Tanggapan
terhadap Berita di Harian “Radar Tegal”
Oleh” Syaiful W. Harahap
[Pemerhati masalah
HIV/AIDS dan direktur eksekutif LSM “InfoKespro”
Jakarta yang al. Bbergerak dalam bidang selisik media (media watch) terhadap
berita HIV/AIDS]
Berita “Warga
Dinyatakan Suspect HIV” yang dimuat harian “Radar Tegal” edisi 28
April 2006 menunjukkan pemahaman yang belum komprehensif terhadap HIV/AIDS di
banyak kalangan. Hal inilah salah satu faktor yang mendorong penyebaran
HIV karena masyarakat tidak memahami HIV/AIDS sebagai fakta medis tapi sebagai
mitos (anggapan yang salah). Kasus HIV/AIDS di Tanah Air terus bertambah.
Indonesia merupakan negara ketiga yang paling cepat pertambahan kasus HIV-nya
setelah Cina dan India. Sampai Maret 2006 tercatat 10.156 kasus kumulatif
HIV/AIDS terdiri atas 4.333 HIV+ dan 5.823 AIDS dengan kematian 1.430.
Karena
belum ada vaksin HIV maka cara yang paling ampuh untuk melindungi diri adalah
dengan mengetahui secara akurat cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang
realistis sebagai fakta medis. HIV/AIDS adalah fakta medis artinya dapat diuji
di laboratorium dengan teknologi kedokteran sehingga bisa dicegah dengan
teknologi kedokteran..
Tapi,
karena selama ini materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang
HIV/AIDS selalu dibalut dengan moral dan agama maka yang muncul hanya mitos.
Misalnya, mengaitkan penularan HIV dengan zina, pelacuran, jajan, selingkuh,
seks pranikah, seks di luar nikah, waria dan gay.
adahal, tidak ada kaitan
langsung antara zina, pelacuran, jajan, selingkuh, seks pranikah, seks di luar
nikah, waria dan gay karena penularan HIV melalui hubungan seks bisa terjadi di
dalam atau di luar nikah kalau salah satu atau dua-duanya dari pasangan itu
HIV-positif dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom ketika hubungan seks.
Sebaliknya, kalau satu pasangan dua-dunya HIV-negatif maka tidak akan pernah
terjadi penularan HIV biar pun hubungan seks dilakukan dengan zina, pelacur,
jajan, selingkuh, seks pranikah, seks di luar nikah, waria dan gay.
Penularan HIV
Materi
KIE HIV/AIDS yang tidak akurat itulah yang membuat masyarakat tidak memahami
HIV/AIDS dengan akurat. Akibatnya, terjadi penularan HIV secara horizontal
antar penduduk tanpa disadari. Hal ini terjadi karena tidak ada tanda, gejala
atau ciri-ciri khas AIDS pada fisik seseorang yang sudah tertular HIV sebelum
masa AIDS (antara 5 – 10 tahun setelah tertular). Tapi, biar pun tidak ada
tanda, gejala atau ciri-ciri khas AIDS pada diri seseorang yang sudah tertular
HIV dia sudah bisa menularkan HIV, lagi-lagi tanpa disadarinya, melalui:
(a)
hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah,
(b)
transfusi darah,
(c)
jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo dan alat-alat
kesehatan, (cangkok organ tubuh), dan
(d)
dari seorang ibu yang HIV-positif ke anak yang dikandungnya pada saat
persalinan dan menyusui dengan air susu ibu/ASI (HIV bukan penyakit turunan
tapi penyakit menular sehingga bisa dicegah).
Dalam
berita itu disebutkan sebagai ‘suspect mengidap penyakit mematikan’. Pernyataan
ini juga menyesatkan karena semua penyakit mematikan. Deman berdarah, diare,
kolera dan flu burung bisa mematikan dalam hitungan hari, sedangkan HIV baru
bisa menyebabkan kematian setelah masa AIDS yaitu antara 5 – 10 tahun. Bahka,
ada yang belasan tahun.
HIV
adalah virus yang tergolong retrovirus yaitu virus yang dapat menggandakan diri
di dalam sel-sel darah putih manusia. Sel darah putih adalah benteng pertahanan
dalam tubuh melawan penyakit yang masuk. Setelah menggandakan diri di dalam sel
darah putih maka akan muncul banyak HIV baru dan sel darah putih yang dijadikan
tempat menggandakan diri rusak. Ketika jumlah virus lebih banyak daripada sel
darah putih maka kondisi itulah yang disebut sebagai masa AIDS. Pada tahap ini
penyakit akan mudah masuk yang disebut sebagai infeksi oportunistik, seperti
diare, ruam, TBC, dll. Penyakit infeksi oportunistik inilah yang mematikan Odha
(Orang yang Hidup dengan HIV/AIDS).
