Tanggapan
terhadap berita HIV/AIDS di Harian “Kaltim Post”
Oleh Syaiful
W. Harahap
[Sumber: Newsletter “infoAIDS”,
edisi 8/Juni 2009]
Berita
“Usia 20-30 Tahun Banyak
Mengidap AIDS” di Harian “Kaltim Post”, 9 Maret 2009,
menyudutkan remaja karena mengesankan hanya remaja yang (berisiko) tertular
HIV. Berita ini pun akhirnya mendorong stigmatisasi (pemberita cap negatif) dan
diskriminasi (perlakuan yang berbeda) terhadap remaja. Akibatnya, remaja pun
menjadi objek.
Hal
itu sudah terjadi. Pelajar dan mahasiswa yang diketahui menyalahgunakan narkoba
dipecat. Akibatnya, mereka tidak bisa mendapatkan hak untuk belajar (bagi siswa
SD dan SMP). Ini membuat masa depan mereka kelam. Sebaliknya, kalangan artis
atau selebritis yang tertangkap menyalahgunakan narkoba bahkan sudah dihukum
sama sekali tidak mendapat sanksi sosial. Mereka tetap leluasa mengisi siaran
di televisi dan masyarakat tidak memberikan stigma dan diskriminasi.
Berbeda
dengan remaja. Mereka menerima stigma dan diskriminasi walaupun kesalahan tidak
semata-mata pada diri mereka karena ada pihak yang tidak bisa melindungi mereka
di ranah publik.
Ada
pula orang tua yang menerima penghargaan karena berhasil ‘menyembuhkan’
anak-anaknya yang menyalahgunakan narkoba. Sebaliknya, banyak orang tua yang
bisa melindungi anak-anaknya agar tidak menyalahgunakan narkoba justru tidak
menerima ‘penghargaan’. Apakah orang tua membiarkan anaknya menyalahgunakan
narkoba lalu ‘menyembuhkannya’ baru mendapat penghargaan?
Dalam
berita juga disebutkan: “Diperkirakan masih banyak lagi yang terinfeksi namun
belum menyadari jika dirinya sudah positif HIV akibat prilaku yang menyimpang.”
Ini menyesatkan karena tidak ada kaitan langsung antara perilaku menyimpang
dengan penularan HIV. ‘Perilaku menyimpang’ sendiri adalah bahasa moral yang
justru menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Kalau
yang dimaksud ‘perilaku menyimpang’ adalah penyalagunaan narkoba, zina,
melacur, jajan, selingkuh, ‘seks bebas’ dan homoseksual maka lagi-lagi
ini ngawur karena tidak ada kaitannya secara langsung dengan
penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seks (bisa) terjadi di dalam atau
di luar nikah jika salah satu atau kedua-duanya HIV-positif dan laki-laki tidak
memakai kondom setiap kali sanggama. Sebaliknya, kalau satu pasangan
kedua-duanya HIV-negatif maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun hubungan
seks dilakukan dengan zina, melacur, jajan, selingkuh, ‘seks bebas’ dan
homoseksual.
Penularan
HIV melalui penyalahgunaan narkoba juga bisa tejadi kalau beberapa orang
memakai narkoba dengan jarum suntik yang dipakai secara bersama-sama dan
bergantian karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIV-positif.
Dalam
berita ini beberapa kali disebutkan ‘seks bebas’. Istilah ini juga ngawur karena
merupakan terjemahan bebas dari free sex yang justru tidak
terdapat dalam kosa kata bahasa Inggris.
Selama
informasi tentang HIV/AIDS dibalut dengan norma, moral, dan agama maka selama
itu pula akan terjadi penyebaran HIV antara penduduk karena banyak orang yang
tidak mengetahui cara-cara pencegahan yang akurat. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.