13 Juli 2017

Menyikapi ‘Peringkat’ Kasus AIDS Jawa Barat

Oleh Syaiful W. Harahap
[Pemerhati berita HIV/AIDS melalui LSM (media watch) “InfoKespro” Jakarta] 

Dalam Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dikeluarkan Ditjen PPM&PL, Depkes RI, tanggal 30 Januari 2008 Prov. Jawa Barat berada pada peringkat kedua secara nasional jumlah kumulatif kasus AIDS yaitu 1.675 atau 15,04 persen dari 11.141 kasus nasional. Pada kurun waktu Oktober-Desember 2007 dilaporkan 230 kasus AIDS. Kasus ini tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya karena banyak kasus yang belum atau tidak terdeteksi. Untuk itulah diperlukan penyuluhan yang gencar untuk meningkatkan kesadaran penduduk terhadap penanggulangan epidemi HIV.

Epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es (iceberg phenomenon) yaitu kasus yang terdeteksi hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya di masyarakat. Hal ini terjadi karena banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV. Akibatnya, penularan antar penduduk secara horizontal pun terjadi tanpa disadari.

Kondisi itu terjadi karena orang-orang yang sudah tertular HIV tidak menunjukkan tanda, gejala, atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisiknya sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-10 tahun setelah tertular). Namun, pada rentang waktu ini sudah bisa terjadi penularan melalui: (a) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (b) transfusi darah, jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, dan cangkok organ tubuh, (c) air susu ibu melalui proses menyusui. Orang-orang yang tertular pun tidak menyadari dirinya (baru) tertular HIV.

Hal itu semua terjadi karena selama ini materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS dibalut dengan norma, moral, dan agama sehingga masyarakat pun tidak memahami cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang akurat. Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV dengan zina, pelacuran, waria, jajan, selingkuh, ‘seks menyimpang’, ‘seks bebas’, dan homoseksual.

Padalah, penularan HIV melalui hubungan seks bisa terjadi di dalam atau di luar nikah kalau salah satu atau kedua-dua pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seks. Sebaliknya, kalau satu pasangan dua-duanya HIV-negatif maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun hubungan seks dilakukan di luar nikah, zina, melacur, jajan, selingkuh, ‘seks menyimpang’, ‘seks bebas’, dan homoseksual.

Pintu Masuk HIV

HIV adalah virus yang tergolong sebagai retrovirus yaitu virus yang bisa mengembangbiakkan diri di dalam sel-sel darah putih manusia. Dalam jumlah yang dapat ditularkan HIV terdapat dalam cairan darah (laki-laki dan perempuan), air mani (laki-laki, dalam sperma tidak ada HIV karena tidak ada limfosit), cairan vagina (perempuan), dan air susu ibu (perempuan).

Penularan HIV melalui darah bisa terjadi melalui transfusi darah, jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, alat-alat kesehatan, dan cangkok organ tubuh. Penularan HIV melalui ASI bisa terjadi melalui proses menyusui.

Dalam berita “6.300 Wanita Indramayu Jadi PSK di Pulau Batam” (Pikiran Rakyat, Bandung, 5/11-2005), misalnya, sama sekali tidak dikaitkan dengan epidemi HIV/AIDS. Padahal, kalau saja fakta itu dibawa ke realitas sosial maka akan lain maknya. Andaikan 10 persen saja dari mereka yang tertular HIV maka 630 wanita Indramayu yang menjadi PSK di Batam sudah menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal ketika mereka kembali ke kampong halamannya. Bagi yang bersuami akan menularkan HIV kepada suaminya dalam ikatan pernikahan yang sah. Yang lain bisa juga melanjutkan pekerjaannya di daerahnya atau di daerah lain jika dia pindah ‘praktek’.

Di Singapura sendiri suami-suami yang bertugas atau rekreasi ke Kep. Riau diwajibkan menjalani tes HIV ketika pulang ke Singapura. Kep. Riau menempati peringkat 9 kasus AIDS secara nasional dengan jumlah 238. Data di sebuah poliklinik di Batam menunjukkan pekerja seks di sana rata-rata tertular lebih dari dua jenis PMS (penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, seperti sifilis, GO, klamidia, dll.). Infeksi PMS ini merupakan luka-luka mikroskopis di alat kelamin yang menjadi ‘pintu masuk’ bagi HIV.

