Oleh Syaiful W. Harahap
[Direktur eksekutif LSM “InfoKespro” Jakarta, lembaga media watch berita HIV/AIDS]
Fakta
yang ditemukan Dinas Kesehatan Cianjur tentang 13 HIV-positif kasus di wilayah
Kab. Cianjur, Jawa Barat (13 Warga
Cianjur Kena HIV, “PAKUAN RAYA”, 1-3/11-2003) menjadi titik
tolak untuk meningkatkan kepedulian penduduk agar melindungi diri sendiri.
Soalnya, karena di antara yang terdeteksi ada pekerja seks komersial (PSK) maka
ada kemungkinan kasus HIV sudah menular secara horizontal antar penduduk
Cianjur.
Karena
sudah ada PSK yang terdeteksi HIV-positif maka laki-laki yang melakukan
hubungan seks yang tidak aman (tidak memakai kondom) dengan PSK sudah berada
pada risiko tinggi tertular HIV. Jika di antara pelanggan PSK tadi ada penduduk
Cianjur maka kalau mereka tertular tentu saja mereka akan menularkannya kepada
istrinya (bagi yang sudah beristri) atau kepada teman kencannya (bagi yang
sudah beristri dan lajang). Kalau istri-istri mereka tertular maka ada pula
risiko penularan vertikal dari ibu-ke-bayi (mother-to-child-transmission/MTCT).
Pernyataan
yang ditekankan dalam berita itu adalah ‘bahwa yang terdeteksi HIV-positif
bukan orang Cianjur’ merupakan penyangkalan yang dapat berakibat buruk. Hal itu
akan membuat penduduk lengah karena mereka menganggap tidak ada kasus HIV/AIDS
di kalangan penduduk Cianjur. Yang jelas bukan tidak ada tapi belum terdeteksi
karena penduduk Cianjur belum menjalani tes HIV sehingga tidak ada jaminan
bahwa semua penduduk Cianjur HIV-negatif karena pasti ada penduduk Cianjur yang
melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV.
Perilaku
berisiko tinggi adalah:
(1)
melakukan hubungan seks (heteroseks, seks oral, seks anal atau homoseks)
penetrasi tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti di dalam dan di luar
nikah,
(2)
melakukan hubungan seks (heteroseks, seks oral, seks anal atau homoseks)
penetrasi tanpa kondom dengan seseorang yang suka berganti-ganti pasangan di
dalam dan di luar nikah,
(3)
menerima transfusi darah yang tidak diskrining, dan
(4)
memakai jarum suntik secara bersama-sama dengan bergiliran.
Memang,
tidak perlu semua penduduk Cianjur menjalani tes karena tentu saja tidak semua
penduduk berperilaku berisiko tinggi tertular HIV. Jadi, survailans yang
dilakukan Dinas Kesehatan Cianjur yang hanya terhadap PSK dan pengguna narkoba
tidak menggambarkan realitas kasus HIV/AIDS di Cianjur. Beberapa negera melakukan
survailans secara rutin terhadap pengguna narkoba, perempuan hamil, polisi,
dll. untuk mendapat gambaran yang ril. Jika ada perempuan yang hamil terdeteksi
HIV-positif maka kemungkinan besar dia tertular dari suaminya. Ini menunjukkan
suaminya sudah melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV.
Jadi,
status HIV penduduk Cianjur bukan negatif tapi tidak diketahui. Penduduk
Cianjur tentu ada yang keluar daerah bahkan ke luar negeri. Kalau di sana
mereka melakukan perilaku berisiko dan tertular maka ketika kembali ke CIanjur
akan terjadi penularan horizontal antar penduduk.
Epidemi
HIV di Cianjur dapat pula dipicu oleh pengguna narkoba dengan suntikan. Jika di
Cianjur sudah terdeteksi pengguna narkoba suntikan maka risiko penularan HIV di
Cianjur pun semakin besar karena pengguna narkoba dengan suntikan biasanya
mempunyai banyak teman ketika menyuntikkan narkoba. Penyebaran HIV/AIDS kian
menjadi-jadi jika pengguna narkoba juga melakukan hubungan seks yang tidak aman
dengan penduduk local atau PSK.
Pada
gilirannya kalau ada penduduk atau PSK yang tertular HIV dari pengguna narkoba
maka mereka pun bisa menjadi mata rantai penyebaran HIV kepada pelanggannya.
Memang, tes yang dilakukan bukan
diagnosis tapi hanya untuk survailans yaitu untuk mendapat angka prevalensi
yaitu perbandingan antara yang HIV-positif dan HIV-negatif pada kalangan
tertentu pada kurun waktu yang tertentu pula. Namun, kasus HIV di Cianjur tidak
bisa lagi dianggap enteng biar pun hanya sebagian saja dari 13 yang terdeteksi
itu benar-benar HIV-positif karena ada kemungkinan mereka sudah melakukan
perilaku berisiko dengan penduduk Cianjur.
Terkait
dengan epidemi HIV tidak ada batas daerah atau negara yang dapat menjadi
‘benteng’ karena penularannya tergantung kepada perilaku penduduk. DI negara-negara
yang tertutup pun, baik karena agama dan politik dan sama sekali tidak
ada industri seks, tetap saja ada kasus HIV/AIDS karena penduduk negara itu
melakukan perilaku berisiko di luar negaranya. Jika mereka tertular di luar
negaranya maka ketika mereka kembali ke negaranya terjadilah penularan
horizontal.
Yang
perlu dilakukan Pemkab Cianjur adalah menganjurkan kepada penduduk yang pernah
melakukan perilaku berisiko di Gadog untuk menjalani tes HIV sukarela dengan
konseling. Deteksi dini dapat menyelamatkan banyak orang karena ybs. dimina
tidak melakukan perilaku berisiko agar tidak terjadi penularan horizontal dan
mencegah penularan kepada istrinya.
Memantau
‘tempat rawan’ tidak ada manfaatnya karena penularan HIV tidak hanya terjadi di
lokalisasi pelacuran. Di tempat-tempat yang ‘terhormat’, seperti hotel
berbintang dan villa, pun bisa terjadi penularan HIV kalau di sana terjadi
kegiatan-kegiatan yang berisiko tinggi.
Cara yang tepat dilakukan adalah dengan meningkatkan penyuluhan dan menyebarluaskan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) dengan materi yang objektif dan akurat.
Cara yang tepat dilakukan adalah dengan meningkatkan penyuluhan dan menyebarluaskan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) dengan materi yang objektif dan akurat.
Selama
ini materi penyuluhan dan KIE dibalut dengan moral dan agama sehingga yang
muncul hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS. Misalnya, AIDS
disebut hanya menular di lokalisasi pelacuran. AIDS penyakiit gay. AIDS dibawa
bule. Dll. Semua ini mitos.
HIV/AIDS
adalah fakta medis (dapat diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran)
sehigga upaya pencegahannya pun dapat dilakukan dengan teknologi kedokteran yang
realistis yaitu menghindari perilaku berisiko tinggi. ***
Catatan:
pernah dimuat di https://aidsmediawatch.wordpress.com/2009/08/21/mata-rantai-epidemi-hiv-di-cianjur/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.