Tanggapan
terhadap berita HIV/AIDS di Harian “WASPADA” Medan
Oleh: SYAIFUL
W. HARAHAP*
[Sumber: Harian “WASPADA”,
Medan, 23 Juni 2008]
Berita
“4 Persen PSK Di Medan Terjangkit HIV/AIDS”
di Harian “WASPADA” Medan (2
Juni 2008) sama sekali tidak menggambarkan realitas sosial tentang epidemi HIV
di Medan. Secara nasional Kota Medan termasuk dalam daftar “100 Kab/Kota
Program Akselerasi” penanggulangan HIV/AIDS. Sampai 31/3-2008 dilaporkan 360
kasus AIDS. Angka ini tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat.
Akibatnya, akan terus terjadi penularan IMS dan HIV secara horizontal
antarpenduduk.
Dalam
berita itu yang dipersoalkan adalah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang
menganggap jika sudah disuntik antibiotik maka mereka tidak akan tertular
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks, di dalam atau di luar
nikah, yang disebut sebagai infeksi menular seksual (IMS), seperti sifilis, GO,
hepatitis B, klamidia, dll., termasuk HIV.
Padahal, ada fakta yang luput terkait
dengan temuan data tersebut yang justru menjadi persoalan besar bagi kesehatan
masyarakat Kota Medan khususnya dan nusantara pada umumnya.
Mitos AIDS
Pertama, ada
kemungkinan PSK yang terdeteksi HIV-positif di Medan tertular HIV dari laki-laki
yang melakukan hubungan seks dengan PSK tersebut. Kalau ini yang terjadi maka
di sudah ada (baca: banyak) laki-laki penduduk Kota Medan laki-laki yang
mengidap HIV (HIV-positif). Laki-laki itu dalam kehidupan sehari-hari ada yang
sebagai suami, lajang, duda, remaja yang bekerja sebagai pegawai, karyawan,
pengajar, mahasiswa, pencopet, perampok, dll. Tapi karena tidak ada mekanisme
yang bisa menjaring ‘lelaki hidung belang’ untuk menjalani tes HIV maka mereka
pun tidak terdeteksi.
Selain
itu mereka (laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK) tidak menyadari dirinya
sudah tertular HIV karena tidak ada tanda, gejala, atau ciri-ciri yang khas
AIDS pada fisikorang-orang yang sudah tertular HIV sebelum masa AIDS (antara
5-10 tahun setelah tertular HIV). Tapi, pada rentang waktu ini sudah bisa
terjadi penularan HIV melalui: (a) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di
luar nikah, (b) transfusi darah yang tidak diskrining HIV, (c) jarum suntik,
jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, dan alat-alat kesehatan yang
dipakai bersama-sama dengan bergiliran, (c) cangkok organ tubuh yang tidak
diskrining HIV, dan (d) air susu ibu (ASI) melalui proses menyusui.
Kondisi
di atas merupakan salah satu mata rantai penyebaran HIV secara horizontal
antarpenduduk. Bagi yang beristri mereka akan menularkan IMS kepada istrinya
atau perempuan lain yang menjadi pasangan seksualnya, termasuk PSK lain
(horizontal). Kalau istrinya tertular maka ada risiko penularan kepada bayi
yang dikandungnya. Bagi yang tidak beristri mereka akan menularkan HIV kepada
perempuan lain yang menjadi pasangan seksualnya, termasuk PSK lain
(horizontal).
Kedua, ada
kemungkinan PSK yang terdeteksi HIV-positif di Medan itu sudah mengidap HIV
ketika mulai praktek di Medan. Kalau ini yang terjadi maka laki-laki penduduk
Kota Medan atau daerah lain yang datang ke Medan yang melakukan hubungan seks
dengan PSK berisiko tinggi tertular HIV kalau hubungan seks dilakukan tidak
pakai kondom. Kondisi ini juga mendorong penularan HIV antar penduduk seperti
halnya kemungkinan pertama.
Masalah
HIV/AIDS kian rumit karena selama ini materi KIE (komunikasi, informasi, dan
edukasi) tentang HIV/AIDS dibumbui dengan norma, moral, dan agama sehingga yang
muncul hanya mitos (anggapan yang salah). Misalnya, mengait-ngaitkan penularan
HIV dengan seks bebas, zina, melacur, jajan, selingkuh, waria, dan homoseksual.
Padahal, tidak ada kaitan langsung antara seks bebas, zina, melacur, jajan,
selingkuh, waria, dan homoseksual dengan penularan HIV.
