12 Juli 2017

Pernyataan yang Menyuburkan Mitos

Tanggapan terhadap berita AIDS di “Media Indonesia Online

Oleh: Syaiful W. Harahap
LSM (media watch) “InfoKespro” Jakarta

Berita “98 Warga Kota Bogor Positif HIV-AIDS” di “Media Indonesia Online” edisi 24 Februari 2006 menunjukkan pemahaman terhadap HIV/AIDS yang tidak akurat. Padahal, saat ini informasi yang akurat tentang HIV/AIDS sudah tersebar luas.

Judul berita sendiri tidak akurat karena yang bisa dideteksi adalah HIV bukan AIDS. Maka, yang benar adalah HIV-positif dan masa AIDS (kondisi pada diri seseorang yang tertular HIV setelah 5 – 10 tahun tertular HIV yang ditandai dengan sekumpulan gejala penyakit yang disebut infeksi oportunistik).

Pada berita itu disebutkan ” …. masih sedikit atau jarang sekali penderita HIV/AIDS mau mengaku diriya terinfeksi” dan ” …. Karena pada umumnya pendertia HIV/AIDS itu sembunyi-sembunyi dan tidak mau mengakui dirinya terinfeksi penyakit tersebut.” Pernyataan ini menunjukkan pemahaman yang rendah terhadap fakta medis tentang HIV/AIDS.

Pertama, banyak yang enggan mengakui dirinya sudah tertular HIV karena kalau mereka membeberkan status HIV mereka maka mereka akan menghadapi stigmatitasi dan diskriminasi. Bahkan, penelitian menunjukan stigmatisasi dan diskriminasi lebih dilakukan di sarana kesehatan, seperti rumah sakit.

Kedua, banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tiadk ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik seseorang yang sudah tertular HIV sebelum mencapai masa AIDS.

Mengapa hal ini terjadi? Ya, ini terjadi karena selama ini materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS dibalut dengan moral dan agama sehingga yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah). Misalnya, mengaitkan penularan HIV dengan seks di luar nikah, seks pranikah, zina, pelacuran, selingkuh, jajan, waria dan gay.

Padahal, tidak ada kaitan langsung antara seks di luar nikah, seks pranikah, zina, pelacuran, selingkuh, jajan, waria dan gay dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, (bisa) terjadi kalau salah satu atau kedua pasangan itu HIV-positif dan setiap kali hubungan seks laki-laki tidak memakai kondom. Sebaliknya, biar pun seks di luar nikah, seks pranikah, zina, pelacuran, selingkuh, jajan, waria dan gay kalau dua-duanya HIV-negatif maka tidak akan pernah terjadi penularan HIV.

Dalam berita itu juga disebutkan ” …. dan yang melakukan hubungan seks tidak sehat” serta ” … seks bebas” sebagai penularan HIV. Ini juga ngawur karena apa, sih, yang dimaksud dengan `seks tidak sehat’ dan `seks bebas’? Penularan HIV melalui hubungan seks bukan karena sifat hubungan seks tapi kondisi hubungan seks. Penularan HIV melalui hubungan seks (bisa) terjadi kalau salah satu atau kedua pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom (kondisi) di dalam atau di luar nikah (sifat).

Menyebut `seks tidak sehat’ dan `seks bebas’ sebagai cara penularan HIV merupakan mitos. Inilah yang menyesatkan. Pada gilirannya epidemi HIV akan menjadi `bom waktu’ karena banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV.

Kapan, sih, seseorang berisiko tinggi tertular HIV? Seseorang, laki-laki dan perempuan, berisiko tinggi tertular HIV jika pernah (a) melakukan hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan (seperti pekerja seks komersial/PSK), (b) menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV, (c) memakai jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo dan alat-alat kesehatan secara bergiliran, (d) menerima cangkok organ tubuh yang tidak diskrining HIV.

Mereka inilah yang kelak akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal kalau mereka tertular HIV. Semuanya tanpa disadari sehingga penyebaran HIV antar penduduk terjadi secara diam-diam. Nah, untuk memutus mata rantai penyebaran HIV antar penduduk maka kepada yang pernah melakukan perilaku berisiko tinggi dianjurkan untuk menjalani tes HIV secara sukarela. Dengan mengetahui status HIV seseorang dapat diajak untuk memutus mata rantai penyebaran HIV dan mereka pun dapat ditangani secara medis agar tetap produktif. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.