Tanggapan
terhadap berita HIV/AIDS di Harian “GALAMEDIA”, Bandung
Oleh: Syaiful
W. Harahap
Berita
“Di Kota Sukabumi 21 Orang Penderita AIDS Meninggal”
(Harian “GALAMEDIA”, Bandung, 15 Juni 2006) membuktikan bahwa pandemi
HIV sudah ada di masyarakat Sukabumi. Sayang, wartawan hanya menyampaikan data
tidak ‘membawa’ fakta itu ke realitas sosial.
Satu
hal yang perlu dicermati adalah kasus yang dilaporkan tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena
gunung es (iceberg phenomenon). Kasus yang terdeteksi hanya sebagian
kecil dari kasus yang sebenarnya ada di masyarakat (Sukabumi). Hal ini terjadi
karena banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena
tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik sebelum mencapai
masa AIDS (antara 5 – 10 tahun setelah tertular HIV).
Namun,
ybs. sudah bisa menularkan HIV secara diam-diam tanpa disadarinya melalui (a)
hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (b) transfusi darah,
(c) jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, alat-alat
keseahtan dan cangkok organ tubuh, (d) dari seorang ibu yang HIV-positif kepada
anak yang dikandungnya teruatama pada saat persalinan dan menyusui dengan air
susu ibu/ASI (HIV bukan penyakit turunan tapi penyakit menular sehingga bisa
dicegah).
Kondisi
di ataslah yang membuat epidemi HIV kian runyam karena banyak orang yang tidak
menyadari dirinya sudah tertular HIV. Sebaliknya, orang-orang yang sudah
terdeteksi HIV-positif justru mengurangi penyebaran HIV karena mulai dari
mereka mata rantai penyebaran HIV diputuskan. Bagi Odha (Orang yang Hidup
dengan HIV/AIDS) yang beristri maka dia dibujuk agar selalu memakai kondom
kalau sanggama dengan istrinya. Yang tidak beristri juga dibujuk agar tidak
melakukan hubungan seks dengan orang lain tanpa kondom.
Bercermin Thailand
Semakin
banyak kasus HIV/AIDS yang terdeteksi maka kian banyak pula mata rantai
penyebaran HIV yang dapat diputuskan. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya.
Banyak kalangan yang ‘bak kebakaran jenggot’ kalau di daerahnya terdeteksi
kasus HIV/AIDS.
Banyak yang memilih ‘menyembunyikan’
kasus HIV/AIDS agar daerahnya dinilai ‘bersih’. Padahal, langkah ini jelas
mencelakakan karena epidemi HIV akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS.
Kalau
sudah terjadi ledakan AIDS maka malapetaka yang akan datang karena penduduk
yang sudah mencapai masa AIDS membutuhkan biaya yang besar untuk pengobatan
penyakit yang muncul, disebut infeksi oportunistik. Mereka pun sudah ada yang
harus dirawat di rumah sakit sehingga mereka tidak bisa bekerja. Kalau dirawat
di rumah sakit maka istri dan anak-anaknya akan bergantian mengurusnya. Selain
biaya rumah sakit diperlukan pula biaya transport. Sekolah anak-anak juga akan
terganggu.
Kita
(sudah) terlambat menangani epidemi HIV. Tahun 2001 Direktur Eksekutif UNAIDS,
Dr. Peter Piot, sudah mengingatkan Indonesia tentang percepatan peningkatan
kasus HIV/AIDS. Pemerintah hanya berpangku tangan. Hal yang sama terjadi di
Thailand. Dua dekade yang lalu kalangan ahli sudah mengingatkan Negeri Gajah Putih
itu tentang HIV/AIDS. Tapi, petinggi negeri itu menampik dengan mengatakan
bahwa mereka adalah bangsa yang beragama dan berbudaya. Tapi, apa yang terjadi
kemudian? Tahun 2000 dana yang dibutuhkan untuk menanggulangi HIV/AIDS hampir
dua kali lipat dari devisa yang diperoleh negara itu dari pariwisata.
Diperkirakan hampir 1 juta penduduk Thailand tertular HIV.
Apakah
mengikuti jejak Thailand?
Kita
bisa berhitung sekarang. Seandainya 21 penderita yang meninggal itu semua
laki-laki dan sudah beristri maka mereka sudah menulari 21 perempuan. Kalau 21
perempuan ini hamil maka ada risiko 15-30 persen dari bayi yang mereka lahirkan
tertular HIV. Kalau ada di antara mereka yang juga melakukan hubungan seks
dengan perempuan lain, seperti selingkuhan, simpanan atau pekerja seks maka
perempuan lain itu pun berisiko pula tertular HIV. Kegiatan ini berlangsung
antara 5 – 10 tahun.
Memutus Mata Rantai
Kalau
ada di antara 21 penduduk yang meninggal itu pengguna narkoba suntikan maka
selama 5 – 10 tahun dia menyuntikkan narkoba secara bersama-sama dengan
bergiliran dan bergantian dengan teman-temannya. Andaikan mereka menyuntik
setiap hari dengan kelompok 5 orang maka ada kemungkinan 4 temannya terular
karena tingkat kemungkinan (probabilitas) penularan HIV melalui jarum suntik
sangat tinggi yaitu sekitar 90 persen setiap kali suntikan. Jika empat temannya
tadi juga menyuntik dengan temannya di kelompok lain maka teman-temannya pun
berisiko pula tertular HIV. Mereka inilah yang akan menjadi mata rantai
penyebaran HIV secara horizontal baik di kalangan sesama pengguna narkoba
maupun kepada pekerja seks, istri atau pacar mereka.
Sudah
saatnya digencarkan penyuluhan tentang HIV/AIDS melalui materi KIE (komunikasi,
informasi, edukasi) yang akurat dengan mengedepankan HIV/AIDS sebagai fakta
medis (dapat diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran). Karena
HIV/AIDS merupakan fakta medis maka pencegahannya pun dapat dilakukan dengan
cara-cara yang realistis yaitu menghindari perilaku berisiko tinggi.
Untuk
mencegah penyebaran HIV secara horizontal perlu diputus mata rantainya dengan
menganjurkan kepada orang-orang yang pernah melakukan perilaku berisiko agar
menjalani tes HIV sukarela. Tes dengan standar prosedur operasi yang baku:
konseling (bimbangan) sebelum dan sesudah tes, pernyataan kesediaan serta
kerahasiaan (yang berhak mengetahui hasil tes hanya ybs., konselor dan dokter
yang menanganinya).
Bagi
yang terdeteksi HIV-positif dianjurkan agar tidak menulari orang lain. Kalau
sudah beristri maka dianjurkan agar selalu memakai kondom jika berhubungan
seks. Selain itu orang-orang yang terdeteksi HIV-positif pun dapat ditangani
secara medis dengan memberikan obat antiretroviral (obat untuk menghambat
perkembangan HIV di dalam darah) sehingga mereka tetap bisa hidup produktif. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.