Tanggapan
terhadap berita di “Media Indonesia
Online”
Oleh:
Syaiful W. Harahap
LSM “InfoKespro”
LSM “InfoKespro”
Berita
“Kasus AIDS di Banten Capai 42 Buah”
di Media Indonesia Online tanggal 2 Juli 2006 lagi-lagi
menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Disebutkan
Banten diapit oleh dua daerah dengan kasus AIDS yang tinggi yaitu Prov. Jakarta
dan Prov. Jawa Barat. Hal ini mengesankan Banten berada pada posisi yang
riskan. Ini tidak akurat karena HIV tidak menular melalui udara dan air serta
pergaulan sosial sehari-hari. Di negara yang tertutup dan tidak ada industri
hiburan pun tetap saja ada kasus HIV/AIDS. Di Arab Saudi, misalnya, sampai
akhir 2004 dilaporkan 8.919 (arabnews.com
– 3 September 2005). Bahkan, 84 anak-anak dirawat di rumah sakit karena
penyakit terkait AIDS.
Maka,
yang menjadi persoalan dalam epidemi HIV adalah perilaku orang per orang.
Seseorang berada pada risiko tinggi tertular HIV kalau dia pernah melakukan
hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang
berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan.
Dalam
berita disebutkan salah satu cara memutus mata rantai penularan AIDS adalah
dengan membuat Perda. Beberapa daerah sudah mempunyai Perda yaitu Prov. Jawa
Timur, Kab. Jayapura, Kab. Merauke dan Prov. Riau. Tapi, apa yang terjadi?
Tidak ada penjabaran yang realistis untuk mengatasi epidemi HIV.
Perda
dan `Komitmen Sentani’ bertolak dari pengalaman Thailand yang dikabarkan
berhasil menekan infeksi baru yaitu melalui `Program Wajib Kondom 100%”. Di
Thailand bisa karena ada lokalisasi pelacuran.
Sedangkan
di Indonesia tidak ada lokalisasi pelacuran yang resmi sehingga program itu
tidak bisa dijalankan. Thailand sendiri mulai menuai persoalan baru yaitu
banyak `hidung belang’ yang membawa pekerja seks ke luar lokalisasi sehingga
tidak ada lagi kewajiban memakai kondom.
Perda
Anti Pelacuran di Tangerang pun jelas tidak akan bisa membendung AIDS karena
bisa saja penduduk Tangerang melakukan perilaku berisiko tinggi di luar
Tangerang atau di luar negeri. Kalau ada di antara mereka yang tertular maka
mereka puna kan menjadi mata rantai penyebaran HIV antar penduduk tanpa mereka
sadari. Soalnya, tidak ada gejala, tanda atau ciri-ciri khas AIDS pada diri
seseorang yang sudah tertular HIV sebelum masa AIDS (antara 5 – 10 tahun
setelah tertular HIV), Pada kurun waktu inilah terjadi penularan HIV. Yang beristri
akan menulari istrinya, perempuan lain yang menjadi pasangan seksnya atau
pekerja seks. Yang tidak beristri akan menulari pacar atau pekerja seks.
Maka,
yang menjadi persoalan kelak adalah: apa isi Perda dan bagaimana penjabarannya
secara realistis terkait dengan mencegah penyebaran HIV. Dikhawatirkan Perda
hanya `macan kertas’ yang akhirnya akan sia-sia. Pada saat yang sama penularan
HIV antar penduduk terus terjadi secara diam-diam tanpa disadari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.