Dalam
jumlah yang dapat ditularkan HIV terdapat dalam cairan darah (laki-laki dan
perempuan), air mani (laki-laki, dalam sperma tidak ada HIV), cairan vagina dan
air susu ibu (perempuan). Maka, penularan HIV melalui darah bisa terjadi kalau
darah Odha masuk ke tubuh kita melalui transfusi darah, jarum suntik, jarum
tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, alat-alat kesehatan, cangkok organ
tubuh atau terpapar pada permukaan kulit yang ada luka-lukanya (luka ukuran
mikroskopis yaitu luka yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop). Penularan HIV
melalui air mani dan cairan vagina terjadi jika seseorang melakukan hubungan
seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan Odha.
Maka,
melindungi diri agar tidak terular HIV dapat dilakukan dengan cara yang
realistis (nyata) yaitu mencegah agar darah, air mani, cairan vagina atau ASI
yang mengandung HIV tidak masuk ke tubuh kita. Ini fakta medis. Tapi, karena
selama ini yang dikumandangkan pejabat, tokoh bahkan sebagian dokter hanya
aspek moral dan agama maka fakta medis tentang HIV pun kabur dan yang muncul
hanya mitos.
Disebutkan
pula “ …. jika dinyatakan positif HIV maka yang bersangkutan harus menjalani
perawatan.” Pernyataan ini juga tidak akurat karena perawatan baru diperlukan
kalau sudah ada infeksi oportunistik yaitu setelah masa AIDS. Yang diperlukan
adalah memberikan penjelasan kepada orang-orang yang terdeteksi HIV-positif
agar memutus mata rantai penyebaran HIV mulai dari dirinya.
Perilaku Berisiko
Ada
lagi pernyataan “ …. pihaknya juga berupaya mencari suami yang bersangkutan ….”
Hal ini merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap
HAM. Beberapa kasus di Jakarta yang ditangani oleh LSM menunjukkan banyak suami
yang justru menuduh istrinya yang menularkan HIV kepadanya. Hal ini juga dikhawatirkan
akan terjadi pada perempuan ‘suspect’ ini. Alasan yang dipakai untuk mencari
suami ‘perempuan suspect’ adalah “Karena kalau dibiarkan, bisa terjadi
penularan ke keluarganya yang lain”.
Di bagian lain juga disebutkan “ ….
mengantisipasi penularan penyakit HIV dan Aids di masyarakat secara bebas.” Ini
tidak akurat karena HIV tidak menular melalui pergaulan sehari-hari, seperti
bersalaman, tidur bersama, makan dan minum bersama. Yang terjadi adalah
penularan secara diam-diam karena banyak orang yang tidak mengetahui atau tidak
menyadari dirinya sudah tertular HIV.
Dalam
dunia medis dikenal medical record (catatan
medis) yang berisi data pasien. Catatan medis ini merupakan rahasia yang hanya
boleh dibaca oleh dokter dan pasien. Pembeberan catatan medis tanpa izin pasien
merupakan perbuatan yang melawan hukum dapat dituntut secara pidana dan perdata
di pengadilan. Maka, merahasiakan identitas semua pasien merupakan kewajiban
tidak hanya untuk kasus HIV/AIDS dan bukan pula ‘alasan kemanusiaan’ tapi alasan
hukum.
Tidak
ada kelompok, kalangan atau ‘sejumlah warga’ yang berisiko tinggi tertular HIV.
Risiko tertular HIV tergantung pada perilaku berisiko orang per orang.
Seseorang berisiko tinggi tertular HIV jika: (a) pernah melakukan hubungan seks
tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti
atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, (b) menerima
transfusi darah dan cangkok organ tubuh yang tidak diskrining HIV, (c) memakai
jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo dan alat-alat
kesehatan secara bersama-sama.
PSK
sendiri tertular HIV dari laki-laki yang mengencaninya. Kalau ada PSK yang
tertular maka laki-laki yang berkencan dengan PSK tadi pun berisiko pula
tertular HIV. Maka, yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal
antar penduduk adalah laki-laki yang menjadi pelanggan PSK. Bagi yang beristri
akan menularkan HIV kepada istrinya atau perempuan lain yang menjadi
pasangannya.
Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran HIV antar
penduduk adalah dengan menganjurkan agar penduduk (laki-laki dan perempuan)
yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV mau menjalani tes HIV secara
sukarela. Dengan mendeteksi penduduk yang sudah tertular HIV maka mata rantai penyebaran
HIV pun dapat diputus. Kian banyak kasus terdeteksi maka semakin banyak pula
mata rantai yang diputus.
Untuk
itu diperlukan materi KIE yang akurat dengan mengedepankan fakta medis dalam
menjelaskan HIV/AIDS agar masyarakat memahami cara-cara penularan dan
pencegahan HIV yang masuk akal. ***
Catatan:
pernah dimuat di https://aidsmediawatch.wordpress.com/2009/08/26/tanggapan-terhadap-berita-di-harian-%E2%80%9Cradar-tegal%E2%80%9D/
x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.