Tanggapan
terhadap Berita di Harian “KOMPAS”
Oleh Syaiful W. Harahap – LSM (media watch) “InfoKespro” Jakarta
Berita
“HIV/AIDS, Epidemi di Tiga
Provinsi Mengkhawatirkan” di Harian ‘KOMPAS” edisi 9 Mei 2006 di halaman 13 menunjukkan
upaya-upaya penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia hanya sebatas retorika. Pada
Kongres AIDS Asia Pasifik (ICAAP) VI di Melbourne tahun 2001 Direktur UNAIDS
Dr. Peter Piot sudah mengingatkan Indonesia tentang percepatan kasus HIV/AIDS.
Kaerna
tidak ada langkah-langkah yang konkrit maka kasus HIV/AIDS pun terus terjadi.
Laporan terakhir menunjukkan sudah tercatat 10.156 kasus kumulatif
HIV/AIDS terdiri atas 4.333 HIV+ dan 5.823 AIDS dengan kematian 1.430. Tapi,
angka ini tentu saja tidak menggambarkan fakta karena epidemi HIV terkait
dengan fenomena gunung es. Banyak kasus yang tidak dilaporkan karena berbagai
alasan.
Persoalan
mendasar dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia adalah selama ini materi
KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS selalu dibalut dengan
moral dan agama. Akibatnya, yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah).
Misalnya, mengaitkan penularan HIV dengan zina, pelacuran, seks pranikah,
jajan, selingkuh, waria dan gay. Padahal, tidak ada kaitan lansung antara zina,
pelacuran, seks pranikah, jajan, selingkuh, waria dan gay dengan penularan HIV.
Salah
satu jargon yang selalu didengung-dengungkan sebagai penyebab AIDS di Negeri
ini adalah ‘seks bebas’. Terminologi ini ngawur karena merupakan terjemah bebas
dari free sex yang tidak ditemukan dalam kota kata bahasa Inggris. Lagi pula
kalau yang dimaksud ‘seks bebas’ adalah zina, maka lagi-lagi keliru karena
tidak ada kaitan langsung antara ‘seks bebas’ dengan penularan HIV. Kalau satu
pasangan HIV-negatif maka biar pun mereka ‘seks bebas’ tidak akan pernah
terjadi penularan HIV.
Pidato
Wapres Jusuf Kalla pada Hari AIDS Sedunia tanggal 1 Desember 2005 pun
menyuburkan mitos karena beliau mengatakan agar laki-laki memakai kondom kalau
berzina. Penularan HIV tidak ada kaitannya dengan sifat hubungan seks (zina, di
luar nikah, dll.), tapi terkait dengan kondisi hubungan seks (apakah salah satu
atau kedua-duanya HIV-positif, apakah laki-laki memakai kondom).
HIV/AIDS
adalah fakta medis sehingga upaya pencegahannya dapat dilakukan dengan
teknologi kedokteran. Tapi, selama ini KIE hanya mengedepankan moral dan agama
sehingga fakta (medis) tentang penularan dan pencegahan HIV tidak pernah sampai
ke masyarakat.
Dalam
berita itu tetap saja PSK yang dihujat: “Tidak hanya berjangkit pada kelompok
risiko tinggi (baca: PSK, pen.) tertular HIV/AIDS …..” Padahal, yang menularkan
HIV kepada PSK adalah laki-laki. Kemudian, laki-laki yang mengencani PSK yang
HIV-positif akan tertular pula. Maka, yang menjadi mata rantai penyebaran HIV
secara horizontal antar penduduk adalah laki-laki bukan PSK.
Di
salah satu kota di Indonesia, misalnya, wartawan enggan memberitakan kasus
HIV/AIDS karena akan menyinggung ‘martabat’ kota yang dikaitkan dengan simbol
agama. ***
Catatan:
pernah dimuat di https://aidsmediawatch.wordpress.com/2009/08/21/tanggapan-terhadap-berita-di-harian-%E2%80%9Ckompas%E2%80%9D/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.