Oleh:
Syaiful W. Harahap
[Sumber:
Newsletter “InfoAIDS” edisi No
3/Januari 2009]
Biar pun terminologi
(istilah) tentang narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) sudah
berkembang, tapi di Tanah Air tetap saja terjadi penggunaan istilah yang rancu
dan ngawur.
“Dunia Damai tanpa Narkoba”. “Daerah X
Bebas Narkoba”. “Narkoba Kado dari Neraka”. “Narkoba Serbuk Setan”. “Narkoba
Haram”. “Narkoba No, Sehat Yes”. Masih banyak semboyan yang dijumpai di
berbagai tempat.
Kalau
ditelaah semboyan ini tidak nalar. Tidak ada zat yang haram (sesuai dengan
kaidah agama Islam) di dalam semua jenis narkoba. Secara eksplisit yang
diharamkan adalah minuman atau makanan yang mengandung alkohol dan daging babi.
Ganja, misalnya, adalah jenis daun tanaman. Tidak ada daun atau tanaman yang
diharamkan.
Begitu
pula dengan pengaitan setan dengan narkoba. Ini jelas tidak rasional karena
tidak ada fakta empiris tentang perilaku di dunia persetanan apakah mereka juga
memakai narkoba. Siapa tahu di dunia persetanan juga narkoba justru dilarang.
Begitu
pula dengan penggunaan kata zat adiktif yang dikaitkan dengan narkoba. Teh,
kopi dan rokok mengandung zat adiktif (kecanduan) tapi tidak termasuk sebagai
narkotik dan psikotropika. Maka, istilah NAZA (narkotika dan zat adiktif) dan
NAPZA (narkotika psikoktropika dan zat adiktif) tidak pas. Yang tepat adalah
narkoba.
Ada
pula semboyan yang dipajang dekat pos polisi di pintu tol Serang Timur: Narkoba
Dapat Dicegah dengan Iman dan Taqwa. Ba-gaimana me-ngukur iman dan taqwa yang
bisa mencegah penyalahgunaan narkoba? Ini pun mendorong masyarakat me-lakukan
stig-matisasi (cap buruk) dan dis-kriminasi (per-lakuan yang berbeda) ter-hadap
peng-guna narkoba.
Narkoba
sendiri adalah obat. Maka, pe-makaian secara medis dibenarkan oleh hukum. Nah,
kalau narkoba tidak ada tentulah akan menjadi persoalan besar bagi banyak orang
yang harus menjalani operasi (pembedahan) untuk menyembuhkan penyakitnya.
Orang-orang yang menjalani pembedahan di kamar operasi memakai morfin sebagai
obat anestesi (dahulu dikenal sebagai obat bius).
Bayangkan,
kalau narkoba tidak ada. Apakah orang-orang yang menjalani pembedahan harus
diikat tangan dan kakinya serta disumpal mulutnya? Yang terjadi bukan kedamaian
tapi kekacauan karena orang harus meregang nyawa di meja operasi karena tidak
memakai narkoba sebagai obat anestesi (bius). Maka semboyan yang benar adalah
“Dunia Damai tanpa PENYALAHGUNAAN Narkoba”.
Apakah
kita masih ngotot mengatakan bahwa narkoba sebagai ‘kado dari neraka’? Secara
medis narkoba terbukti sebagai obat. Yang salah adalah penggunaan narkoba di
luar keperluan medis.
Di
beberapa daerah selalu ada baliho yang bertuliskan “Daerah ‘X’ Bebas Narkoba”.
Patut dipertanyakan bagaimana cara dokter melakukan pembedahan terhadap pasien
yang harus menjalani operasi. Kalau saja semboyan itu ditulis dengan memakai
nalar tentulah bunyinya akan lebih masuk akal sehat yaitu “Daerah ‘X’ Bebas
Penyalahgunaan Narkoba”.
Di
Kota Serang, Banten, banyak spanduk yang bertuliskan TEBAS NARKOBA – BANTEN
BEBAS NARKOBA. Ini juga semboyan yang tidak bernalar karena narkoba harus ada
di rumah sakit untuk keperluan operasi.
Kalau
kelak di Prov Banten benar-benar tidak ada narkoba maka penduduk Banten yang
akan menjalani operasi harus dibawa ke luar Banten atau ke luar negeri. Karena
Indonesia juga sudah mengumandangkan akan bebas narkoba tahun 2015 maka
penduduk Indonesia pun kelak harus digotong ke luar negeri jika hendak
menjalani terapi dengan pembedahan. Maka semboyan yang benar adalah TEBAS
NARKOBA – BANTEN BEBAS PENYALAHGUNAAN NARKOBA. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.