Tanggapan terhadap berita HIV/AIDS di di “Riau
Terkini”
Oleh: Syaiful W.
Harahap
LSM (media watch) “InfoKespro” Jakarta
LSM (media watch) “InfoKespro” Jakarta
Berita
“Penderita HIV-Aids di Riau Capai 75 orang”
di “Riau Terkini” edisi 23 Juni 2006 menunjukkan pemahaman terhadap
HIV/AIDS yang tidak komprehensif.
Pertama, berita
“Penderita HIV-Aids di Riau Capai 75 orang” bias menyesatkan karena tidak
dijelaskan mengapa angka kasus HIV/AIDS terus bertambah. Karena tidak ada
penjelasan maka berita itu mengesankan kasus HIV/AIDS hanya terjadi akhir-akhir
ini saja. Padahal, penemuan kasus (baru) terjadi karena ada kegiatan survailans
dan VCT. Kian gencar survailans dan VCT maka makin banyak pula kasus baru yang
terdeteksi.
Kedua, dalam berita
disebutkan ” ….. rendahnya kesadaran orang dengan resiko tinggi HIV-Aids untuk
menggunakan kondom saat `jajan’ ….” merupakan pernyataan yang tidak akurat.
Tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan `jajan’ karena penularan
HIV melalui hubungan seks bisa terjadi di dalam atau di luar nikah kalau salah satu
atau dua-dua dari pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom
setiap kali hubungan seks.
Pernyataan
di atas merupakan mitos yaitu anggapan yang salah tentang HIV/AIDS yang membuat
masyarakat lalai melindungi diri karena di beberapa tempat yang menyediakan
`cewek’ ada proses `pernikahan’ sehingga hubungan seks sah. Tapi, hal ini tidak
mencegah penularan HIV dan penyakit lain, seperti sifilis, GO, hepatitis B,
dll. Hubungan seks sah sehingga mereka pun tidak berpikir akan terjadi
penularan HIV karena selama ini disebutkan (mitos) penularan HIV terjadi karena
zina, jajan, selingkuh, dll.
Ketiga, dalam berita
itu juga tidak dijelaskan siapa yang disebut `orang dengan risiko tinggi
HIV-Aids’. Pekerja seks yang terdeteksi HIV-positif ditularkan oleh laki-laki
yang mengencani mereka. Maka, yang menjadi mata rantai penyebaran HIV antar
penduduk adalah laki-laki, yang di masyarakat bisa saja sebagai suami, lajang,
perjaka atau duda. Tapi, mereka itu tidak terdeteksi karena tidak ada tanda,
gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik sebelum mencapai masa AIDS
(antara 5 – 10 tahun). Namun, mereka sudah bias menularkan HIV kepada orang
lain, al. melalui hubungan seks di dalam atau di luar nikah.
Selama
materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS dibalut dengan
moral dan agama maka yang ditangkap masyarakat hanya mitos yang pada akhirnya
akan menyuburkan penyangkalan. Jika ini yang terjadi maka epidemi HIV akan
menjadi `bom waktu’ ledakan AIDS. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.