Oleh:
Syaiful W Harahap*
[Sumber:Harian
“FAJAR”, 1 Desember 2005/ URL: http://cetak.fajar.co.id/news.php?newsid=13513]
Penyebaran HIV/AIDS secara
horizontal antar penduduk terjadi tanpa disadari. Hal ini terjadi antara lain
didorong oleh pemahaman yang salah tentang HIV/AIDS sehingga muncul
penyangkalan terhadap cara-cara penularan dan pencegahan yang realistis.
Kasus
HIV/AIDS terus bertambah, termasuk di Sulawesi Selatan. Angka resmi hanya 46
kasus HIV/AIDS, tapi laporan menunjukkan angka 311. Angka ini pun tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Secara global kasus HIV/AIDS sudah
mencapai 40 juta.
Epidemi
HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Artinya, kasus yang
terdeteksi hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya. Hal ini terjadi
karena tidak ada cara yang sistematis untuk mendeteksi kasus-kasus HIV/AIDS di
semua kalangan masyarakat. Selama ini yang sering menjadi sasaran hanyalah
pekerja seks, waria dan wanita penghibur. Padahal, yang menjadi mata rantai
penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk adalah laki-laki yang menjadi
pelanggan pekerja seks.
Namun,
biar pun kasus HIV/AIDS di Sulawesi Selatan rendah tapi kita tidak bisa melihat
epidemi HIV/AIDS kota per kota, daerah per daerah atau negara per negara karena
epidemi HIV/AIDS tidak mengenal batas kota, daerah atau negara. Epidemi
HIV/AIDS kita lihat secara global karena tidak ada satu tempat pun di muka bumi
ini yang bebas HIV/AIDS. Maka, di mana pun kita berada kita bisa tertular HIV kalau
kita melakukan perilaku yang dapat menempatkan kita pada posisi perilaku yang
berisiko tinggi.
Salah
satu perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV adalah melakukan hubungan seks
(sanggama) penetrasi (penis masuk ke vagina) yang tidak aman (tidak memakai
kondom) di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau
dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan (seperti pekerja seks
perempuan, pelaku kawin-cerai, pekerja seks waria, wanita penghibur, dll)
karena ada kemungkinan salah satu dari pasangan itu HIV-positif.
Mitos AIDS
Epidemi
HIV/AIDS kian runyam karena banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah
tertular HIV. Hal ini terjadi karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri
yang khas HIV/AIDS pada fisik seseorang yang sudah tertular HIV sebelum
mencapai masa AIDS (antara 5 ? 10 tahun setelah tertular). Tapi, biar pun ada
tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik seseorang yang sudah
tertular HIV, dia sudah bisa menularkan HIV kepada orang lain melalui, (a) hubungan
seks yang tidak aman (tidak memakai kondom) di dalam dan di luar nikah, (b)
transfusi darah, (c) jarum suntik, jarum tindik, jarum tatto dan alat-alat
kesehatan, serta (d) dari seorang ibu yang HIV-positif kepada bayi yang
dikandungnya terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Satu
hal yang perlu diingat adalah HIV/AIDS bukan penyakit turunan tapi penyakit
menular sehingga bisa dicegah. HIV/AIDS adalah fakta medis. Disebut fakta medis
karena HIV/AIDS dapat diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran. Maka,
cara-cara penularan dan pencegahannya pun dapat pula dilakukan secara medis
dengan teknologi kedokteran.
Namun,
pemahaman yang tidak akurat tentang penularan dan pencegahan HIV/AIDS dari
aspek medis membuat banyak orang mengabaikan, bahkan menyangkal cara-cara
penularan dan pencegahan HIV/AIDS dari aspek medis. Hal ini terjadi karena
selama ini materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) selalu dibalut dengan
moral dan agama sehingga yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah) tentang
HIV/AIDS. Misalnya, disebutkan HIV menular melalui zina, hubungan seks di luar
nikah, pelacuran, waria dan gay.
Padahal,
tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan hal-hal yang disebutkan
di atas karena penularan HIV melalui hubungan seks tanpa kondom, di dalam atau
di luar nikah, (bisa) terjadi kalau salah satu dari pasangan itu HIV-positif.
Sebaliknya, kalau satu pasangan yang melakukan hubungan seks kedua-duanya
HIV-negatif maka tidak akan pernah terjadi penularan HIV biar pun dilakukan di
luar nikah.
Mencegah Penularan
Penyangkalan
terhadap cara-cara penularan dari aspek medis itulah salah satu faktor yang
mendorong penyebaran HIV/AIDS secara horizontal antar penduduk. Di
negara-negara yang terjadi penyangkalan terhadap cara-cara penularan dan
pencegahan dari aspek medis terjadi lonjakan kasus HIV/AIDS. Lagi-lagi hal ini
terjadi karena pemahaman yang salah tentang HIV/AIDS sebagai fakta medis.
UNAIDS,
badan PBB yang menangani HIV/AIDS, sudah lama mengingatkan agar Indonesia
memperhatikan penyebaran HIV/AIDS yang dinilai sangat tinggi. Tapi, lagi-lagi
Indonesia menepis peringatan itu. Akibatnya, saat ini Indonesia merupakan salah
satu dari tiga negara di Asia dengan tingkat penyebaran HIV/AIDS yang tinggi.
Penyebaran HIV/AIDS dipicu oleh penyangkalan terhadap cara-cara penularan dan
pencegahan dari aspek medis serta penyalahgunaan narkoba (narkotik dan
bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik secara bersama-sama dengan
bergiliran.
Salah
satu cara untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seks, di dalam atau di
luar nikah, adalah dengan menghindarkan pergesekan langsung antara penis dan
vagina, antara lain dengan memakai kondom. Soalnya, HIV dalam jumlah yang dapat
ditularkan antara lain terdapat pada air mani dan cairan vagina. Maka, kalau
air mani tumpah di vagina maka ada risiko penularan HIV kepada perempuan kalau
air mani mengandung HIV. Begitu pula sebaliknya kalau bersentuhan dengan vagina
maka ada risiko penularan HIV dari perempuan ke laki-laki kalau cairan vagina
mengandung HIV.
Selama
kita terus-menerus menyangkal cara-cara penularan dan pencegahan yang realistis
dari aspek medis maka kasus HIV/AIDS akan terus bertambah. Apakah kita harus
menunggu kondisi seperti di Afrika, ketika banyak negara yang terpuruk karena
penduduknya nyaris punah, baru kita tergerak untuk menerima fakta medis tentang
HIV/AIDS?
Fakta
menunjukkan di kawasan Afrika, Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia kasus
infeksi HIV di kalangan penduduk dewasa sudah menunjukkan grafik yang mendatar.
Mengapa hal ini terjadi? Ya, karena penduduk di sana menerapkan cara-cara
pencegahan yang realistis antara lain menghindari hubungan seks yang berisiko
tinggi menularkan HIV. ***
*
Penulis adalah Direktur Eksekutif LSM ?InfoKespro? Jakarta yang bergerak dalam
bidang selisik media (media watch) berita HIV/AIDS di media massa nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.