Tanggapan terhadap berita AIDS di Harian “Pontianak Post”
Oleh: Syaiful W.
Harahap
LSM “InfoKespro”
LSM “InfoKespro”
Berita
“Payung Hukum Tekan HIV/AIDS Sangat Mendesak”
di Harian “Pontianak Post” edisi 26 Juni 2006 lagi-lagi menunjukkan
pemahaman terhadap HIV/AIDS yang tidak komprehensif.
Dalam
berita itu disebutkan “Tiap kabupaten/kota tidak ada yang luput dari kegiatan
transaksi seks illegal. Ini sangat berpotensi penularan virus yang belum ada
obatnya tersebut”. Hal ini menunjukkan pemahaman tentang HIV/AIDS masih tetap
di seputar mitos (anggapan yang salah). Penularan HIV melalui hubungan seks
(bisa) terjadi kalau salah satu atau kedua-dua pasangan HIV-positif. Penularan
bisa terjadi di dalam ikatan pernikahan yang sah atau di luar pernikahan jika
setiap kali hubungan seks laki-laki tidak memakai kondom. Ini fakta medis.
Penularan
HIV melalui jarum suntik pada penyalahguna narkoba (bisa) terjadi kalau mereka
ramai-ramai memakai jarum suntik secara bersama-sama dengan bergantian darn
bergiliran karena kalau salah satu dari mereka HIV-positif maka yang lain
berisiko tinggi tertular HIV. Kalau pengguna narkoba suntikan tidak berganti
jarum suntik atau selalu memakai jarum suntik yang steril maka tidak ada risiko
penularan HIV.
`Tren
baru’ pembuatan Perda di Indonesia meniru pengalaman Thailand yang
disebut-sebut berhasil menekan pertambahan kasus baru infeksi HIV di kalangan
dewasa karena ada kewajiban memakai kondom bagi laki-laki yang melakukan
hubungan seks dengan pekerja seks di lokalisasi. Tapi, belakangan kasus kembali
lagi meningkat karena hubungan seks berisiko yaitu berganti-ganti pasangan
tidak hanya terjadi di lokalisasi. Ada pula `hidung belang’ yang membawa
pekerja seks ke luar lokalisasi sehingga tidak ada kewajiban memakai kondom.
Persoalan
besar di Indonesia adalah tidak ada lokalisasi pelacuran. Nah, di mana
pemakaian kondom diwajibkan? Persoalan lain penularan HIV terjadi tanpa
disadari karena tidak ada tanda, gejala tau ciri-ciri khas AIDS pada diri
seseorang yang sudah tertular HIV sebelum mencapai masa AIDS (antara 5 – 10
tahun setelah tertular). Maka, pada kurun waktu 5 – 10 itulah banyak orang yang
menjadi mata rantai penyebaran HIV. Bagaiman Perda bisa mengatasi hal ini?
Di
provinsi, kabupaten dan kota yang sudah memiliki Perda AIDS (Jawa Timur, Bali,
Riau, Jayapura, dan Merauke) tetap saja kasus HIV/AIDS bertambah. Mengapa?
Karena epidemi HIV bersifat global. Biar pun di daerah itu tidak ada pelacuran
bisa saja penduduk setempat tertular di luar daerah atau di luar negeri. Ketika
dia pulang maka dia akan menjadi mata rantai penyebaran HIV. Lagi-lagi tanpa
disadari.
Kita
perlu berkaca ke Afrika, Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia. Di kawasan
ini kasus infeksi baru di kalangan dewasa mulai menunjukkan grafik yang
mendatar.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Padahal,
di sana tidak ada perda. Hal itu terjadi karena masyarakat sudah mengetahui
cara-cara pencegahan yang realistis.
Nah,
pencegahan yang realistis hanya dapat dilakukan jika materi KIE (komunikasi,
informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS disampaikan dengan akurat yaitu
mengedepankan fakta medis. Berbekal pengetahuan yang akurat masyarakat akan dapat
melindungi diri sehingga mata rantai penyebaran HIV dapat diputus. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.