12 Juli 2017

Stigmatisasi terhadap Odha

Tanggapan terhadap berita HIV/AIDS di “RADAR BOJONEGORO

Oleh: Syaiful W. Harahap
LSM (media watch) “InfoKespro” Jakarta

Berita “12 Penderita HIV/Aids Bebas Berkeliaran, 10 PenderitaHIV/Aids di Lamongan tewas” di “RADAR BOJONEGORO” edisi 22 Februari 2005 menunjukkan pemahaman terhadap HIV/AIDS yang tidak komprehensif.

Judul berita yang menyebutkan “bebas bekeliaran’ merupakan sensasi dan bentuk stigmatisasi (pemberian cap buruk) karena semua penderita penyakit, baik yang tidak menular maupun yang menular, selain HIV/AIDS juga bebas berkeliaran. Penderita TBC jauh lebih berbahaya karena dapat menularkan baksil TB melalui udara. Sedangkan Odha (Orang yang Hidup dengan HIV/AIDS) tidak bisa menularkan HIV/AIDS melalui udara dan pergaulan sehari-hari.

Yang menjadi persoalan besar justru orang-orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk tanpa mereka sadari. Penduduk Lamongan, laki-laki dan perempuan, yang pernah melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperi pekerja seks, baik di Lamongan maupun di luar Lamongan atau di luar negeri sudah berisiko tertular HIV. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV.

Sedangkan yang sudah terdeteksi akan bisa menahan diri karena mereka memperoleh konseling (bimbingan) ketika henak menjalani tes HIV dan sesudah diketahui hasil tes HIV mereka.

Dalam berita disebutkan ” …. warga Lamongan terkenal sebagai perantau, sehingga cukup rawan terjangkit penyakit itu saat berada di luar daerah”. Pernyataan ini tidak akurat karena tidak ada kaitan langsung antara perantau dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, bisa terjadi kalau salah satu dari pasangan itu HIV-positif baik di Lamongan, di luar Lamongan mau pun di luar negeri. Kalau kemudian fakta menunjukkan penduduk Lamongan tertular HIV di luar Lamogan maka hal itu menunjukkan perilaku penduduk Lamongan yang merantau berisiko tinggi tertular HIV. Sebaliknya, biar pun merantau ke ujung dunia kalau perilakunya tidak berisiko tinggi maka risiko tertular HIV sangat rendah.

Di bagian lain disebutkan ” …. penyebaran penyakit ini hanya melalui 3 cara, yakni melalui persetubuhan, kontaminasi darah dan menurun ke anaknya.” juga tidak akurat. Penularan HIV dari ibu yang HIV-positif ke anak yang dikandungnya tidak terjadi otomatis sebagai penyakit turunan karena HIV adalah virus yang menular sehingga bisa dicegah. Penularan dari ibu seorang ibu yang HIV-positif ke anak yang dikandungnya terutama terjadi pada saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Penularan HIV melalui persetubuhan, di dalam atau di luar nikah, bisa terjadi kalau salah satu atau kedua-dua pasangan itu mengidap HIV dan pada setiap hubungan seks laki-laki tidak memakai kondom. Penularan melalui darah bisa terjadi kalau darah yang  mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui transfusi darah, jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, alat-alat kesehatan atau terpapar pada permukaan kulit yang ada luka-lukanya. *


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.