30 Agustus 2017

Laki-laki (sebagai) Penyebar HIV

Tanggapan terhadap berita HIV/AIDS di Harian "KOMPAS"

Oleh: Syaiful W. Harahap
LSM ”InfoKespro” Jakarta

Berita “Penyakit Menular, Penyebaran HIV/AIDS di Banten Semakin Liar” (KOMPAS, 25/2-2009) menunjukkan ada fakta yang luput dari perhatian banyak kalangan.

Selama ini ada kesan bahwa penyebaran HIV dilakukan oleh pekerja seks komersial (PSK). Dalam berita ini juga hal itu muncul, “Gambaran betapa liar virus itu menyebar bisa dilihat dari aktivitas seorang PSK yang positif HIV/AIDS di Merak.” Fakta yang hilang adalah virus (HIV) yang ada di tubuh PSK itu justru ditularkan oleh laki-laki penduduk lokal atau pendatang.

Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki yang menularkan HIV itu bisa sebagai seorang suami, duda, lajang, atau remaja yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, mahasiswa, pelajar, nnak buah kapal, sopir, kondektur, pedagang, perampok, copet, dll. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk.

Ketika seorang PSK tertular HIV maka laki-laki yang kemudian mengencaninya tanpa memakai kondom berisiko pula tertular HIV. Laki-laki ini pun kemudian akan menjadi mata rantai penyebaran HIV.

Kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di kalangan pengguna narkoba terjadi karena mereka wajib tes HIV ketika hendak menjalani rehabilitasi.

Sebaliknya, laki-laki yang tertular melalui hubungan seks tidak terdeteksi karena tidak ada mekanisme yang bisa ’menjaring’ mereka. Umumnya, mereka ini terdeteksi setelah masa AIDS (antara 5-10 tahun setelah tertular) karena sudah ada penyakit, yang disebut sebagai infeksi oportunistik, yang memerlukan pengobatan.

Pada kurun waktu 5-10 tahun sebelum terdeteksi mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari. Maka, kasus HIV/AIDS di kalangan laki-laki yang perilakunya berisiko tertular HIV merupakan ’bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang.

Belakangan ini penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia lebih ditujukan di hilir yang dilakukan dengan upaya-upaya ’menjaring’ kasus HIV/AIDS di kalangan berisiko, disebut sebagai populasi kunci. Ini mengabaikan penanganan di hilir karena penularan HIV kepada populasi kunci dilakukan oleh orang-orang di luar populasi itu.

Maka, kasus-kasus infeksi baru HIV (akan) terus terjadi jika persialan di hulu tidak ditangani dengan serius. Berbagai peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS, saat ini ada 22 Perda di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, hanya mengedepankan norma, moral, dan agama sebagai alat pencegahan.

Tentu saja Perta-perda itu tidak akan bekerja karena penularan HIV sama sekali tidak ada kaitannya secara langsung dengan norma, moral, dan agama. ***

Pernah dimuat di http://aidsmediawatch.blogspot.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.