07 September 2017

Menanggulangi HIV/AIDS

Tanggapan terhadap berita HIV/AIDS di Harian "Kaltim Post" ....

Oleh: Syaiful W. Harahap
LSM (media watch) “InfoKespro” Jakarta

Berita “FKAUB Deklarasikan ‘Perang’ dengan HIV/AIDS” yang dimuat Harian “Kaltim Post” edisi 29 April 2006 menunjukkan pemahaman yang belum komprehensif terhadap (epidemi) HIV/AIDS. Kondisi inilah salah satu faktor yang memicu penyebaran HIV karena selalu mengait-ngaitkan penularan HIV dengan pelacuran.

Selama ini materi KIE (komunikasi, informasi, edukasi) tentang HIV/AIDS selalu dibalut dengan moral dan agama sehingga yang ditangkap masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah). Misalnya, mengaitkan penularan HIV dengan zina, pelacuran, jajan, selingkuh, seks pranikah dan gay. Padahal, tidak ada kaitan langsung antara zina, pelacuran, jajan, selingkuh, seks pranikah dan gay dengan penularan HIV karena penularan HIV melalui hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, dapat terjadi kalau salah satu atau kedua-duanya HIV-positif dan ketika hubungan seks berlangsung laki-laki tidak memakai kondom. Kalau dua-duanya HIV-negatif maka tidak akan pernah terjadi penularan HIV biar pun dilakukan dengan zina, melacur, seks anal atau seks oral. Ini fakta (medis). Sebaliknya, dalam ikatan pernikahan yang sah pun bisa terjadi penularan HIV kalau salah satu atau dua-dua pasangan itu HIV-positif dan pada setiap hubungan seks suami tidak memakai kondom.

Persoalan besar dalam epidemi HIV/AIDS adalah banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda, gejala tau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik sebelum mencapai masa AIDS (antara 5 – 10 tahun setelah tertular (HIV). Hal ini dapat dilihat dari skrining darah donor di PMI. Pendonor tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV.

Namun, biar pun tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri khas AIDS yang bersangkutan sudah bisa menularkan HIV melalui: (a) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (b) transfusi darah, (c) jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo dan alat-alat kesehatan, (d) cangkok organ tubuh, dan (e) dari seorang ibu yang HIV-positif ke anak yang dikandungnya pada saat melahirkan (persalinan) dan menyusui dengan air susu ibu/ASI (HIV bukan penyakit turunan, tapi penyakit menular sehingga bisa dicegah).

Penularan HIV bukan hanya terjadi di (lokasi atau lokalisasi) pelacuran tapi di mana saja dan kapan saja. Yang menularkan HIV kepada PSK pun adalah laki-laki. Di negara-negara yang tidak ada industri hiburan malam, tidak ada bioskop, tidak ada diskotik dan tidak ada (lokasi atau lokalisasi) pelacuran pun tetap ada kasus HIV/AIDS. Di Arab Saudi, misalnya, sampai awal tahun ini sudah dilaporkan 9.000-an kasus HIV/AIDS. Ada 85 bayi yang dirawat di rumah sakit terkait dengan AIDS.

Kalau upaya untuk mengatasi penularan HIV hanya dengan peraturan daerah (Perda) yang mewajibkan pemakaian kondom di lokalisasi pelacuran maka hal ini akan sia-sia. Menggantang asap. Thailand sendiri mulai kebobolan karena orang melakukan hubungan seks di luar lokalisasi, seperti rumah, apartemen, hotel, dll. sehingga tidak wajib memakai kondom. Lagi pula tidak ada lokalisasi pelacuran yang resmi di Indonesia sehingga tidak jelas di mana aturan itu ditegakkan.

Lalu, apa yang dapat dilakukan dalam mengatasi penyebaran HIV? Salah satu adalah dengan meningkatkan penyuluhan tapi dengan materi KIE yang akurat yang mengedepankan fakta medis seputar HIV/AIDS.

Materi utama adalah ajakan kepada orang-orang yang berisiko tinggi tertular HIV agar mereka mau menjalani tes HIV secara sukarela. Dengan mengetahui status HIV maka seseorang dapat diajak untuk memutus mata rantai penyebaran HIV. Misalnya, bagi yang sudah beristri maka dianjurkan agar selalu memakai kondom setiap melakukan hubungan seks sebagai suami-istri. Yang bersangkutan pun dapat pula ditangi secara medis, seperti memberikan obat antiretroviral (ARV) untuk menekan perkembangan HIV di dalam tubuhnya sehingga dia tetap bisa produktif.

Siapa (-siapa) yang berisiko tinggi tertular HIV? Mereka adalah (1) orang-orang (laki-laki dan perempuan) yang sering melakukan hubungan seks tanpa kondom, di dalam atau di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti karena ada kemungkinan salah satu dari pasangan itu HIV-positif, (2) orang-orang (laki-laki dan perempuan) yang sering melakukan hubungan seks tanpa kondom, di dalam atau di luar nikah, dengan seseorang yang sering bergati-ganti pasangan, seperti PSK, karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIV-positif, (3) memakai jarum suntik, jarum tindik, jarum akpunktur, jarum tattoo dan alat-alat kesehatan secara bergiliran, (4) menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV. ***

Pernah dimuat di: http://aidsmediawatch.blogspot.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.