Tanggapan
terhadap Perda AIDS Kepri
Oleh: Syaiful
W. Harahap
Pemerhati HIV/AIDS melalui LSM (media
watch) “InfoKespro”
[Sumber: Harian “Batam Pos”, 30
Mei 2009]
Pemprov Kepulauan Riau
(Kepri) menjadi daerah ketiga belas yang menelurkan peraturan daerah (Perda)
penanggulangan AIDS melalui Perda No 15/2007 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS di Provinsi Kepulauan Riau. Sudah empat belas
daerah, mulai dari kabupaten, kota, dan provinsi yang menelurkan perda
penanggulangan HIV/AIDS. Apakah perda-perda itu efektif menanggulangi
penyebaran HIV?
Sampai
sekarang belum ada hasil yang nyata di 26 daerah mulai dari tingkat provinsi,
kota dan kabupaten yang sudah mempunyai perda penanggulangan HIV/AIDS. Mengapa
perda-perda AIDS tidak bisa bekerja? Ide pembuatan perda di Indonesia bertolak
dari ‘angin surga’ cerita sukses Thailand menekan laju infeksi HIV baru di kalangan
dewasa melalui ’Program Wajib Kondom 100 Persen’. Lalu, muncullah perda pertama
di Kabupaten Merauke dan terakhir di DKI Jakarta (2008).
Salah
satu pencegahan yang ditawarkan pada perda-perda itu, termasuk Perda AIDS
Kepri, adalah penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko. Padahal,
penggunaan kondom pada program penanggulangan AIDS di Thailand merupakan
kegiatan yang terakhir dari rangkaian program terpadu. Maka, perda-perda AIDS
yang dihasilkan di Indonesia pun tidak melihat program penanggulangan AIDS di
Thailand secara utuh.
Retrovirus
Program
‘kondom 100 persen’ tidak akan berhasil karena: (a) di Indonesia tidak ada
lokaliasi pelacuran dan rumah bordir yang ’resmi’, dan (b) sosialisasi kondom
sebagai alat untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seks ditolak banyak
kalangan.
Karena
hanya ‘mengekor’ maka perda-perda penanggulangan AIDS yang diterbitkan di
Indonesia pun tidak menyentuh akar persoalan epidemi HIV. Semua perda
mengedepankan norma, moral, dan agama sebagai ’alat’ untuk menanggulangi
epidemi HIV. Perda AIDS Provinsi Riau, misalnya, menyebutkan cara mencegah
penularan HIV adalah dengan meningkatkan iman dan taqwa. Bagaimana mengukur
iman dan taqwa yang bisa mencegah HIV. Cara ini tidak akan berhasil karena
tidak ada kaitan langsung antara norma, moral, dan agama dengan penularan HIV.
HIV
adalah virus yang tergolong retrovirus yaitu virus yang bisa menggandakan diri
di dalam sel-sel darah putih manusia. Dalam jumlah yang dapat ditularkan
HIV terdapat dalam: (a) cairan darah (laki-laki dan perempuan), (b) air mani
(laki-laki, dalam sperma tidak ada HIV), (c) cairan vagina (perempuan), dan (d)
air susu ibu/ASI (perempuan).
Penularan
HIV melalui darah bisa terjadi kalau darah yang mengandung HIV masuk ke dalam
tubuh melalui transfusi darah, jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur,
jarum tattoo, alat-alat kesehatan dan cangkok organ tubuh. Penularan HIV
melalui air mani dan cairan vagina bisa terjadi jika air mani dan cairan vagina
yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks tanpa kondom di
dalam atau di luar nikah. Penularan HIV melalui ASI bisa terjadi kalau ASI yang
mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui proses menyusui.
Jika
perda dibuat untuk menanggulangi penyebaran HIV maka yang diatur adalah
pencegahan melalui cara-cara di atas. Tapi, yang diatur dalam perda-perda AIDS
yang sudah ada justru sama sekali tidak menyentuh cara-cara penularan. Tentu
saja perda itu tidak bisa bekerja dan laju penyebaran HIV terus terjadi.
Pada
pasal 4 ayat a, misalnya, disebutkan ”HIV dan IMS dapat menular kepada orang
lain dengan cara hubungan seksual yang tidak terlindungi sesuai standar
kesehatan.” Ini tidak akurat karena penularan (bisa) terjadi kalau salah satu
atau kedua-dua pasangan yang melakukan hubungan seks, di dalam atau di luar
nikah, mengidap HIV (HIV-positif) dan laki-laki tidak memakai kondom.
