Oleh: Syaiful W. Harahap
"AIDS Telan Kotban, THM-Rumah Kos Dirazia" (Harian “Berita Kota Makassar,” 30 April 2009). Berita ini sama sekali tidak mencerahkan masyarakat karena sarat dengan mitos (anggapan yang salah). Padahal, salah satu cara untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya pencegahan adalah melalui informasi (baca: berita) yang akurat.
Judul berita ini saja sudah menggambarkan pemahaman yang keliru terhadap (epidemi) HIV/AIDS. Sebagai fakta medis HIV/AIDS bisa diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran sehingga diketahui cara-cara penularan dan pencegahan yang akurat.
Tapi, karena selama ini informasi HIV/AIDS selalu dibalut dengan norma, moral, dan agama maka yang muncul hanya mitos. Akibatnya, masyarakat tidak mengatahui cara melindungi diri yang realistis.
Tentang dua penduduk yang meninggal karena penyakit terkait AIDS maka bisa saja mereka tertular di luar daerah atau luar negeri. Sebelum mereka meninggal maka mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain tanpa mreka sadari. Soalnya, sebelum masa AIDS tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada diri mereka. Tanda, gejala atau ciri yang terkait dengan AIDS pada fisik orang-orang yang sudah tertular HIV baru muncul antara 5-15 tahun setelah tertular HIV. Pada rentang waktu inilah terjadi penularan secara diam-diam.
Kalau yang mati itu laki-laki maka ada kemungkinan mereka sudah menularkan HIV kepada istrinya atau perempuan lain yang menjadi pasangan seksualnya, seperti pacar, selingkuhan atau pekerja seks. Laki-laki yang kemudian menjadi pelanggan pekerja seks pun berisiko tertular HIV. Laki-laki inilahyang kelak menjadi mata rantai penyebaran HIV antar penduduk.
Ketika epidemi HIV mulai terkuak di Indonesia banyak kalangan, termasuk pejabat tinggi, yang menampik dengan alasan penduduk negeri ini berbudaya dan beragama. Tapi, apa yang terjadi kemudian? Satu demi satu kasus HIV/AIDS terdeteksi di berbagai kalangan.
Tanggapan yang muncul kemudian adalah reaksi berlebihan karena panik. Contohnya, langkah yang akan diambil Bupati Bone: “ .... yang pertama akan dilakukan adalah mengintensifkan operasi tempat hiburan malam (THM), tempat kos mahasiswa dan lokasi yang dianggap rawan sebagai sumber penularan penyakit AIDS.”
Sumber penularan dan penyebaran HIV adalah laki-laki yang sering melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV yaitu penduduk, laki-laki dan perempuan, yang pernah atau sering melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan.
[Sumber: Newsletter “infoAIDS”, edisi 8/Juni 2009]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.