Ilustrasi:
Kota Tidore Kepulauan di Maluku Utara (Sumber: www.tjahjokumolo.com)
Oleh: Syaiful W HARAHAP
KPA Harus Bisa Mencegah Penularan HIV/AIDS di
Kota Tidore Kepulauan (Provinsi Maluku Utara-pen.). Ini dikatakan oleh Walikota
Tidore Kepulauan, Capt H Ali Ibrahim MH (www.abadikini.com, 14/9-2017).
Mencegah
penularan HIV/AIDS ada pada orang per orang sedangkan instansi atau institusi,
seperti Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), tidak
bisa melakukan intervensi langsung ke orang per orang.
Praktek Pelacuran
Risiko
tertular HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi melalui perilaku berisiko,
yaitu:
(1)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai
kondom di dalam ikatan pernikahan yang sah, di Kota Tidore Kepulauan atau di
luar kota bahkan di luar negeri, dengan perempuan yang berganti-ganti karena
bisa saja salah satu di antara perempuan tsb. juga punya pasangan seks yang
lain dengan perilaku seksual yang berisiko sehingga ybs tertular HIV.
(2)
Perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di dalam ikatan
pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan, di Kota Tidore
Kepulauan atau di luar kota bahkan di luar negeri, kondisi laki-laki tidak memakai kondom, karena
bisa saja salah satu di antara laki-laki tsb. juga punya pasangan seks yang
lain dengan perilaku seksual yang berisiko sehingga ybs tertular HIV.
(3)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar ikatan
pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti dengan, di Kota Tidore
Kepulauan atau di luar kota bahkan di luar negeri, kondisi laki-laki tidak memakai kondom, karena
bisa saja salah satu di antara prempuan tsb. juga punya pasangan seks yang lain
dengan perilaku seksual yang berisiko sehingga ybs. bisa tertular HIV.
(4)
Perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar ikatan
pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti, di Kota Tidore
Kepulauan atau di luar kota bahkan di luar negeri, dengan kondisi laki-laki
tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu di antara laki-laki tsb. juga
punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko sehingga
ybs. bisa tertular HIV.
(5)
Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan
yang sering berganti-ganti pasangan, di Kota Tidore Kepulauan atau di luar kota
bahkan di luar negeri, dengan kondisi
laki-laki tidak memakai kondom, seperti pekerja seks komersial (PSK) dan waria.
PSK dikenal ada dua tipe, yaitu:
(a)
PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau
lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(b)
PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru
sebagai cewek pemijat plus-plus, ‘artis’, ‘spg’, cewek kafe, cewek pub, cewek
disko, anak sekolah, ayam kampus, ibu-ibu rumah tangga, cewek gratifikasi seks
(sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.
Dari lima perilaku berisiko di atas tidak ada yang bisa diintervensi langsung oleh Dinkes dan KPA karena semuanya ada di ranah privat (pribadi orang per orang). Tentu Dinkes dan KPA tidak bisa mengawasi semua orang di Kota Tidore Kepulauan.
Dari lima perilaku berisiko di atas tidak ada yang bisa diintervensi langsung oleh Dinkes dan KPA karena semuanya ada di ranah privat (pribadi orang per orang). Tentu Dinkes dan KPA tidak bisa mengawasi semua orang di Kota Tidore Kepulauan.
Yang
bisa dilakukan Dinkes dan KPA secara faktual hanyalah menurunkan insiden
infeksi HIV baru di hulu, khususnya pada laki-laki dewasa, melalui hubungan
seksual dengan PSK langsung dengan catatan pelacuran dilokalisir. Jika
pelacuran dilokalisir maka Dinkes dan KPA bisa melakukan intervensi dengan
membuat regulasi yang memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan
hubungan seksual dengan PSK. Program seperti ini sudah berhasil dijalankan oleh
Thailand yang dibuktikan melalui tes HIV kepada calon taruna yang dari tahun ke
tahun jumlah taruna yang terdeteksi mengidap HIV terus berkurang.
