Sumber: SatuDunia
1 Oktober 2007
Jakarta, SatuDunia. Pernyataan Prof. Dr. Dadang Hawari
bahwa kondom tidak efektif mencegah penularan infeksi menular seksual (IMS) dan
HIV/AIDS dianggap menyesatkan. Apalagi, bila ada anggapan kondom justru
mendorong seks bebas.
Pernyataan itu mengemuka dalam diskusi efektivitas
kondom dalam pencegahan HIV/AIDS di Jakarta pekan lalu. Diskusi yang digelar
Komisi Penanggulangan AIDS Jakarta itu menghadirkan Direktur Yayasan Kusuma
Buana dr. Adi Sasongko, Direktur LSM Infokespro Syaiful W. Harahap, dan aktivis
Kantor Aksi Penanggulangan AIDS (Kapeta) Aziza.
Diskusi itu sendiri dipicu oleh pernyataan Prof. Dr.
Dadang Hawari di harian Radar Banten, 11 September 2007. Psikiater
sekaligus penceramah itu kepada wartawan mengungkapkan keraguannya tentang
efektivitas kondom mencegah HIV/AIDS karena tingkat kebocorannya tinggi.
“Yang bilang kondom aman 100 persen itu menyesatkan,” terang
psikiater Prof Dr dr Dadang Hawari saat memberikan penyuluhan bahaya narkoba
dan HIV/AIDS pada ratusan pelajar, di Alun-alun Barat Serang, Senin (10/9). Selain
itu, ada anggapan kondom juga sering dinilai mendorong seks bebas.
Kondom Berpori
Menurut dr. Adi Sasongko, meski tidak 100% aman,
kondom merupakan satu-satunya alat pencegahan yang selama ini terbukti efektif
untuk membendung percepatan penyebaran virus HIV. Karena itu, ia membantah
asumsi kebocoran itu karena kondom memiliki pori-pori.
Menurut laporan Consumer Report tahun
1999, kata Adi, kondom lateks yang diregang dan diperiksa dengan mikroskop
elektron dengan pembesaran 30.000 kali tidak memperlihatkan adanya pori-pori
dalam kondom.
Selain itu, kata Adi, laporan penelitian New
England Journal of Medicine edisi 11 Agustus 1994 menunjukkan fakta
menarik.
Dari penelitian terhadap 254 pasangan yang salah
satunya terinfeksi HIV, pada 124 pasangan yang konsisten menggunakan
kondom tidak ditemukan adanya penularan. Sementara, pada 121 pasangan lain
yang tidak konsisten menggunakan kondom ditemukan penularan
HIV pada 12 orang.
Hasil evaluasi ‘Cohrane Review’ tanggal
25 Mei 2001 juga menyimpulkan, penggunaan kondom secara konsisten mempunyai
kemampuan mencegah transmisi HIV dengan efektivitas 80%. Evaluasi ini dilakukan
terhadap 4.709 publikasi ilmiah mengenai efektivitas kondom.
“Walaupun tidak memberikan jaminan 100%, jika
digunakan secara benar dan konsisten, kondom efektif untuk mencegah IMS dan
AIDS,” kata dr Adi.
Seks Bebas
Sementara itu, pengamat media Syaiful W. Harahap
menyesalkan para wartawan yang begitu saja mengambil mentah-mentah pernyataan
narasumber tanpa sikap kritis. Salah satunya adalah pernyataan bahwa penggunaan
kondom dapat mendorong seks bebas.
“Tidak ada kaitan antara seks bebas atau penzinah
dengan kondom,” tegasnya. Sebab, kata Syaiful, seks bebas sudah ada sebelum
kondom. Dan sampai sekarang tidak ada penzinah yang mau menggunakan kondom,
apalagi jika dia harus membayar pekerja seks komersial dengan tarif 1.000 dolar
AS.
Karena itu, Syaiful menilai sebuah kekeliruan karena
mencampuradukkan HIV/AIDS sebagai fakta medis dan fakta moral.
“Bila komunitasnya belum tertular, silakan bicara
moral sebagai cara pencegahan. Namun, bila komunitasnya sudah tertular, maka
kita harus bicara HIV sebagai fakta medis. Termasuk pencegahannya, dengan
penggunaan kondom,” paparnya.
Sebab, kata Syaful, bila jurnalis menulis HIV/AIDS
sebagai fakta moral, hal ini akan menimbulkan bias. Akibatnya yang mencuat
adalah mitos (anggapan keliru) di masyarakat. Padahal, kata Syaiful, Indonesia
kini termasuk negara nomor tiga dalam kecepatan penambahan kasus infeksi HIV
baru di Asia. “Tidak ada kaitan antara seks bebas atau penzinah dengan kondom,”
tegasnya.
Sebab, kata Syaiful, seks bebas sudah ada sebelum
kondom. Dan sampai sekarang tidak ada penzinah yang mau menggunakan kondom,
apalagi jika dia harus membayar pekerja seks komersial dengan tarif 1.000 dolar
AS.
Karena itu, Syaiful menilai sebuah kekeliruan karena
mencampuradukkan HIV/AIDS sebagai fakta medis dan fakta moral.
“Bila komunitasnya belum tertular, silakan bicara
moral sebagai cara pencegahan. Namun, bila komunitasnya sudah tertular, maka
kita harus bicara HIV sebagai fakta medis. Termasuk pencegahannya, dengan penggunaan
kondom,” paparnya.
Sebab, kata Syaiful, bila jurnalis menulis HIV/AIDS
sebagai fakta moral, hal ini akan menimbulkan bias. Akibatnya yang mencuat
adalah mitos (anggapan keliru) di masyarakat. Padahal, kata Syaiful, Indonesia
kini termasuk negara nomor tiga dalam kecepatan penambahan kasus infeksi HIV
baru di Asia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.