Tanggapan
terhadap Berita di Harian “SIB”
Medan
Oleh: Syaiful
W. Harahap
LSM
(media watch) “InfoKespro” Jakarta
Berita
“Seratusan Warga Terpaksa Masuki Panti Rehabilitasi
di P. Sidimpuan karena Narkoba” di harian “SIB” edisi
4 Mei 2006 menunjukkan pemahaman yang tidak komprehensif terhadap fakta empiris
pada realitas sosial.
Tema
seminar “Narkoba, Aborsi dan Seks Bebas”, misalnya, sudah mengundang pertanyaan
yang sangat mendasar.
Pertama, apa yang
dimaksud dengan ‘seks bebas’? Kalau ‘seks bebas’ merupakan terjemahan bebas
dari ‘free sex’ maka terminologi ini ngawur karena
dalam kamus-kamus bahasa Inggris tidak ada entry ‘free sex’.
Kedua, kalau ‘seks
bebas’ hanya diartikan sebagai hubungan seks pra nikah maka ini pun tidak adil
karena hanya memojokkan remaja. Kalau ‘seks bebas’ dikaitkan dengan penularan
HIV juga tidak akurat karena sama sekali tidak ada kaitan langsung antara ‘seks
bebas’ dengan narkoba. Penularan HIV melalui hubungan seks terjadi karena salah
satu atau kedua-dua pasangan itu HIV-positif biar pun hubungan seks dilakukan
di dalam nikah dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom. Sebaliknya, kalau
dua-duanya HIV-negatif maka tidak akan pernah terjadi penularan HIV biar pun
mereka melakukan ‘seks bebas’, zina, melacur atau gay.
Ketiga, dalam berita
disebutkan “ …. barang haram narkoba ….”. Pernyataan ini tidak akurat karena
tidak ada zat yang haram (misalnya, menurut Islam) dalam narkoba (narkotik dan
bahan-bahan berbahaya). Dalam berbagai ceramah tentang narkoba ada fakta yang
digelapkan. Ini menyesatkan. Yang dijauhi atau dihindari adalah
penyalahgunaan narkoba bukan menjauhkan atau menghindari narkoba
karena di dunia kedokteran narkoba sangat diperlukan, seperti morfin. Dalam
kegiatan operasi (bedah) morfin dipakai sebagai obat anestesi (bius). Tanpa
narkoba maka akan puluhan, ratusan bahkan ribuan orang yang mati di meja
operasi karena tidak kuat menahan sakit.
Keempat, tidak ada
kaitan langsung antara religius dengan penyalahgunaan narkoba karena
penyalanggunaan narkoba erat kaitannya dengan kondisi psikologis orang per
orang. Di negara-negara yang menjadikan agama sebagai dasar negara pun tetap
ada kasus penyalahgunaan narkoba, bahkan kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi.
Kelima, saya khawatir
ada pemahaman yang salah terhadap aborsi. Selama ini pengertian aborsi dipahami
masyarakat dari berita di media massa. Celakanya, informasi tentang aborsi di
media massa tidak akurat dan banyak yang ngawur. Dari aspek medis
abrosi adalah penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup di luar kandunga.
Nah, kalau ada kasus janin yang sudah berwujud manusia dikeluarkan secara paksa
dari rahim maka ini bukan aborsi tapi infanticide(pembunuhan)
yang tidak dikenal dalam dunia medis. Dalam UU Kesehatan tindakan aborsi
dibenarkan jika ada indikasi medis untuk menyelematkan jiwa si ibu. Banyak
negara, termasuk negara-negara Islam, yang membolehkan (regulasi) aborsi,
seperti karena incest (hubungan seks antar saudara) atau perkosaan.
Keenam, ada salah
kaprah yang sangat bear di negeri ini. Banyak orang, mulai dari pejabat, pakar
dan tokoh yang mengatakan bahwa kasus aborsi paling banyak dilakukan remaja.
Ini salah. Karena dari beberapa penelitian fakta menunjukkan justru perempuan
yang terikat dalam pernikahan yang sah lebih banyak melakukan aborsi. Tapi,
karena yang berbicara orang dewasa maka mereka memojokkan remaja. Ini salah
satu bentuk kemunafikan.
Selama
materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS, narkoba dan
seks tidak disampaikan dengan akurat maka penularan HIV, penyalahgunaan narkoba
dan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) akan terus terjadi. ***
Catatana:
pernah dimuat di https://aidsmediawatch.wordpress.com/2009/08/27/tanggapan-terhadap-berita-di-harian-%E2%80%9Csib%E2%80%9D/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.