Fenomena Gunung Es
Yang
jadi masalah besar bagi Kota Tidore Kepulauan dan kota dan daerah lain di
Indonesia adalah sejak reformasi semua tempat pelacuran terbuka ditutup
sehingga transaksi seks yang melibatkan PSK terjadi secara tertutup dan
terselubung.
Dengan
kondisi transaksi seks melalui praktek pelacuran yang melibatkan PSK langsung
dan PSK tidak langsung yang terselubung di Kota Tidore Kepulauan, maka tidak
ada yang bisa dilakukan untuk mencegah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki
dewasa.
Itu
artinya penyebaran HIV di masyarakat akan terus terjadi karena laki-laki yang
tertular HIV baik di Kota Tidore Kepulauan maupun di luar kota atau di luar
negeri akan menjadi mata rantai penyebaran HIV al. melalui hubungan seksual
tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Warga yang jadi mata rantai tidak
menyadari dirinya sudah mengidap HIV/AIDS karena tidak ada gejala-gejala yang
khas AIDS pada fisik dan kesehatan.
Yang
kita takutkan adalah Pak Wali Kota akan mengatakan tidak ada pelacuran di kota
yang dipimpinnya itu. Pak Wali Kota benar, kalau yang dimaksud lokalisasi
pelacuran.
Apakah
Pak Wali Kota bisa menjamin tidak ada transaksi seks di Kota Tidore Kepulauan?
Kalau bisa, maka tidak ada risiko insiden infeksi HIV baru di kota ini.
Tapi,
apakah ada jaminan bahwa tidak ada laki-laki dan perempuan dewasa warga Kota
Tidore Kepulauan yang pernah atau sering melakukan perilaku berisiko di Kota
Tidore Kepulauan atau di luar kota atau di luar negeri? Kalau tidak ada
jaminan, maka penyebaran HIV di Kota Tidore Kepulauan akan terus terjadi karena
bisa saja terjadi ada warga yang tertular HIV melalui perilaku berisiko.
(Sumber: Syaiful W Harahap/AIDS Watch Indonesia)
Disebutkan
di Kota Tidore Kepuluana sudah terdeteksi 38 kasus HIV/AIDS. Yang perlu diingat
adalah angka ini tidak menunjukkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat
karena banyak warga yang sudah tertular HIV tapi tidak menyadarinya. Ini
disebut sebagai fenomena gunung es. Hal ini terjadi karena orang-orang yang
tertular HIV tidak mengalami gangguan kesehatan yang khas sebelum masuk masa
AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV).
Jumlah
yang 38 itu digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan
air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat Kota Tidore
Kepulauan digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
Karena
intervensi pemakaian kondom tidak bisa dijalankan karena praktek pelacuran
tidak dilokalisir, maka yang bisa dijalankan Dinkes dan KPA Kota Tidore
Kepulauan adalah membuat aturan, peraturan wali kota (Perwali) atau perautaran
daerah (Perda), yang mewajibkan suami ibu rumah tangga yang hamil menjalani tes
HIV. Jika suami terdeteksi positif mengidap HIV, maka istri wajib menjalani tes
HIV.
Jika
istri yang hamil terdeteksi mengidap HIV, maka dokter akan menangani kehamilan
sampai persalinan agar risiko penularan vertikal ke janin yang dikandung ditekan
sampai nol persen. Sedangkan suami dan istri ini juga ditangani dokter agar
tetap bisa menjalani hidup dengan baik al. melalui pengobatan dengan obat
antiretroviral (ARV).
Hanya ini langkah konkret yang bisa dijalankan Pemkot Tidoro Kepulauan melalui Dinkes dan KPA. Artinya, insiden infeksi HIV baru pada laki-laki yang kemudian menularkan ke perempuan (istri) akan terus terjadi yang kelak akan sampai pada ‘ledakan AIDS’. * [kompasiana.com/infokespro] *
Hanya ini langkah konkret yang bisa dijalankan Pemkot Tidoro Kepulauan melalui Dinkes dan KPA. Artinya, insiden infeksi HIV baru pada laki-laki yang kemudian menularkan ke perempuan (istri) akan terus terjadi yang kelak akan sampai pada ‘ledakan AIDS’. * [kompasiana.com/infokespro] *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.