Persoalan
yang dihadapi adalah orang-orang yang sudah tertular HIV tidak bisa dikenali
dari fisiknya. Ya, karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang
khas AIDS pada fisik orang-orang yang sudah tertular HIV sebelum masa AIDS
(antara 5-10 tahun setelah tertular HIV). Tapi pada rentang waktu sebelum masa
AIDS itu sudah bisa terjadi penularan HIV tanpa disadari.
Laki-laki Penular
Cara-cara
pencegahan yang ditawarkan pada pasal 5 tidak ada yang komprehensif. Mencegah
penularan HIV melalui hubungan seks adalah tidak melakukan hubungan seks tanpa
kondom, di dalam atau di luar nikah, dengan orang yang sudah mengidap HIV. Ini
fakta. Jika melakukan hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, dengan orang
yang tidak diketahui status HIV-nya maka hindari pergesekan penis dengan
vagina secara langsung. Agar tidak ada risiko tertular HIV, maka hindarilah
perilaku berisiko yaitu hubungan seks tanpa kondom, di dalam atau di luar nikah,
dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering
berganti-ganti pasangan.
Pencahan
pada pasal 5 ayat c disebutkan ” …. melaksanakan pencegahan Penyakit Menular
Seksual (IMS) secara terpadu dan berkala di tempat-tempat perilaku berisiko
tinggi, termasuk di dalamnya keharusan menggunakan kondom 100 persen.” Ini pun
tidak akurat karena penularan HIV tidak ada kaitannya dengan tempat, tapi
perilaku (seks) orang per orang. Seorang pekerja seks komersial (PSK) yang
bekerja di lokalisasi pelacuran pun bisa tidak berisiko kalau dia hanya mau
meladeni tamu yang memakai kondom.
Di
Thailand sendiri dikabarkan penularan HIV baru mulai meningkat karena lelaki
‘hidung belang’ membawa PSK dari lokalisasi atau rumah bordir ke hotel,
apartemen, rumah, dan lain-lain. Sehingga tidak ada lagi pengawasan terhadap
kewajiban memakai kondom. Risiko penularan HIV bisa terjadi di mana saja dan
kapan saja pada diri orang-orang yang perilakunya berisiko tinggi.
Tidak
ada pula cara yang ditawarkan untuk mengontrol pelaksaaan pasal 5 ayat c ini.
Di Thailand dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap PSK. Jika ada PSK yang
terdeteksi mengidap IMS maka mucikarinya ditindak. Cara ini tentu tidak bisa
diterapkan di Kepri karena tidak ada lokalisasi yang ’resmi’.
Di
pasal 5 ayat d cara pencegahan disebutkan ” … mendorong dan melaksanakan test
dan konseling IV secara sukarela terutama bagi kelompok rawan.” Pasal ini tidak
akan bekerja karena yang berisiko tertular dan menularkan HIV bukan kelompok,
tapi orang per orang yang perilakunya berisiko.
Hal
lain yang sering luput dari perhatian adalah soal HIV di kalangan PSK. Ada dua
kemingkinan.
Pertama, pekerja seks
yang terdeteksi HIV-positif di Kepri tertular HIV dari laki-laki penduduk lokal
atau pendatang. Kalau ini yang terjadi sudah ada kasus HIV di masyarakat,
terutama laki-laki dewasa. Laki-laki yang menularkan HIV kepada pekerja seks
itulah yang justru menjadi mata rantai penyebaran HIV antar penduduk. Laki-laki
ini dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai suami, pacar, duda, lajang,
perjaka, remaja yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, sopir, pedagang,
petani, nelayan, mahasiswa, pelajar, perampok, dan lain-lain.
Kedua, pekerja seks
yang terdeteksi HIV-positif sudah mengidap HIV ketika mulai ’praktek’ di Kepri.
Kalau ini yang terjadi maka laki-laki penduduk lokal atau pendatang berisiko
tinggi tertular HIV jika mereka tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan
seks dengan pekerja seks. Laki-laki yang kelak tertular HIV dari pekerja seks
akan menjadi mata rantai penyebaran HIV antar penduduk.
Jika
perda dibuat untuk menahan laju penyebaran HIV maka yang perlu diatur adalah
perilaku berisiko. Ada pasal yang berbunyi: ”Setiap orang diwajibkan memakai
kondom jika melakukan hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, di Kepri atau
di luar Kepri dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang
sering bergangi-ganti pasangan.”
Selanjutnya
untuk memutus mata rantai penyebaran HIV ada pula pasal yang berbunyi: ”Setiap
orang yang pernah melakukan hubungan seks tanpa kondom, di dalam atau di luar
nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering
bergangi-ganti pasangan diwajibkan melakukan tes HIV.” Semakin banyak kasus
HIV/AIDS yang terdeteksi maka kian banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang
diputuskan. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.