Tanggapan
terhadap Berita di Harian “REPUBLIKA”
Oleh: Syaiful
W. Harahap
Direktur
Eksekutif LSM “InfoKespro” Jakarta
Berita
“Buruh Pabrik Rentan Terjangkit Virus HIV”
yang dimuat Harian “REPUBLIKA” edisi 2 Oktober 2003 di halaman 3 tidak
akurat karena tidak ada hubungan langsung antara buruh pabrik dengan kerentanan
terjangkit HIV.
Dalam
berita itu disebutkan “Di wilayah Bogor yang memiliki banyak pabrik dan
industri, sekitar 500 orang terindikasi terinveksi virus HIV”. Sebagai fakta
medis penularan HIV tidak bisa diindikasikan terjadi pada seseorang karena
diagnosis HIV hanya bisa dilakukan melalui hasil tes darah di laboratorium.
Sangat disayangkan sebagai lembaga internasional ILO mengumbar data yang tidak
disertai dengan penjelasan yang akurat. Dari
mana angka itu diperoleh? Apakah angka itu hasil survailans tes HIV? Kapan survailans
dilakukan? Di kalangan mana survailans dilakukan?
Dalam
disebutkan buruh pabrik rentan tertular HIV. Ini jelas ngawur.
Sama sekali tidak ada kaitan langsung antara buruh pabrik dengan penularan HIV.
Penularan HIV melalui hubungan seks hanya bisa terjadi kalau salah satu dari
pasangan HIV-positif. Ini fakta medis.
Jadi,
penularan sama sekali tidak terkait dengan sifat hubungan seks (di luar nikah,
di dalam nikah, homoseksual, dll.) tapi kondisi hubungan seks (seks aman atau
seks tidak aman). Biar pun hubungan seks dilakukan di luar nikah, zina,
sodomi, dll. kalau kedua pasangan itu HIV-negatif tidak akan pernah terjadi
penularan HIV. Sebaliknya, biar pun hubungan seks dilakukan di dalam ikatan
pernikahan yang sah kalau salah satu dari pasangan itu HIV-positif dan hubungan
seks dilakukan tanpa memakai kondom (seks tidak aman) maka ada risiko
(kemungkinan) penularan HIV.
Di
bagian berita itu disebutkan “Umumnya mereka terjangkit setelah berhubungan
dengan wanita atau pria yang bukan pasangan sahnya”. Pernyaan ini menyesatkan
karena tidak ada hubungan langsung antara penularan HIV dengan status
pernikahan. Seseorang berisiko tertular HIV jika melakukan perilaku-perilaku
berisiko tinggi tertular HIV yaitu:
(1) melakukan hubugnan seks (sanggama)
penetrasi tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti di dalam dan di luar
nikah,
(2)
melakukan hubugnan seks (sanggama) penetrasi tanpa kondom dengan seseorang yang
suka berganti-ganti pasangan di dalam dan di luar nikah,
(3)
menerima transfusi darah, dan
(4)
memakai jarum suntik dan semprit secara bersama dengan bergiliran dan
bergantian.
Pada
bagian lain disebutkan “masyarakat yang menurut ILO terindikasi virus HIV itu
merupakan pekerja usia produktif”. Pernyataan ini bisa menyesatkan karena tidak
disertai penjelasan yang bernalar. Soalnya, HIV tidak bisa memilih-milih siapa
yang akan terinfeksi.
Pernyataan
Mar’ie Muhammad yang menyebutkan salah satu cara meminimalkan penyebaran HIV
adalah dengan memberantas praktik prostitusi. Ini juga tidak akurat karena di
negara-negara yang sama sekali tidak ada prostitusi banyak kasus HIV/AIDS yang
dilaporkan. Jadi, tidak ada hubungan langsung antara prostitusi dengan
penularan HIV.
Kaitan
narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) dengan HIV/AIDS hanya terjadi pada
penggunaan narkoba dengan jarum suntik. Itu pun kalau satu jarum suntik dipakai
bersama-sama dengan bergiliran dan salah satu di antara mereka HIV-positif.
Kalau semuanya HIV-negatif tidak akan pernah terjadi penularan HIV. ***
Catatan:
pernah dimuat di https://aidsmediawatch.wordpress.com/2009/08/27/tanggapan-terhadap-berita-di-harian-%E2%80%9Crepublika%E2%80%9D-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.