12 Juli 2017

Tidak Ada Kaitan Langsung Antara Penularan HIV/AID dengan Panti Pijat

Tanggapan terhadap berita HIV/AIDS di Harian “Tibun Kaltim”  

Oleh: Syaiful W. Harahap
[Sumber: Newsletter “infoAIDS”, edisi 8/Juni 2009]

Berita “Panti Pijat Harus Mau Diperiksa HIV/AIDS” di Harian “Tibun Kaltim”, 14 April 2009, menunjukkan pemahaman terhadap HIV/AIDS yang tidak akurat. Berita ini pun lagi-lagi tidak akurat. Judulnya sensasional. Yang diharuskan diperiksa HIV/AIDS ternyata bukan panti pijat tapi pemijat yang bekerja di panti pijat.

Disebutkan hal itu sebagai upaya untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS. Tapi, ini ngawur karena ada beberapa hal yang luput dari perhatian.

Pertama, apakah pemijat di panti pijat juga melakukan hubungan seks? Kalau jawabannya ya, tetap ada yang luput dari perhatian yaitu yang menularkan HIV kepada pemijat justru laki-laki. Dalam kehidupan sehari-hari mereka ini bisa sebagai suami, pacar, remaja, selingkuhan atau duda yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, siswa, mahasiswa, sopir, pelaut, perampok, dll. Lalu, kalau ada pemijat yang tertular HIV dari pelanggannya maka pelanggan berikutnya pun berisiko pula terular HIV. Nah, laki-laki inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV. Yang beristri akan menularkan HIV kepada istrinya atau pasangan seks lainnya, seperti pemijat lain, pekerja seks atau selingkuhannya. Yang tidak beristri akan menularkan HIV kepada pemijat, pekerja seks, pacar atau selingkuhannya.

Kedua, ‘sumber’ penyebaran HIV bukan pemijat atau panti pijat tapi laki-laki, baik penduduk lokal mau pun pendatang, yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV yaitu yang laki-laki atau perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks. Perilaku berisiko tidak hanya mereka lakukan di kawasan lokal tapi bisa di luar daerah atau di luar negeri. Tapi, karena informasi HIV/AIDS selalu dibalut dengam norma, moral, dan agama maka yang muncul hanya mitos (anggapanyang salah) sehingga masyarakat tidak memahami cara-cara pencegahan yang akurat.

Dalam berita disebutkan: “Selebihnya ada yang meninggal dan ada juga yang meninggalkan Kota Bontang kembali ke daerah asalnya.” Ini mengesankan kalau yang tertular HIV sudah meninggalkan Bontang maka Bontang ‘bersih’. Perlu dingat penduduk lokal yang menjadi pelanggan panti pijat sudah ada yang tertular HIV yang selanjutnyar akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk.

Jika ingin menurunkan insiden penularan HIV di kalangan dewasa maka yang perlu dilakukan adalah mewajibkan setiap penduduk untuk memakai kondom pada hubungan seks yang berisiko. Selain itu diwajibkan pula bagi penduduk yang pernah melakukan perilaku berisiko untuk menjalani tes HIV secara sukarela. *



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.