Tanggapan terhadap berita di Harian “SIB” Medan
Oleh: Syaiful W. Harahap
[Sumber: Newsletter “infoAIDS” No. 1/November 2008]
Berita “Seratusan Warga
Terpaksa Masuki Panti Rehabilitasi di P Sidimpuan Karena Narkoba” di Harian “SIB”, Medan, 4 Mei 2006, ini menunjukkan pemahaman yang tidak komprehensif terhadap fakta empiris
pada realitas sosial.
Tema seminar “Narkoba, Aborsi dan Seks Bebas”,
misalnya, sudah mengundang pertanyaan yang sangat mendasar.
Pertama, apa yang dimaksud dengan ‘seks bebas’? Kalau ‘seks bebas’ merupakan
terjemahan bebas dari free sex maka terminologi ini ngawur karena
dalam kamus-kamus bahasa Inggris tidak ada entry free sex.
Kedua, kalau ‘seks bebas’ hanya diartikan sebagai hubungan seks pra nikah atau
di luar nikah maka ini pun tidak adil karena hanya memojokkan remaja. Kalau
‘seks bebas’ dikaitkan dengan penularan HIV juga tidak akurat karena sama
sekali tidak ada kaitan langsung antara ‘seks bebas’ dengan narkoba.
Penularan HIV melalui hubungan seks terjadi karena
salah satu atau kedua-dua pasangan itu HIV-positif biar pun hubungan seks
dilakukan di dalam nikah dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap
kali melakukan hubungan seks. Sebaliknya, kalau dua-duanya HIV-negatif maka
tidak akan pernah terjadi penularan HIV biar pun mereka melakukan ‘seks bebas’,
zina, melacur atau gay.
Ketiga, dalam berita disebutkan “ …. barang haram narkoba ….”. Pernyataan ini
tidak akurat karena tidak ada zat yang haram (misalnya, menurut Islam) dalam
narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya). Dalam berbagai ceramah tentang
narkoba ada fakta yang digelapkan. Ini menyesatkan. Yang dijauhi atau dihindari
adalah penyalahgunaan narkoba bukan menjauhkan atau menghindari narkoba karena
di dunia kedokteran narkoba sangat diperlukan, seperti morfin. Dalam kegiatan
operasi (bedah) morfin dipakai sebagai obat anestesi (bius). Tanpa narkoba maka
akan puluhan, ratusan bahkan ribuan orang yang mati di meja operasi karena
tidak kuat menahan sakit.
Keempat, tidak ada kaitan langsung antara religius dengan penyalahgunaan narkoba
karena penyalanggunaan narkoba erat kaitannya dengan kondisi psikologis orang
per orang. Di negara-negara yang menjadikan agama sebagai dasar negara pun
tetap ada kasus penyalahgunaan narkoba, bahkan kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi.
Kelima, saya khawatir ada pemahaman yang salah terhadap aborsi. Selama ini
pengertian aborsi dipahami masyarakat dari berita di media massa. Celakanya,
informasi tentang aborsi di media massa tidak akurat dan banyak yang ngawur.
Dari aspek medis abrosi adalah penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup
di luar kandungan. Nah, kalau ada kasus janin yang sudah berwujud manusia
dikeluarkan secara paksa dari rahim maka ini bukan aborsi tapi infanticide(pembunuhan)
yang tidak dikenal dalam dunia medis. Dalam UU Kesehatan tindakan aborsi
dibenarkan jika ada indikasi medis untuk menyelematkan jiwa si ibu. Banyak
negara, termasuk negara-negara Islam, yang membolehkan (regulasi) aborsi,
seperti karena incest (hubungan seks antar saudara) atau perkosaan.
Keenam, ada salah kaprah yang sangat besar di negeri ini. Banyak orang, mulai
dari pejabat, pakar dan tokoh yang mengatakan bahwa kasus aborsi paling banyak
dilakukan remaja. Ini salah. Karena dari beberapa penelitian fakta menunjukkan
justru perempuan yang terikat dalam pernikahan yang sah lebih banyak melakukan
aborsi. Tapi, karena yang berbicara orang dewasa maka mereka memojokkan remaja.
Ini salah satu bentuk kemunafikan.
Selama materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi)
tentang HIV/AIDS, narkoba dan seks tidak disampaikan dengan akurat maka
penularan HIV, penyalahgunaan narkoba dan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)
akan terus terjadi. *
Catatan: pernah dimuat di https://aidsmediawatch.wordpress.com/2009/07/19/190/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.