11 Juli 2017

Menekan AIDS Tidak Bisa dengan Perda

Tanggapan terhadap berita AIDS di Harian “Pontianak Post

Oleh: Syaiful W. Harahap
LSM “InfoKespro

Berita “Payung Hukum Tekan HIV/AIDS Sangat Mendesak” di Harian “Pontianak Post” edisi 26 Juni 2006 lagi-lagi menunjukkan pemahaman terhadap HIV/AIDS yang tidak komprehensif.

Dalam berita itu disebutkan “Tiap kabupaten/kota tidak ada yang luput dari kegiatan transaksi seks illegal. Ini sangat berpotensi penularan virus yang belum ada obatnya tersebut”. Hal ini menunjukkan pemahaman tentang HIV/AIDS masih tetap di seputar mitos (anggapan yang salah). Penularan HIV melalui hubungan seks (bisa) terjadi kalau salah satu atau kedua-dua pasangan HIV-positif. Penularan bisa terjadi di dalam ikatan pernikahan yang sah atau di luar pernikahan jika setiap kali hubungan seks laki-laki tidak memakai kondom. Ini fakta medis.

Penularan HIV melalui jarum suntik pada penyalahguna narkoba (bisa) terjadi kalau mereka ramai-ramai memakai jarum suntik secara bersama-sama dengan bergantian darn bergiliran karena kalau salah satu dari mereka HIV-positif maka yang lain berisiko tinggi tertular HIV. Kalau pengguna narkoba suntikan tidak berganti jarum suntik atau selalu memakai jarum suntik yang steril maka tidak ada risiko penularan HIV.

`Tren baru’ pembuatan Perda di Indonesia meniru pengalaman Thailand yang disebut-sebut berhasil menekan pertambahan kasus baru infeksi HIV di kalangan dewasa karena ada kewajiban memakai kondom bagi laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan pekerja seks di lokalisasi. Tapi, belakangan kasus kembali lagi meningkat karena hubungan seks berisiko yaitu berganti-ganti pasangan tidak hanya terjadi di lokalisasi. Ada pula `hidung belang’ yang membawa pekerja seks ke luar lokalisasi sehingga tidak ada kewajiban memakai kondom.

Persoalan besar di Indonesia adalah tidak ada lokalisasi pelacuran. Nah, di mana pemakaian kondom diwajibkan? Persoalan lain penularan HIV terjadi tanpa disadari karena tidak ada tanda, gejala tau ciri-ciri khas AIDS pada diri seseorang yang sudah tertular HIV sebelum mencapai masa AIDS (antara 5 – 10 tahun setelah tertular). Maka, pada kurun waktu 5 – 10 itulah banyak orang yang menjadi mata rantai penyebaran HIV. Bagaiman Perda bisa mengatasi hal ini?

Di provinsi, kabupaten dan kota yang sudah memiliki Perda AIDS (Jawa Timur, Bali, Riau, Jayapura, dan Merauke) tetap saja kasus HIV/AIDS bertambah. Mengapa? Karena epidemi HIV bersifat global. Biar pun di daerah itu tidak ada pelacuran bisa saja penduduk setempat tertular di luar daerah atau di luar negeri. Ketika dia pulang maka dia akan menjadi mata rantai penyebaran HIV. Lagi-lagi tanpa disadari.

Kita perlu berkaca ke Afrika, Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia. Di kawasan ini kasus infeksi baru di kalangan dewasa mulai menunjukkan grafik yang mendatar.

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Padahal, di sana tidak ada perda. Hal itu terjadi karena masyarakat sudah mengetahui cara-cara pencegahan yang realistis.

Nah, pencegahan yang realistis hanya dapat dilakukan jika materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS disampaikan dengan akurat yaitu mengedepankan fakta medis. Berbekal pengetahuan yang akurat masyarakat akan dapat melindungi diri sehingga mata rantai penyebaran HIV dapat diputus. *


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.