10 Juli 2017

Retorika Penanggulangan AIDS

Tanggapan terhadap Berita di Harian “KOMPAS

Oleh Syaiful W. Harahap – LSM (media watch) “InfoKespro” Jakarta

Berita “HIV/AIDS, Epidemi di Tiga Provinsi Mengkhawatirkan” di Harian ‘KOMPAS” edisi 9 Mei 2006 di halaman 13 menunjukkan upaya-upaya penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia hanya sebatas retorika. Pada Kongres AIDS Asia Pasifik (ICAAP) VI di Melbourne tahun 2001 Direktur UNAIDS Dr. Peter Piot sudah mengingatkan Indonesia tentang percepatan kasus HIV/AIDS.

Kaerna tidak ada langkah-langkah yang konkrit maka kasus HIV/AIDS pun terus terjadi. Laporan terakhir menunjukkan sudah tercatat  10.156 kasus kumulatif HIV/AIDS terdiri atas 4.333 HIV+ dan 5.823 AIDS dengan kematian 1.430. Tapi, angka ini tentu saja tidak menggambarkan fakta karena epidemi HIV terkait dengan fenomena gunung es. Banyak kasus yang tidak dilaporkan karena berbagai alasan.

Persoalan mendasar dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia adalah selama ini materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS selalu dibalut dengan moral dan agama. Akibatnya, yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah). Misalnya, mengaitkan penularan HIV dengan zina, pelacuran, seks pranikah, jajan, selingkuh, waria dan gay. Padahal, tidak ada kaitan lansung antara zina, pelacuran, seks pranikah, jajan, selingkuh, waria dan gay dengan penularan HIV.

Salah satu jargon yang selalu didengung-dengungkan sebagai penyebab AIDS di Negeri ini adalah ‘seks bebas’. Terminologi ini ngawur karena merupakan terjemah bebas dari free sex yang tidak ditemukan dalam kota kata bahasa Inggris. Lagi pula kalau yang dimaksud ‘seks bebas’ adalah zina, maka lagi-lagi keliru karena tidak ada kaitan langsung antara ‘seks bebas’ dengan penularan HIV. Kalau satu pasangan HIV-negatif maka biar pun mereka ‘seks bebas’ tidak akan pernah terjadi penularan HIV.

Pidato Wapres Jusuf Kalla pada Hari AIDS Sedunia tanggal 1 Desember 2005 pun menyuburkan mitos karena beliau mengatakan agar laki-laki memakai kondom kalau berzina. Penularan HIV tidak ada kaitannya dengan sifat hubungan seks (zina, di luar nikah, dll.), tapi terkait dengan kondisi hubungan seks (apakah salah satu atau kedua-duanya HIV-positif, apakah laki-laki memakai kondom).

HIV/AIDS adalah fakta medis sehingga upaya pencegahannya dapat dilakukan dengan teknologi kedokteran. Tapi, selama ini KIE hanya mengedepankan moral dan agama sehingga fakta (medis) tentang penularan dan pencegahan HIV tidak pernah sampai ke masyarakat.

Dalam berita itu tetap saja PSK yang dihujat: “Tidak hanya berjangkit pada kelompok risiko tinggi (baca: PSK, pen.) tertular HIV/AIDS …..” Padahal, yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki. Kemudian, laki-laki yang mengencani PSK yang HIV-positif akan tertular pula. Maka, yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk adalah laki-laki bukan PSK.

Di salah satu kota di Indonesia, misalnya, wartawan enggan memberitakan kasus HIV/AIDS karena akan menyinggung ‘martabat’ kota yang dikaitkan dengan simbol agama. ***

Catatan: pernah dimuat di https://aidsmediawatch.wordpress.com/2009/08/21/tanggapan-terhadap-berita-di-harian-%E2%80%9Ckompas%E2%80%9D/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.