Seperti
pada berita “Sumut Peringkat 4 kasus AIDS”
di Harian “WASPADA” (2/6-2008). Tema seminar itu pun sudah mitos yaitu
‘Narkoba, Seks Bebas Hubungannya dengan HIV-AIDS’.
Penularan
HIV melalui hubungan seks (bisa) terjadi di dalam atau di luar nikah jika salah
satu atau keduadua pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak selalu memakai
kondom setiap kali senggama dengan pasangannya. Maka, sama sekali tidak ada
kaitan langsung antara seks bebas dengan penularan HIV/AIDS. Dalam hal ini
tidak pula jelas apa yang dimaksud dengan ‘seks bebas’. Kata ini merupakan
terjemahan bebas dari free sex yang tidak dikenal dalam kosa kata bahasa
Inggris.
Tes HIV Sukarela
Kalau
yang dimaksud dengan ‘seks bebas’ adalah zina atau melacur maka sekali lagi
tidak ada kaitan langsung antara ‘seks bebas’ dengan penularan HIV. Kalau
sepasang laki-laki dan perempuan yang HIV-negatif melakukan ‘seks bebas’ maka
tidak ada risiko penularan HIV.
HIV adalah virus yang tergolong sebagai
retrovirus yaitu virus yang bisa mengembangbiakkan diri di dalam sel-sel darah
putih manusia.
Ketika
HIV mengembangbiakkan diri di sel darah putih maka sel-sel darah putih yang
dipakai HIV sebagai ‘pabrik’ pun rusak. HIV yang baru diproduksi mencari sel
darah putih lain untuk tempat berkembang biak. Begitu seterusnya sehingga
sampai pada satu tahap ketika jumlah sel darah putih tinggal sedikit maka
muncullah masa AIDS dengan beberapa gejala yang tidak khas AIDS. Pada tahap ini
penyakit sangat mudah masuk karena sistem kekebalan tubuh yang sangat rendah.
Penyakit-penyakit yang masuk pada masa AIDS inilah yang kemudian menyebabkan
kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS).
Dalam
jumlah yang dapat ditularkan HIV terdapat dalam cairan darah (laki-laki dan
perempuan), air mani (laki-laki, dalam sperma tidak ada HIV), cairan vagina
(perempuan), dan air susu ibu/ASI (perempuan). Penularan HIV melalui darah
(bisa) terjadi kalau darah yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui
transfusi darah, jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo,
alat-alat kesehatan, dan cangkok organ tubuh. Penularan HIV melalui air mani
dan cairan vagina yang mengandung HIV (bisa) terjadi melalui hubungan seks tanpa
kondom di dalam atau di luar nikah. Penularan HIV melalui ASI yang mengandung
HIV (bisa) terjadi melalui proses menyusui.
Terkait
dengan kasus HIV/AIDS di kalangan pengguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan
berbahaya) dengan suntikan sering pula terjadi salah kaprah. Ada kesan yang
menularkan HIV adalah narkoba. Penularan HIV pada pengguna narkoba suntikan
terjadi karena mereka memakai jarum suntik yang sama secara bersama-sama dengan
bergantian. Kalau di antara mereka ada yang HIV-positif maka yang lain pun
berisiko pula tertular HIV.
Begitu
pula dengan data kasus HIV/AIDS terbanyak pada kalangan pengguna narkoba suntik
karena bagi yang akan menjalani rehabilitasi diwajibkan menjalani tes HIV.
Maka, amatlah masuk akal banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi di kalangan pengguna
narkoba. Sebaliknya, tidak ada mekanisme yang memaksa ‘laki-laki hidung belang’
untuk menjalani tes HIV sehingga sedikit kasus yang terdeteksi di kalangan
laki-laki yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV.
Untuk
itulah dianjurkan kepada penduduk yang pernah melakukan (a) hubungan seks tanpa
kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti, dan (b)
hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan seseorang yang
sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK, untuk melakukan tes HIV secara
sukarela.
Kian
banyak kasus HIV yang terdeteksi maka semakin banyak pula mata rantai penularan
HIV yang diputuskan karena orang-orang yang terdeteksi HIV diajak untuk tidak
menularkan HIV kepada orang lain. Mereka pun bisa pula ditangani secara medis
agar mereka bisa tetap produktif. Sekarang sudah ada obat antiretroviral yaitu
obat untuk menekan perkembangan HIV di dalam darah orang-orang yang tertular
HIV. *
* Penulis adalah pemerhati masalah HIV/AIDS di LSM “InfoKespro” Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.