Oleh: Syaiful
W. Harahap
[Sumber:
Newsletter “infoAIDS” edisi No 6/Oktober 2006]
Berita seputar HIV/AIDS di
kalangan pejabat di Papua seakan menyentak banyak kalangan.Tapi, kasus itu
hanyalah puncak dari ‘fenomena gunung es’ karena banyak orang di masyarakat
yang sudah tertular HIV tapi tidak terdeteksi. Mereka inilah yang menjadi
mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk.
Dengan
kasus kumulatif HIV/AIDS 1.759 di Papua dan Irjabar yang terdiri atas 920
HIV+ dan 839 AIDS serta 192 kamatian menunjukkan epidemi HIV di Papua sudah
menjadi masalah besar. Memang, sebelum mencapai masa AIDS (antara 5 – 10
tahun setelah tertular HIV) seseorang yang sudah tertular HIV tidak ada
mengalami persoalan terkait dengan kesehatan karena tidak ada tanda, gejala
atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisiknya.
Biar
pun tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada diri seseorang
yang sudah tertular HIV dia sudah bisa menularkan HIV kepada orang lain tanpa
disadarinya melalui: (a) hubungan seks di dalam atau di luar nikah, (b)
transfusi darah, (c) jarum suntik, jarum tindik, jarum tattoo, jarum akpunktur,
alat-alat kesehatan dan cangkok organ tubuh, (d) dari seorang ibu yang
HIV-positif ke anak yang dikandungnya terutama pada saat persalinan dan
menyusui dengan air susu ibu/ASI (HIV bukan penyakit turunan tapi penyakit
menular sehingga bisa dicegah).
Suami Penular
Angka
kematian 192 merupakan ‘petaka’ karena sebelum meninggal mereka menularkan HIV
kepada orang lain tanpa mereka sadari. Yang laki-laki akan menularkan HIV
kepada istrinya dan istrinya pun kelak akan menularkan HIV kepada anak yang
dikandungnya. Bisa pula laki-laki yang beristri menularkan ke orang lain,
seperti pacar atau istri gelap serta pekerja seks. Sedangkan yang tidak
beristri akan menularkan HIV kepada pacarnya atau pekerja seks.
Karena
tidak ada tanda, gejala atau ciri yang khas AIDS itulah yang menyebabkan banyak
orang yang menularkan HIV tanpa disadarinya. Hal ini terjadi karena
selama ini yang tumbuh subur di masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah)
yaitu HIV menular melalui pelacuran dan gay. Padahal, banyak laki-laki yang
melakukan hubungan seks bukan dengan pelacur, tapi dengan ‘cewek’ di luar
lokalisasi baik di Papua maupun di luar Papua atau di luar negeri sehingga
mereka tidak menyadari bahwa hal itu juga berisiko tinggi tertular HIV.
Soalnya, perilaku ‘cewek’ itu berisiko tinggi tertular HIV karena sering
berganti-ganti pasangan. Ada kemungkinan salah satu dari laki-laki yang
mengencani ‘cewek’tadi HIV-positif sehingga ‘cewek’ itu tertular HIV.
Kalau
ada ‘cewek’ di lokalisasi atau di luar lokalisasi yang HIV-positif maka
laki-laki yang mengencaninya pun akan tertular HIV. Penularan terjadi tanpa
disadari dan laki-laki yang tertular pun tidak menyadari dirinya sudah tertular
HIV. Laki-laki inilah yang kemudian menjadi mata rantai penyebaran HIV. Bagi
yang beristri akan menularkan HIV kepada istrinya. Hal ini terbukti seperti
yang disampaikan oleh Ketua KPAD Prov. Papua, drh Constant Karma (Cenderwasih
Pos, 9/6-2006) “ …. ibu rumah tangga lebih banyak yang terinfeksi HIV/AIDS
ketimbang pekerja seks.”
Dari
mana ibu-ibu rumah tangga itu tertular HIV? Kemungkinan besar tentulah dari
suami mereka. Hal ini terjadi karena suami mereka tidak menyadari dirinya sudah
tertular HIV karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada
fisiknya.
Seseorang
berisiko tinggi tertular HIV kalau dia pernah (1) melakukan hubungan seks
penetrasi yakni penis masuk ke vagina (heteroseks), seks oral dan seks
anal di dalam atau di luar nikah serta homoseks tanpa kondom dengan
pasangan yang berganti-ganti, (2) melakukan hubungan seks penetrasi, seks
oral dan seks anal di dalam atau di luar nikah serta homoseks tanpa
kondom dengan seseorang yang suka berganti-ganti pasangan (seperti dengan
pekerja seks perempuan atau waria), (3) menerima transfusi darah yang tidak diskrining,
dan (4) memakai jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo dan
alat-alat kesehatan secara bersama-sama dengan bergiliran.
Tes Sukarela
Setelah
mencapai masa AIDS mulailah muncul persoalan (besar). Jika yang tertular suami
maka dia tidak bisa bekerja lagi. Kalau dia dirawat di rumah sakit maka istri
dan anak-anak akan bergantian mengurusnya. Akibatnya, istri tidak bisa bekerja
dan sekolah anak-anak pun terganggu.
Tapi,
selama ini kasus HIV/AIDS di Indonesia selalu ditampik. Bahkan, di awal epidemi
HIV (1980-an) banyak pejabat dan tokoh masyarakat yang sesumbar bahwa Indonesia
tidak akan ‘diserang AIDS’ karena bangsa Indonesia berbudaya dan beragama. Ada
anggapan (yang keliru) bahwa moral dan agama bisa melindungi diri dari risiko tertular
HIV. Ini mitos (anggapan yang salah) karena sama sekali tidak ada kaitan antara
agama dan moral dengan penularan HIV.
Kalau
moral dan agama (dalam hal ini agama yang diakui) bisa membendung HIV tentulah
orang-orang yang tidak beragama akan tertular HIV. Apakah ini benar? Ternyata
tidak. Di masyarakat yang kita sebut ‘tidak beragama’ hanya karena mereka tidak
menganut agama yang resmi ternyata tidak semua penduduknya tertular HIV.
Sebaliknya, di negara-negara yang menjadikan agama sebagai dasar negara pun,
seperti Arab Saudi, tetap saja banyak kasus HIV/AIDS. Di Arab Saudi, misalnya,
sampai awal tahun ini dilaporkan 9.000-an kasus HIV/AIDS. Bahkan, 85 anak-anak
dirawat di rumah sakit karena penyakit yang terkait dengan HIV/AIDS.
Pengaitan
moral dan agama ke masalah HIV/AIDS akhirnya menyesatkan banyak orang. Untuk
itulah sudah saatnya meningkatkan penyuluhan dengan materi KIE (komunikasi,
informasi dan edukasi) yang akurat dengan mengedepankan fakta medis bukan moral
dan agama.
Sasarannya
adalah penduduk (laki-laki dan perempuan) yang pernah melakukan perilaku
berisiko agar mau menjalani tes HIV secara sukarela. Kian banyak penduduk yang
terdeteksi HIV-positif maka semakin banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang
diputus. Inilah salah satu upaya untuk menekan laju penyebaran HIV. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.