Tanggapan
terhadap berita HIV/AIDS di Harian “Tibun Kaltim”
Oleh: Syaiful
W. Harahap
[Sumber:
Newsletter “infoAIDS”, edisi 8/Juni 2009]
Berita “Panti Pijat Harus Mau Diperiksa HIV/AIDS” di Harian “Tibun Kaltim”, 14 April 2009,
menunjukkan pemahaman terhadap HIV/AIDS yang tidak akurat. Berita ini pun
lagi-lagi tidak akurat. Judulnya sensasional. Yang diharuskan diperiksa
HIV/AIDS ternyata bukan panti pijat tapi pemijat yang bekerja di panti pijat.
Disebutkan
hal itu sebagai upaya untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS. Tapi, ini ngawur karena
ada beberapa hal yang luput dari perhatian.
Pertama, apakah pemijat
di panti pijat juga melakukan hubungan seks? Kalau jawabannya ya, tetap ada
yang luput dari perhatian yaitu yang menularkan HIV kepada pemijat justru
laki-laki. Dalam kehidupan sehari-hari mereka ini bisa sebagai suami, pacar,
remaja, selingkuhan atau duda yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, siswa,
mahasiswa, sopir, pelaut, perampok, dll. Lalu, kalau ada pemijat yang tertular
HIV dari pelanggannya maka pelanggan berikutnya pun berisiko pula terular HIV.
Nah, laki-laki inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV. Yang beristri
akan menularkan HIV kepada istrinya atau pasangan seks lainnya, seperti pemijat
lain, pekerja seks atau selingkuhannya. Yang tidak beristri akan menularkan HIV
kepada pemijat, pekerja seks, pacar atau selingkuhannya.
Kedua, ‘sumber’
penyebaran HIV bukan pemijat atau panti pijat tapi laki-laki, baik penduduk
lokal mau pun pendatang, yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV yaitu
yang laki-laki atau perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seks,
di dalam atau di luar nikah, tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti
atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja
seks. Perilaku berisiko tidak hanya mereka lakukan di kawasan lokal tapi bisa
di luar daerah atau di luar negeri. Tapi, karena informasi HIV/AIDS selalu
dibalut dengam norma, moral, dan agama maka yang muncul hanya mitos
(anggapanyang salah) sehingga masyarakat tidak memahami cara-cara pencegahan
yang akurat.
Dalam
berita disebutkan: “Selebihnya ada yang meninggal dan ada juga yang
meninggalkan Kota Bontang kembali ke daerah asalnya.” Ini mengesankan kalau
yang tertular HIV sudah meninggalkan Bontang maka Bontang ‘bersih’. Perlu
dingat penduduk lokal yang menjadi pelanggan panti pijat sudah ada yang
tertular HIV yang selanjutnyar akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara
horizontal antar penduduk.
Jika
ingin menurunkan insiden penularan HIV di kalangan dewasa maka yang perlu
dilakukan adalah mewajibkan setiap penduduk untuk memakai kondom pada hubungan
seks yang berisiko. Selain itu diwajibkan pula bagi penduduk yang pernah
melakukan perilaku berisiko untuk menjalani tes HIV secara sukarela. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.