Mata rantai itu baru dari satu daerah, bagaimana dengan daerah lain? Kasus penyebaran HIV di Jabar khususnya dan di Indonesia umumnya didorong pula oleh penduduk lokal yang melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV di luar daerahnya atau di luar negeri. Mereka adalah penduduk: (a) laki-laki atau perempuan yang sering melakukan hubungan seks di dalam atau di luar nikah tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti, dan (b) laki-laki atau perempuan yang sering melakukan hubungan seks di dalam atau di luar nikah dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks.

Deteksi AIDS

Data Depkes tadi menunjukkan dari 1.675 kasus AIDS di Jabar ternyata 1.356 kasus AIDS ada di kalangan pengguna narkoba suntikan. Data ini juga merupakan ‘lampu merah’ bagi Jabar karena pengguna narkoba suntikan biasanya menyuntikkan narkoba dengan beberapa temannya. Andaikan setiap orang dari 1.675 pengguna narkoba yang terdeteksi AIDS itu mempunyai teman menyuntik 5 maka sudah ada 8.375 orang yang berisiko tertular HIV.

Angka terakhir ini akan terus membengkak bak deret ukur karen mereka pun mempunyak teman menyuntuk pula. Begitu seterusnya. Bagi yang beristri mereka menularkan HIV kepada istrinya, selingkuhannya, atau pekerja seks (horizontal). Kalau istrinya tertular maka ada risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya (vertikal) terutama saat persalinan dan menyusui dengan ASI. Yang tidak beristri akan menularkan HIV kepada pasangan seksnya, pacarnya atau pekerja seks.

Selain itu disebutkan pula sudah ada 330 Odha (Orang dengan HIV/AIDS) yang mati. Angka ini juga ‘lampu merah’ bagi Jabar karena sebelum meninggal mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain. Soalnya, kematian pada Odha terjadi setelah masa AIDS yang secara statistik antara 5-10 tahun setelah tertular HIV. Pada rentang waktu ini banyak Odha yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda, gejala, atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisiknya. Namun, penularan sudah bisa terjadi melalui: (a) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (b) transfusi darah, (c) jarum suntik, jarum tindik, jarum akupuktur, jarum tattoo, dan cangkok organ tubuh, (d) air susu ibu.

Untuk memutus mata rantai penyebaran HIV perlu ditingkatkan upaya untuk mendorong agar orang-orang yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV mau menjalani tes HIV sukarela. Mereka itu adalah penduduk yang pernah melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV yaitu (a) laki-laki atau perempuan yang sering melakukan hubungan seks di dalam atau di luar nikah tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti, dan (b) laki-laki atau perempuan yang sering melakukan hubungan seks di dalam atau di luar nikah dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks. Mereka inilah sebenarnya yang menjadi mata rantai penyebaran HIV antar penduduk, termasuk kepada pekerja seks. Penularan HIV terjadi tanpa mereka sadari karena mereka juga tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV.

Di Indonesia tidak ada mekanisme yang bisa mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat. Berbeda dengan di Malaysia yang mempunyai mekanisme untuk mendeteksi kasus HIV di masyarakat yaitu melalui tes HIV rutin kepada pasien penyakit PMS (sifilis, GO, dll.), pengguna narkoba suntikan, perempuan hamil, polisi, narapidana, donor darah, dan pasien TBC. Survai khusus dilakukan kepada pekerja seks, homoseksual, serta pelajar dan mahasiswa.

Yang menjadi ‘sasaran tembak’ untuk tes HIV di Indonesia hanya pekerja seks dan waria. Padahal, yang menularkan HIV kepada pekerja seks dan waria adalah laki-laki yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai suami, pacar, atau selingkuhan yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, pelajar, mahasiswa, sopir, pedagang, pencopet, perampok, dll.

Makin banyak kasus HIV/AIDS yang terdeteksi maka kian banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang dapat diputuskan.  ***

Catatan: pernah dimuat di https://aidsmediawatch.wordpress.com/2009/07/17/menyikapi-%E2%80%98peringkat%E2%80%99-kasus-aids-jawa-barat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.