahannya juga dapat dilakukan dengan teknologi kedokteran.

Beberapa negara, seperti Malaysia, melakukan skrining rutin untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS di kalangan masyarakat terhadap pasien klinik IMS, pengguna narkoba, perempuan hamil, polisi, narapidana, darah donor, pasien TBC. Mengapa DKK Kudus tidak mengikuti jejak Malaysia ini?

[Sumber: Newsletter “infoAIDS”, edisi 8/Juni 2009]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.