12 Juli 2017

Tidak Kaitan Langsung Antara Umur dan Penularan HIV/AIDS

Tanggapan terhadap berita HIV/AIDS di Harian “Kaltim Post

Oleh Syaiful W. Harahap
[Sumber: Newsletter “infoAIDS”, edisi 8/Juni 2009]

Berita “Usia 20-30 Tahun Banyak Mengidap AIDS” di Harian “Kaltim Post”, 9 Maret 2009, menyudutkan remaja karena mengesankan hanya remaja yang (berisiko) tertular HIV. Berita ini pun akhirnya mendorong stigmatisasi (pemberita cap negatif) dan diskriminasi (perlakuan yang berbeda) terhadap remaja. Akibatnya, remaja pun menjadi objek.

Hal itu sudah terjadi. Pelajar dan mahasiswa yang diketahui menyalahgunakan narkoba dipecat. Akibatnya, mereka tidak bisa mendapatkan hak untuk belajar (bagi siswa SD dan SMP). Ini membuat masa depan mereka kelam. Sebaliknya, kalangan artis atau selebritis yang tertangkap menyalahgunakan narkoba bahkan sudah dihukum sama sekali tidak mendapat sanksi sosial. Mereka tetap leluasa mengisi siaran di televisi dan masyarakat tidak memberikan stigma dan diskriminasi.

Berbeda dengan remaja. Mereka menerima stigma dan diskriminasi walaupun kesalahan tidak semata-mata pada diri mereka karena ada pihak yang tidak bisa melindungi mereka di ranah publik.

Ada pula orang tua yang menerima penghargaan karena berhasil ‘menyembuhkan’ anak-anaknya yang menyalahgunakan narkoba. Sebaliknya, banyak orang tua yang bisa melindungi anak-anaknya agar tidak menyalahgunakan narkoba justru tidak menerima ‘penghargaan’. Apakah orang tua membiarkan anaknya menyalahgunakan narkoba lalu ‘menyembuhkannya’ baru mendapat penghargaan?

Dalam berita juga disebutkan: “Diperkirakan masih banyak lagi yang terinfeksi namun belum menyadari jika dirinya sudah positif HIV akibat prilaku yang menyimpang.” Ini menyesatkan karena tidak ada kaitan langsung antara perilaku menyimpang dengan penularan HIV. ‘Perilaku menyimpang’ sendiri adalah bahasa moral yang justru menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Kalau yang dimaksud ‘perilaku menyimpang’ adalah penyalagunaan narkoba, zina, melacur, jajan, selingkuh, ‘seks bebas’ dan homoseksual maka lagi-lagi ini ngawur karena tidak ada kaitannya secara langsung dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seks (bisa) terjadi di dalam atau di luar nikah jika salah satu atau kedua-duanya HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Sebaliknya, kalau satu pasangan kedua-duanya HIV-negatif maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun hubungan seks dilakukan dengan zina, melacur, jajan, selingkuh, ‘seks bebas’ dan homoseksual.

Penularan HIV melalui penyalahgunaan narkoba juga bisa tejadi kalau beberapa orang memakai narkoba dengan jarum suntik yang dipakai secara bersama-sama dan bergantian karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIV-positif.

Dalam berita ini beberapa kali disebutkan ‘seks bebas’. Istilah ini juga ngawur karena merupakan terjemahan bebas dari free sex yang justru tidak terdapat dalam kosa kata bahasa Inggris.

Selama informasi tentang HIV/AIDS dibalut dengan norma, moral, dan agama maka selama itu pula akan terjadi penyebaran HIV antara penduduk karena banyak orang yang tidak mengetahui cara-cara pencegahan yang akurat. *



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.